Side Story Bab 9 : Ke Mini Market Bareng

118 6 2
                                        

Dia menyilangkan lengannya dengan erat, bibirnya menegang seolah hendak tertawa cekikikan. Pria itu, dengan lengan melingkari tudungnya, dengan enggan mengenakan kembali pakaiannya.

"....."

"Apa kau menyukainya?"

"Besar, um, uh."

"...."

"Baiklah, ehm, haruskah kita pergi sekarang?"

Orang-orang di dunia, datanglah ke sini dan lihatlah karakter utama di dalam game. Pria itu mengenakan sesuatu yang belum pernah kalian lihat sebelumnya, cukup membuatku ingin berteriak keras. Sebenarnya, bukan berarti pakaian itu tidak cocok untuknya. Mungkin karena kulitnya memang pucat, dia terlihat cocok dengan warna apa pun, dan bahkan hoodie biru langitnya pun sangat cocok dengannya.

Hanya saja kita terbiasa melihatnya pakai jas, makanya saat dia memakai hoodie warna ngejreng, rasanya agak lucu.

"Yah."

Aku pergi dengan Lee Je-hee yang kesal di belakangku, tapi sebelum membuka pintu depan, aku berbalik. Aku menghampiri pria itu, yang masih menatapku dengan tatapan bertanya, lalu mengulurkan tangan.

Kemudian, setelah cepat-cepat memakai topi, aku menariknya. Aku menarik tali yang mencuat dari sisi-sisi tudung. Kekuatan tak terduga itu menyebabkan tubuh bagian atas pria itu condong ke depan, dan aku mengikat talinya. Pita cantik melingkari dagunya. Aku sangat puas.

"Jangan lepaskan ini."

"Memang kenapa?"

"Pokoknya, jangan melepasnya. Dengan ini, Orang-orang tidak akan mengenalimu. Apa kau gak tau betapa gak nyamannya berjalan di luar sana sambil di pelototin banyak orang?"

"Apa itu yang mengganggumu setiap kali aku mengajakmu keluar?"

Lee Je-hee, yang hendak mengangkat tangannya untuk melepaskan simpul yang seperti pita itu, berhenti bergerak. Pria itu, yang tatapannya turun melalui tudung bundar ketat yang menutupi wajahnya, mendesah panjang. Perlahan, ia menegakkan punggungnya dan meletakkan tangannya di bahuku tanpa izin.

"Apa?"

"Aku akan pergi seperti ini."

"Apa? Kau yakin?!"

"Tentu saja. Lagipula orang-orang tidak akan mengenaliku, jadi ini tidak apa-apa."

"Siapa bilang tidak apa-apa?"

"Berhentilah berdebat!" Dia tidak sanggup mengucapkan kata-kata itu. Sekarang aku mengerti apa yang dikatakan, Lee Jehee. Bibirnya terangkat ke atas.

"Kenapa? Kau Malu? Katanya ini seleramu."

"Kapan aku pernah malu? Itu karena postur tubuhmu."

"Memangnya kenapa dengan postur tubuhku? Setidaknya Kita tidak berpelukan, berciuman, atau pegangan tangan dijalanan, jadi ngapain malu?"

"...."

Aku terpaksa berjalan menuju tangga duluan, berpegangan pada lengan pria itu, tanpa bisa mengucapkan kata apapun. Apa ini yang namanya karma? Kurasa aku terlalu sering mengucapkannya. Sialan.

___________________________________________

Mungkin karena malam, anginnya sejuk. Pemandangan Seoul setelah gelap berbeda dari yang kuingat, tetapi tetap terang dan indah. Lampu-lampu jalan dan cahaya yang berasal dari gedung-gedung rendah, yang berdiri secara berkala, memancarkan perasaan megah alih-alih takut, meskipun sudah larut malam.

Terlebih lagi, dengan Lee Je-hee tepat di sebelahku, bagaimana mungkin aku takut berjalan di malam hari? Aku hanya takut seseorang mungkin mengenalinya. Dan kemudian ada aku, tepat di sebelahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Creating A Hidden Ending Ending + Side StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang