Chapter 2 - Saingan Terberat

773 29 0
                                    

Selamat membaca...

***

"Lo kenapa daritadi lesu banget sih, Ra?"

Aku mendongakkan kepalaku ketika suara cempreng Kamila mengusikku yang sedang menelungkupkan kepala di atas permukaan meja kelas.

Aku menatapnya dengan ekspresi paling frustrasi yang kupunya.

"Kamilaaa," rengekku seraya langsung menyambar tubuhnya untuk aku peluk. Dia adalah satu-satunya sahabat perempuanku. Orang yang juga paling tahan dekat-dekat denganku selain Air. "gue patah hati,"

Dia menghela napas keras, tetapi tangannya balas memelukku. "Gue kan udah bilang, lo mending nyerah aja. Si doi itu udah cinta mati sama si Miss Perfect," katanya dengan menekankan kata 'doi' untuk Air dan 'Miss Perfect' untuk Sherryl. Nama palsu yang dibuatnya agar menyamarkan nama keduanya.

"Kalo gue bisa, gue juga ga mau jatuh cinta sama dia, Mil. Tapi apa mau di kata, kata orang cinta itu kan buta, jadi kita gak tau kemana hati bermuara." Jawabku sok berpuitis ria.

Kamila mendengus sinis mendengar jawabanku. "Tapi liat, lo sendiri yang mewek nggak jelas kayak gini. Cowok itu banyak yang lebih baik dari si Doi. So, move on and forget him now." Jawabnya sok inggris, padahal nilai bahasa inggrisnya lebih parah dariku.

Aku melepaskan pelukanku di tubuhnya. "Ya terus gue harus gimana? Seandainya ngelupain itu mudah seperti yang lo bilang, sedangkan tiap hari gue harus liat tampangnya dia di depan mata gue sendiri. Kata orang, move on paling efektif itu ketika dia berada jauuuuh dari kita. Lah, kalo kayak gini, gue bisa apa??" keluhku seraya menjatuhkan kepalaku ke pundaknya.

"Libra!"

Kepalaku langsung terangkat ketika suara lembut nan mendayu indah itu memanggil namaku. Ternyata dia... orang terakhir yang ingin kutemui berdiri disana. Sherryl Stefania, sang Miss Perfect yang masih terlihat cantik seperti biasanya.

Dia dengan segera mengambil kursi dan meletakannya tepat di sampingku.

"Kamu kenapa, Libra?" tanyanya seraya memegang tanganku. Dia menatapku dengan raut sedih. "Apa... apa karena aku menyetujui ajakan Air untuk menjadi pasangannya di pesta prom nanti?" tanyanya yang membuatku langsung tergeragap.

Aku menoleh pada Kamila dan kami seolah-olah berkomunikasi dan menyerukan kalimat yang sama, 'Kok dia tepat banget nebaknya?'

"Ng-nggak, kok, Sher. Gue cuma lagi ada masalah di rumah aja. Ngapain gue sedih gara-gara lo yang jadi pasangan Air di prom nanti? Gak masuk akal banget, hehe...," Aku tersenyum garing padanya, sedangkan dia menatap lekat ke arahku.

"Ra, aku bakal mengganti pasanganku kalau kamu nggak suka. Kamu yang lebih dekat dengan Air, jadi sudah seharusnya jika kamu yang mendampinginya di prom nanti."

Aku hanya bisa mematung sekaligus memaki di dalam hati mendengar nada tulusnya. Inilah yang paling membuatku benci. Aku selalu merasa kerdil jika berada didekatnya.

Jika kau berharap jika julukan Miss Perfect yang Kamila buat hanyalah nama sindiran belaka, maka jawabannya adalah kau salah besar. Karena seorang Sherryl Stefania benar-benar sempurna dalam arti yang sebenarnya. Selain populer dan menyandang gadis tercantik sekaligus terpintar di sekolah, juga latar belakang keluarganya yang menyandang gelar 'darah biru', hatinya juga selembut malaikat. Benar-benar pantas jika disandingkan dengan seorang Airlangga Putra.

Apalah seorang Titania Libra ini jika dibandingkan dengannya?

Aku hanya seorang gadis yang biasa saja. Sederhana, tak secantik Lily Collins ataupun Megan Fox. Aku tak cukup populer kecuali di ekskul Kepramukaan. Prestasi akademikku juga tidak ada yang patut dibanggakan. Aku cukup bersyukur raporku tidak terlabeli tinta merah di setiap semester. Orang tuaku terbilang mampu, tapi hanya sebatas itu.

Dalam kehidupan sosial, aku termasuk orang yang pandai bergaul, tetapi tidak ada yang sanggup berlama-lama denganku. Mereka selalu menganggapku teman yang membosankan karena lebih senang bercengkrama dengan hal-hal yang membosankan juga. Seperti buku, novel, tongkat PBB, bendera semaphore, morse dan tali. Hanya Air dan Kamila yang sanggup berteman bahkan bersahabat baik denganku hingga saat ini.

Aaahh, betapa tidak adilnya dunia ini, bukan?

Aku selalu berharap jika orang ketiga seperti Sherryl mendapatkan peran antagonis seperti dalam novel ataupun sinetron. Dimana dia memiliki perangai yang buruk dan jahat. Sedangkan aku adalah Si Seri yang selalu bisa mengalahkannya. Tetapi, untung tak dapat diraih dan malang tak dapat ditolak. Sepertinya, akulah sang pemeran antagonis, di drama yang kubuat sendiri.

"Nggak, Sher, gue sama sekali gak ada masalah sama siapa pasangan Air di prom nanti. Gue beneran cuma lagi ada masalah di rumah," kataku mencoba meyakinkannya. "lagian, gue udah ada pasangan buat ke prom nanti. Lo tenang aja,"

Entah kebohongan apa yang sudah ku katakan. Yang pasti, kurasa jawabanku cukup tepat karena kulihat kelegaan terpancar dari wajahnya.

"Kamu serius? Siapa?" tanyanya dengan mata berbinar. Dia memang bukan penyembunyi perasaan yang baik. Aku tahu jika dia juga menaruh rasa pada Air. Jika tidak, dia tidak mungkin terus-terusan menyambangi kelas kami kecuali untuk bertemu dengan seorang Airlangga Putra.

Aku menelan salivaku dengan susah payah sebelum menjawabnya. "Masih rahasia. Ntar lo juga tahu, Sher,"

Tuhaaan, maafkanlah hambamu ini!

"Kok main rahasia-rahasiaan gitu? Siapa pasang--"

Kumohon, datangkan penyelamat untukku!

"Sher, lo dipanggil Pak Surya tuh di ruang guru."

Oh, syukurlah!

Siapa? Siapa? Siapa yang telah menyelamatkanku? Aku harus memberikan sesuatu nanti padanya karena telah menyelamatkanku.

Sherryl menolehkan kepalanya kepada siswa yang tadi menginterupsi perkataannya.

"Oke, thanks, ya," ucapnya sebelum memusatkan perhatiannya padaku lagi. "Hm, sayang sekali. Selamat, kamu lolos, Ra. Aku menunggu pasanganmu di pesta prom nanti. Sampai nanti, Ra, Mil," katanya seraya bangkit dari posisi duduknya dan berlalu dari hadapanku.

Aku memerosotkan tubuhku dan bernapas dengan lega.

"Lo gila, Ra?"

Aku langsung menolehkan kepalaku. Sempat terlupa olehku jika ada Mila yang masih setia duduk disampingku.

"Gue gak ada pilihan, Mil. Lagipula, kalimat itu terlontar gitu aja dari mulut gue." Aku mencoba beralibi.

"Ya tapi liat apa yang udah lo lakuin. Siapa yang bakal lo gandeng di acara prom nanti?"

Tidak usah ditanya, aku juga memikirkan hal itu sedari tadi.

"Masalah itu biar gue urus nanti, Mil. Yang pasti, gue mau nenangin diri dulu. Otak gue mumet banget mikirin kejadian ini."

"Oke. Tapi nanti lo cerita sama gue ya, Ra?"

"Gue janji."

TBC

PACAR SEWAANWhere stories live. Discover now