Chapter 6 - Pacar H-1

Start from the beginning
                                    

Kutolehkan kepalaku pada Angkasa yang sempat kulupakan kehadirannya. Kukulum senyumku tatkala melihat dia yang sedang asyik meniup permen karet di mulutnya. Dan entah mengapa melihatnya melakukan itu, tidak membuatku sebal seperti biasanya.

"Kenapa, lo? Terpesona sama gue, ya?"

Pipiku memanas mengetahui jika dia sadar dengan apa yang kulakukan. Aku buru-buru berdehem untuk menormalkan kecanggunganku.

"Ng-nggak. Gue cuma mau bilang makasih aja karna lo udah bawa gue kesini," ucapku beralasan. "eh, Kak, kita naik itu, yuk!"

Aku menepuk bahunya dengan satu tangan, sementara tanganku yang lain menunjuk salah satu wahana yang sepertinya asyik untuk kunaiki.

Tatapan Angkasa mengikuti arah telunjukku. "Bianglala?" tanyanya padaku. "lo kayak anak kecil tau gak. Jangan-jangan lo belum pernah naik itu sebelumnya?" lanjutnya dengan nada mengejek yang kentara.

Kukerucutkan bibirku menerima penghinaan itu darinya.

"Iya, aku emang belum pernah naik itu, masalah?" semprotku galak. "Ayo cepet!" Kutarik terus tangannya meskipun dia mengikutiku dengan enggan.

***

"Lo emang pernah naik ini sebelumnya, Kak?" tanyaku pada Angkasa seraya menikmati permen kapas yang ada dalam genggamanku.

 "Pernah lah," Aku menepuk keras tangannya saat dia dengan seenaknya mengambil sedikit permen kapasku sebelum kemudian memakannya. "karena gue dulu sering diajak almarhum orangtua gue ke pasar malem kayak gini."

Mulutku mendadak berhenti mencecap manisnya permen kapas ketika mendengar jawabannya.

"Almarhum?" gumamku pelan. "Oh, sorry, Kak, aku gak bermaksud--"

"Gak pa-pa. Udah cukup lama juga kok orangtua gue meninggal, jadi gue udah ngerasa terbiasa aja."

Aku cukup terkejut dengan mengetahui satu fakta ini. Jadi... Angkasa yatim piatu?

"Terus, selama ini lo hidup sama siapa, Kak?" tanyaku ingin tahu.

"Yah... kalo dibilang hidup sendiri, gue masih punya kakek. Tapi dibilang hidup sama kakek, gue emang hidup sendirian di rumah. Tauk deh."

"Emang kakeknya kakak dimana?"

Aku kok kesannya jadi orang yang ingin tahu sekali dengan kehidupan Angkasa, ya? 

"Lo pernah denger nama Prastiyo Adirangga?"

"Prastiyo Adirangga? Setahu gue beliau itu kan salah satu pengusaha paling sukses di negeri kita," kataku mencoba menerawang.

Tapi rasa-rasanya, kok ada yang ganjil ya?

 Prastiyo Adirangga. Prastiyo. Adirangga.

"ADIRANGGA?!" Aku langsung menoleh cepat ke arahnya. "Maksudnya... kakak cucunya Prastiyo Adirangga?!" 

Rasa terkejutku hanya dia balas dengan mengangkat bahunya.

Jadi selama ini Angkasa yang kukenal suka mengunyah permen karet dan sayang pake banget sama vespa antiknya itu cucu seorang pengusaha sukses?

Hah... dia benar-benar seperti angkasa, dengan segala kemisteriusan yang takkan pernah ada habisnya untuk dikuak.

"Ya, dia lagi di Amerika sekarang dan gue nggak tau kapan dia balik." Dia berkata dengan cueknya.

"Jadi, kakak gak tinggal bareng beliau?"

Kulihat dia mendengus sinis.

"Dia betah disana karena terlalu sibuk sama bisnisnya."

Hm, sepertinya hubungan Angkasa dengan kakeknya sedikit tidak baik, pikirku dalam hati.

"Terus, apa kalian gak pengen kumpul lagi?"

Kulihat dia menipiskan bibir sebelum berkata, "Kemungkinannya cuma dua kalo kita mau kumpul lagi. Dia yang berbaik hati kembali ke Jakarta, atau gue yang pada akhirnya nyusul dia ke Amerika."

Tubuhku menegang mendengarnya berkata seperti itu. Ada perasaan tak rela yang mendadak menelusup ketika tahu dia punya rencana untuk menyusul kakeknya ke negeri dengan patung Liberty-nya itu.

Tiba-tiba saja aku terkesiap tatkala sangkar raksasa yang kunaiki mendadak oleng. Dan karena itu, entah bagaimana caranya kini tubuhku berada dalam rengkuhan lengan-lengan kuat Angkasa.

Selama beberapa detik yang terasa begitu panjang, kami hanya saling menatap. Dan dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat jelas jika warna bola mata Angkasa adalah cokelat terang. Dia juga memiliki bulu mata yang panjang, lebat, dan melenting indah ke atas. Sebagai wanita, aku cukup iri dengan apa yang ia punya.

Aku hanya bisa terdiam kaku, bahkan aku tidak bisa melakukan apapun ketika wajah Angkasa bergerak semakin dekat ke arahku.
Melihatnya melakukan itu, membuat kedua mataku terpejam. Namun, aku langsung membukanya lagi ketika kudengar seseorang yang meneriakkan tentang solar habis dan semacamnya itu menghentikan sesuatu yang akan kami mulai.

Sesuatu yang akan kami mulai, eh? Apa??

Secepat kilat aku langsung melepaskan rangkulan Angkasa di tubuhku lalu membuang muka ke arah lain. Apapun, asal jangan melihat wajahnya. Aku maluuu!

***

Aku mengedipkan mata tak percaya mendapatkan foto Angkasa dengan permen karet yang menggelembung di mulutnya sedang mengacungkan sehelai kertas post-it berwarna biru beserta chat di bawahnya ketika aku membuka aplikasi Blackberry Messanger di ponselku.

Angkasa Adirangga : Have you slept, My Baby Lili? Bls chat gw y kalo belum.

Mengetahui bahwa Angkasa mengirimiku pesan membuatku tanpa sadar tersenyum-senyum seperti orang yang tak waras.

Libra Titania : Why? Ganggu hidup org aja lo bisanya. Udh malem jg.

Angkasa Adirangga : Tp suka kan gw chat malem2 gini? :D

Libra Titania : Dih, PD bingit lo! Udah sana tidur, bsok lo harus jmput gw y!

'Dih, aku kok kesannya kayak ngarep banget dijemput Angkasa?'

Buru-buru kuhapus kata-kata yang telah kuketik sebelumnya.

Libra Titania : Dih, PD bingit lo! Udah sana tidur, sebagai pacar sewaan yg baik, lo kan pny tugas buat jmput gw bsok.

Aku tersenyum puas. Begini lebih baik, deh!

Angkasa Adirangga : Ngarep bgt dijemput cowo ganteng ya? B-)

Kampret!

Libra Titania : Njirr, PD lo! Udh ah gw mau bomut!

Tidak ada balasan darinya lagi selama lima menit yang begitu lama. Sampai ketika kurasakan ponselku bergetar, dengan cepat aku langsung membuka pesannya yang isinya sangat mengejutkanku itu.

Angkasa Adirangga : Yaudah iya. Sleep tight y syg... ({})

Selama beberapa saat, aku hanya bergeming dengan tangan menggantung sambil memegang ponsel. Kubaca berulang-ulang kali chat terakhirnya, barangkali aku salah melihat. Tetapi huruf-huruf dilayar masih membentuk kalimat yang serupa. Dan aku meringis karena efek yang ditimbulkan masih sama. Entah mengapa jantungku berdentum dengan tempo cepat di dalam sana.

Dih, sebenarnya ada apa dengan kata 'syg' dan emoticon peluk itu? Kenapa bisa memengaruhiku seperti ini?

TBC

PACAR SEWAANWhere stories live. Discover now