Chapter 9 - Berakhirnya Perjanjian

568 30 3
                                    

Huh~ nggak nyangka udah chapter 9..

Kali ini Tara mau ucapin makasih buat yg udah setia baca & setia vote jg komen dari chapter awal. Duh, makasih banget. Cerita ini emg minim peminat, tapi Tara harus selesein apa yg udh Tara buat dong, ya. Tara masih dlm tahap belajar, dan ini jd semacam kepuasan pribadi aja.

Chapter ini chap terpanjang dr smua chap, happy reading & enjoy...

***

"Hei, udah nelfonnya?" ujarku ketika menemukan Angkasa yang tiba-tiba saja sudah berdiri tepat di sampingku. Mungkin karena aku terlalu asyik menatap ke arah lantai dansa yang sudah dipenuhi banyak pasangan sehingga kehadirannya tak disadari olehku.

Bukannya menjawab, matanya malah terfokus pada wajahku. Tatapan tajamnya menghunus dengan intens tepat di manik mataku. Rasa salah tingkah itu menjalar hingga kurasakan pipiku merona karenanya.

Jujur saja, tingkahnya itu juga membuatku megap-megap karena tiba-tiba saja kekurangan pasokan oksigen. Apalagi mengetahui bahwa ia berdiri begitu dekat denganku hingga aku bisa menghidu aroma aftershave yang maskulin dari tubuhnya.

Tiba-tiba kurasakan sesuatu melesak masuk dalam genggaman tanganku. Sebuah kertas, dan aku tahu benar itu kertas apa.Kira-kira permintaan apa darinya untukku kali ini?

Dia mendekatkan bibirnya ke telingaku. Bulu romaku berdiri merasakan hawa panas dari napasnya yang berhembus disana.

"Dance with me?"

Suara yang lebih menyerupai bisikkan yang nyaris tak terdengar di tengah riuhnya pesta diucapkan Angkasa setelahnya. Aku mengernyit saat tatapan setajam pedang yang sedetik lalu mampu mengintimidasiku itu berganti dengan tatapan sayu.

Ada apa dengan dirinya?

"Libra, wanna dance with me?"

Dia menekankan kembali pertanyaannya yang kugantungkan, karena aku begitu terhanyut dengan lamunan. Aku hanya bisa menelan ludah dengan susah payah sebelum tanpa sadar mengangguk kaku ke arahnya.

By the way, benarkah tadi dia memanggilku Libra?

Dengan cepat Angkasa meraih telapak tanganku, lantas menghelaku ke tengah-tengah banyaknya pasangan yang sedang berdansa dengan syahdunya.

Ketika sampai, aku dihadiahkan senyuman miring darinya sebelum dia meraih telapak tanganku yang bebas. Kemudian, kedua lenganku di kalungkan ke lehernya. Aku bergidik saat dia meletakkan tangannya di pinggangku setelahnya.

"Lo bisa dansa, kan?"

Aku kembali mengangguk, persis seperti boneka pegas yang biasanya menjadi pajangan di dashboard mobil. Tetapi detik berikutnya, secara spontan aku menggelengkan kepalaku cepat saat otakku kembali pada kewarasannya. Aku 'kan tidak bisa berdansa.

"Ya udah, kalo gitu ikutin gerakan gue aja."

Aku mengangguk sekali lagi dan mencoba mengikuti perintahnya.

Selama beberapa menit, kami hanya bergerak tak karuan. Dan aku kagum dengan kesabarannya ketika dia hanya diam meskipun aku terus melakukan kesalahan dengan menginjak kakinya atau salah melangkah. Aku hanya bisa memamerkan gigiku ke arahnya. Karena aku tahu, betapa emosionalnya sebenarnya dia.

Tetapi mungkin, pada hakikatnya kesabaran itu ada batasnya, sebab dia dengan tiba-tiba menghentikan gerakan kami. Kulihat bibirnya menipis membentuk garis dan matanya menyorot tajam padaku, sepertinya dia sudah tak bisa mentolerir kesalahanku lagi.

Aku menunduk menatap ujung high heels yang kukenakan, menunggu luapan kemarahan ataupun makiannya. Tetapi alih-alih mendapat keduanya, aku malah mendapati sesuatu yang mengelus lembut pipiku.

PACAR SEWAANKde žijí příběhy. Začni objevovat