Part 7 - Seribu Tanya

2.5K 203 8
                                    

Jihan terlihat memasuki sebuah restoran di sekitar Rumah Sakit milik suaminya. Sebelumnya dia mendapat pesan dari sang sahabat yang memintanya bertemu disini. Tampak seorang wanita seusianya melambaikan tangan dan Jihan pun langsung menemuinya dengan ceria.

"Assalamualaikum Vem..kau menunggu lama ya ?" Jihan memeluk sahabatnya.

"Waalaikumsalam warahmatullah Ji..tidak terlalu lama kok, duduk Ji"

"Iya Vem..gimana kabarmu ?"

"Seperti yang kau lihat, sangat baik, kuharap kau pun begitu Ji ?" Mendengar itu, Jihan hanya tersenyum singkat.

"Kak Tauf, gimana kabar dia Vem ??"

"Ck kau ini, kalau misalkan mas Taufan tau kau masih memanggilnya seperti itu habis kau"

"Oh ayolah jangan kasih tau dia ya Veemm"

Jihan merengek seperti anak kecil, manja nya kambuh, sama seperti saat mereka masih Sekolah Menengah. Dan seperti biasa Vemi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah teman sebangkunya dulu.

"Mas Taufan sehat Ji, hanya saja dia selalu sibuk dengan dunia politiknya, kau tentu masih ingat kan apa impian dia sejak SMA ?"

"Menjadi Presiden ?"

"Hmm" sambil terkekeh geli.

"Hei jangan seperti itu..tidak ada yang tau soal takdir, aku selalu berdoa agar kau bisa aku panggil Ibu Negara dan kuharap Riyaz juga bisa menjadi menantu Presiden, aah bukan kah itu sangat luar biasa Vem ?"

"Semoga Allah mengabulkan mimpinya ya Ji dan...soal anak-anak, aku minta maaf, jujur aku baru tau, Raena baru memberi tauku kemarin malam, tak kusangka dia bisa bertindak segegabah itu"

"Tidak apa Vem, awalnya Riyaz juga terlihat kecewa, tapi sekarang dia sudah mulai bisa menerima, kita harus menghargai keputusan Raena, aku yakin dia punya alasan kuat"

"Tapi menurutku alasannya begitu sepele, dia hanya terlalu egois, dia selalu ingin orang-orang disekitarnya sepihak dengannya, Raena benci perbedaan, aku hanya tidak habis pikir Ji..aku tidak pernah mengajarinya menjadi manusia egois, padahal kau tau sendiri kan, Riyaz adalah kriteria menantu idamanku, sejak SMA pun kita sering mengkhayal seperti apa jadinya jika kita berbesanan"

Jihan memegang tangan sahabatnya, mengobati rasa bersalahnya karna keputusan Raena-putri Vemi-.

"Vem..jodoh itu Allah yang mengatur, tugas mereka adalah sama-sama berjuang, saling mendoakan dan terus membangun kapasitas diri untuk membuktikan pada Rabb-nya bahwa mereka layak disandingkan, kita sebagai orangtua hanya bisa membantu dan mengawasi"

"Iya Ji..aku mengerti, sekali lagi aku meminta maaf jika putriku telah menyakiti Riyaz"

"Jangan terlalu dipikirkan Vem"

"Diminum Ji kopi nya"

Jihan menuruti apa kata sahabatnya, diminumnya kopi yang asapnya sedari tadi melambai-lambai.

"Vem.."

"Yaa ??"

"Aah tidak"

"Hey aku akan marah kalau kau menyembunyikan sesuatu, katakan saja Ji"

"Mmm kau ingat saat pertemuan pengusaha beberapa hari lalu ? Waktu itu aku..melihat mas Devan"

Seketika Vemi tercekat mendengarnya, mukanya terlihat memucat.

"D-devan ? Kau melihatnya ?"

"Iya, namun aku kurang cepat mengejarnya jadi aku kehilangan dia, tapi sungguh aku melihatnya Vem"

Past MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang