Protocol: Overridden

15 5 0
                                        

Setelah kehancuran hebat, Binar Xaviera terbungkus dalam selimut tebal yang diberikan Bevan, terbaring di kasur kamarnya. 

Bevan duduk di sampingnya, menjaga jarak fisik yang krusial untuk tidak memicu trauma PTSD Binar. Namun, jarak emosional mereka telah hilang total.

Binar tidak lagi menangis hebat. Yang tersisa hanyalah isak tangis yang lemah, suara yang terdengar seperti pecahan kaca.

"Aku... aku nggak mau jadi korban lagi, Van," Binar berbisik, suaranya teredam oleh selimut.

 "Aku nggak mau mereka lihat betapa jijiknya aku. Aku nggak mau mereka tahu Papa aku... Papa aku nggak ada karena... karena mama milih yang lain."

Rasa malu Binar atas trauma Paman bercampur dengan rasa sakit karena pengkhianatan Mama. Beban ganda ini membuat Binar benar-benar rapuh.

Bevan hanya mendengarkan, wajahnya tegang. Ia melihat Binar yang asli, Binar yang ansos dan takut sedang mencoba bersembunyi di dalam selimut.

Aku adalah Anchor. Tugasku adalah menstabilkan. Tugasku adalah menjaga protokol.

Selama delapan tahun, protokol Bevan sangat jelas:

1. Tidak sentuh. Kecuali pinggang di depan umum sebagai klaim kepemilikan aset.

2. Tidak emosi. Hanya logika dan strategi korporat.

3. Tidak melanggar batas friendzone. Karena friendzone adalah safe zone mereka dari chaos romantis.

Tiga protokol ini adalah yang membuat hubungan mereka stabil, tetapi juga yang membuat Binar merasa tidak dicintai, hanya dilindungi.

Melihat Binar yang kini hanya rintihan rapuh, Bevan tahu protokol itu harus dilanggar. Logika bisnis tidak bisa menyembuhkan hati yang hancur.

Bevan Garendri mencapai breaking pointnya.

Binar menggeser tubuhnya sedikit, mencoba menyentuh kaki Bevan. "Van... lo nggak usah di sini. Lo pasti jijik lihat gue kayak gini. Lo pasti jijik lihat Binar yang asli."

Pengakuan itu, bahwa Binar takut Bevan jijik melihat kelemahannya, memicu respons emosional yang selama ini ditahan Bevan. 

Itu adalah ketakutan yang Bevan sendiri tahu persis.

Bevan melihat tangannya yang selama ini hanya digunakan untuk mengetik kode, menandatangani kontrak, dan memegang kendali. 

Tangannya tiba-tiba terasa kosong dan tidak berguna jika hanya untuk menyusun briefing psikiater.

Sialan. Logika tidak bisa menanggapi ini.

Bevan berlutut di lantai, melanggar semua jarak fisik yang ia pertahankan. Ia mendekat, tangannya terulur.

"Lihat aku, Binar," perintah Bevan, suaranya gemetar untuk pertama kalinya.

Binar mengangkat wajahnya yang basah. Matanya memancarkan ketakutan akan sentuhan yang Bevan yakini akan ia berikan.

Bevan menerobos masuk, melanggar batas fisiknya.

Bevan tidak menyentuh Binar dengan gentle atau perlahan. Ia memeluk Binar, bukan hanya memeluk, tetapi memeluk dengan sekuat tenaga, seolah ia mencoba menyatukan kembali semua pecahan Binar yang hancur.

 Ia memeluk Binar, selimut, dan semua keputusasaan Binar.

Ini adalah pelukan protektif mutlak. Pelukan yang Bevan tahan selama delapam tahun.

Binar tersentak. Seluruh tubuhnya menegang. Sentuhan fisik yang tidak ia inginkan muncul, dan naluri trauma flashnya langsung berteriak: LARI!

"Lepasin! Jangan sentuh! Jangan!" Binar meronta, memukul dada Bevan dengan lemah. "Gue nggak mau! Lo sama aja sama Paman! Lo—"

"Aku bukan dia!" Bevan memotong, suaranya keras, bergetar, dan penuh emosi yang ia biarkan meledak. 

"Aku Bevan. Aku Anchormu! Kamu boleh membenciku, Binar, tapi aku tidak akan melepaskanmu."

Bevan mengeratkan pelukannya, mengabaikan rontaan Binar, memaksa Binar untuk merasakan perbedaan antara sentuhan kekuatan Paman dan sentuhan perlindungan Bevan.

"Kamu tidak kotor. Kamu tidak menjijikkan. Kamu adalah aset paling berharga yang aku punya. Aku tidak peduli dengan witty atau charmmu. Aku peduli dengan Binar yang takut ini," Bevan berbisik di telinga Binar, kata-katanya penuh urgensi.

"Aku melanggar protokol. Aku melanggar friendzone. Tapi ini adalah satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa aku adalah Anchor sejati. Anchor yang tidak akan melepaskanmu, bahkan saat kamu berusaha menghidariku."

Binar terus meronta, tetapi di tengah rontaan itu, ia menyadari sesuatu. Pelukan Bevan adalah kekuatan yang stabil, bukan kekuatan yang mengancam. 

Tubuh Bevan yang kokoh, jantungnya yang berdebar kencang, adalah satu-satunya hal nyata yang ia rasakan di tengah trauma flashnya.

Perlahan, rontaan Binar melemah. Air matanya terus mengalir, tetapi ia kini membenamkan wajahnya di dada Bevan. 

Ia tidak lagi memukul, ia kini mencengkeram kemeja Bevan dengan erat.

"Van... gue takut... gue nggak mau," isak Binar, menyerah pada kekuatan pelukan Bevan.

"Aku tahu," Bevan berbisik, memeluknya lebih erat. "Kamu aman. Aku di sini."

Pelukan itu berlangsung lama. Hingga Binar tidak lagi meronta, hanya menangis dalam diam.

[Inner Monologue Bevan]

Aku melanggar janji. Aku melanggar batas. Tapi jika melanggar batas adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Binar dari dirinya sendiri, maka aku akan melakukannya seribu kali. Aku tidak peduli dengan cemburu Rendra. Aku tidak peduli dengan chaos PR. Aku hanya peduli dengan Binar yang ada di pelukanku ini. Dia bukan aset. Dia adalah jantungku. Dan aku akan mempertaruhkan segalanya untuk menjaga jantungku tetap berdetak.

Bevan mengangkat wajah Binar. Ia menatap Binar, matanya memancarkan kehangatan yang Binar tidak pernah lihat.

"Dengar, Binar. Mulai sekarang, game kita bukan lagi friendzone," Bevan berkata, suaranya tegas. 

"Aku tidak tahu apa nama hubungan ini, tapi itu jauh lebih dari partner strategis. Kamu tidak boleh lari dariku lagi. Dan kamu tidak boleh berbohong tentang perasaanmu. Jika kamu merasa chaos, kamu harus bicara, bukan menciptakan witty comeback."

Binar mengangguk lemah, terlalu lelah untuk berdebat.

Bevan menyeka air mata Binar dengan ibu jarinya. "Besok pagi, kamu akan pergi ke terapi. Aku tidak akan memaksamu bicara, tapi kamu akan pergi. Dan aku akan menemanimu. Aku akan menunggu di luar. Aku akan menjadi Anchormu untuk Penyembuhan."

Bevan menatap Binar, dan untuk pertama kalinya, ia tidak menyembunyikan posesifnya.

"Aku membiarkanmu flirty dengan Rendra karena aku pikir itu hanyalah game manja. Tapi sekarang, aku serius. Jangan pernah lagi mengancam untuk pindah anchor. Karena aku akan menghancurkan siapa pun yang berani mengambilmu dariku. Paham?"

Binar tersenyum tipis, senyum yang sangat rapuh. "Paham, Anchor. Lo... lo beneran Anchor."

Bevan akhirnya mencium kening Binar, bukan ciuman romantis, tetapi segel janji dan klaim kepemilikan atas jiwa Binar yang hancur.


don't forget to hit follow, vote and comment, souledate! >.<

FATAL ALLUREWhere stories live. Discover now