Chapter 6 - Pacar H-1

580 31 3
                                    

Happy reading...

***

Lagi-lagi aku mengerang kesal ketika kutemukan Angkasa Adirangga dengan permen karet dalam kunyahan mulutnya serta ditemani dengan vespa bututnya itu sudah nangkring dengan manis di depan rumahku.

Dia lagi-lagi melambaikan satu helai kertas post-it yang kuberikan. Warna hijau kini menjadi pilihannya.

"Kencan, yuk, My Baby Lili!"

Ketika menyebut kata 'kencan', mataku langsung terfokus pada penampilannya yang jauh berbeda.

Aku mengamati dirinya dari atas hingga bawah, sedangkan dia hanya mengangkat satu alisnya melihat tingkahku.

Saat ini dia memakai kemeja lengan pendek berwarna dongker dengan bawahan jeans biru yang melekat pas ditubuhnya yang tegap. Lelaki itu sepertinya habis mencukur rambutnya karena kini dia terlihat lebih rapi dan segar. Dan tampan tentunya.

Ups, apa aku baru saja mengatakan jika Angkasa tampan?

"Maybe you mean, our real date, is it true?"

Dia hanya mengangkat kedua bahunya tanpa menjawab pertanyaanku.

 "Come on, ganti baju dan gue tunggu lo disini. Only ten minutes, Lady."

***

"Gue nggak nyangka, di tempat beginian kalo seorang Angkasa ngajak cewek kencan," kataku sambil terkekeh.

Bayangkan saja, kami saat ini berada di pasar malam, tempat yang sama sekali tak terpikirkan olehku ketika Angkasa mengajakku 'kencan'.

 "Emangnya kenapa? Lo gak suka? Disini asik kali, banyak permainan, dan yang pasti murah." jawabnya santai. "Aneh, ya? Biasanya kan cowok ngajak ceweknya kencan di mall."

"Iya, dan karna lo bukan cowok, jadi lo bawa gue kesini."

Aku tidak bisa menahan tawa dengan kalimat balasan yang kulontarkan padanya. Namun aku langsung menghentikannya beberapa detik kemudian ketika Angkasa menatap lekat ke arahku.

"Lo kenapa ngeliatin gue sampe segitunya? Gue cantik, ya?" kataku dengan percaya diri.

"Iya, lo cantik kalo ketawa kayak tadi."

Dapat kurasakan jika wajahku memanas mendengar kalimat tak terduganya.

Sialan, kenapa aku bisa tersipu seperti ini, sih, dengan banyolan Angkasa?

Aku berdehem pelan. "Jadi maksud lo, gue nggak cantik kalo lagi gak ketawa?" tanyaku, bermaksud menyembunyikan pipi meronaku dari dirinya.

"Emang. Lo kan nyebelin, apalagi kalo lagi marah, mirip medusa."

Yah, Angkasa tetaplah Angkasa. Jangan pernah berharap jika dia bisa semanis gulali. Kecuali, gulali yang diberi campuran gula bibit. Manis sih, tapi bikin sakit ujung-ujungnya.

Daripada meladeninya yang membuat umurku memendek, aku mengalihkan perhatianku ke sekeliling pasar malam ini. Dan entah mengapa... aku merasa nyaman-nyaman saja berada di tengah suasana yang ramai seperti ini. 

Aku menikmati ketika angin malam membelai tubuh yang dinginnya terasa hingga menusuk tulang, juga suara bising dari mesin-mesin diesel yang menggerakkan seluruh wahana permainan dalam waktu yang bersamaan. Atau pedagang yang menjual permen kapas warna-warni yang terlihat menggiurkan. Juga tak lupa tawa dan tangis anak-anak kecil yang terdengar seperti melodi pelengkap yang kurang sedap jika tak dijumpai di telinga.

 Aku tersenyum melihat wajah-wajah ceria dari para pengunjung yang datang. Kebanyakan yang datang adalah sebuah keluarga. Dan melihatnya... membuatku mengingat Papa dan Mama. Kira-kira, sudah berapa lama, ya, kita tidak liburan bertiga?

PACAR SEWAANWhere stories live. Discover now