Side Story Bab 8 : Meminjam Baju Seonwoo

Start from the beginning
                                        

"Tapi aku tidak tahu apa akan ada celana yang pas."

"......Sepertinya bukan cuma masalah celana."

"Apa yang kau bicarakan?"

Aku memalingkan kepala dari memeriksa pakaian yang tertata rapi di gantungan baju. Aku bertanya apa maksudnya ketika dia bilang sepertinya bukan cuma masalah celana, tapi tanpa kusadari, pandanganku langsung gelap total.

"Apa yang kau bicarakan?"

Sebuah suara licik dan penuh tanya menggema dari atas kepala yang berbayang. Bahunya yang lebar dan dadanya yang tebal, seolah bisa menutupi seluruh tubuhku, terasa mengancam. Apa dia sebesar ini?

"Apa kau jadi bingung karena tubuhmu lebih besar dariku?"

"Itu tidak mungkin. Tapi bukannya itu 'aneh'?"

"Oh! Aku bermaksud membantumu dengan niat baik, tapi apa? Kau agak kasar, Yah?"

Bahkan bagiku, suara itu terdengar sangat dibuat-buat seakan aku lagi tersinggung. Sepertinya dia tidak menyukai baju-baju yang ada di lemariku, jadi aku mencoba mencari lagi.

"Apa kau tidak punya baju kaos merah atau semacamnya? Atau mungkin baju dengan warna netral?"

Percikan api tampak beterbangan dari mataku, sambil mencari pakaian yang cocok untuknya. Saat aku sedang putus asa mencari sesuatu untuk dia kenakan, sesuatu tiba-tiba jatuh di bahuku.

"......Ada apa?"

"Berganti pakaian."

"........"

Benda yang menggantung di bahuku adalah jaket jas yang dikenakannya. Jaket itu begitu longgar sehingga rasanya seperti akan jatuh dari bahuku kapan saja, jadi aku meraihnya. Entah bagaimana itu melukai harga diriku dan aku mengangkat mataku. Pria yang baru saja membuka kancing rompinya menggigit bibirnya seolah berusaha menahan tawa. Meski begitu, masih ada sedikit tawa di matanya yang panjang dan sipit.

Aku tahu kenapa dia tertawa. Jaket jas yang dipegangnya dengan kedua tangan terlalu besar. Kupikir satu-satunya perbedaan adalah tinggi badan, tetapi tubuhnya tidak jauh berbeda... Aku yakin aku telah tertipu oleh wajah itu. Wajah pucat dengan garis-garis halus yang membuatku melupakan otot-otot padat di bawahnya.

"Gimana kalau kau pulang saja? Aku akan pergi ke minimarket sendirian."

"Tidak. Aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi mulai sekarang, jadi biarkan aku ikut denganmu."

"....."

Haruskah aku pergi bersamanya atau tidak? Aku menatapnya dengan tatapan khawatir di mataku, lalu mendesah panjang. Seolah ingin memberikan kepastian sejenak, aku melepas jaket yang menggantung di bahuku dan menggantungnya di gantungan baju. Kemudian, rompi, yang sudah dia lepas, diserahkan kepadaku. Setelah menggantungnya dengan rapi, aku memeriksa untuk melihat apakah ada pakaian yang bisa dia pakai, tetapi suara yang sangat mengagetkan datang darinya. Swish, swish. Aku melirik, mengikuti suara itu, dan melihatnya melonggarkan dasinya. Dia telah membuka dua kancing yang telah diikat sampai ke lehernya, dan dia juga melepas kancing manset di lengan bajunya... Ini terasa aneh.

Rasanya aneh hanya mendengar suaranya, jadi aku memfokuskan pandanganku pada pakaian-pakaian itu. Sebuah derit plastik berderit dari laci di bawah gantungan baju. Itu baju baru, terbungkus plastik bening, tersembunyi di balik mantel panjang. Apa? Sebenarnya, lemari ini bukan milikku, dan orang yang mengisinya adalah Yeon Seon-woo yang lain. Aku menghabiskan waktu berhari-hari hanya untuk mencari tahu di mana letak baju-baju yang tidak kusuka. Kupikir aku sudah terbiasa, tapi kemudian aku menundukkan kepala ke arah baju baru dan mengambilnya. Aku merobek bungkus plastiknya dan mengeluarkan isinya: sebuah hoodie biru langit dengan tudung.

"Hah?"

Saat aku membuka lipatan baju-baju itu, aku tahu kenapa Yeon Seon-woo meninggalkannya di sana. Hanya dengan melihatnya saja, baju-baju itu terlalu besar untukku. Hal yang sama berlaku untuk Yeon Seon-woo yang lain.

"Hmm....."

Akan lebih baik jika warnanya kuning atau merah muda. Dia sepertinya lebih suka warna netral, makanya tidak terlalu sering menggunakan baju dengan warna cerah. Lalu, aku menyerahkan baju itu kepada seorang pria yang hanya mengenakan kemeja putih dan celana panjang.

"Cobalah."

"......Ini?"

"Memangnya kenapa?"

"....."

Pria itu, mulutnya terkatup rapat mendengar komentar ku, diam-diam menerima hoodie itu. Namun, ekspresinya jelas menunjukkan ketidaksenangannya.

"Kau tau...."

"Kalau kau tidak memakai itu, aku tidak akan pergi denganmu."

"......Kurasa lebih baik pakai saja jas itu daripada memakai ini."

"Memangnya kenapa? Kau nggak suka bajuku? Bisakah kau menghargai seleraku?"

"Jelas kau menahan tawa."

Setidaknya aku masih butuh waktu yang panjang untuk terbiasa dengan semua ini.

Creating A Hidden Ending Ending + Side StoryWhere stories live. Discover now