Side Story Bab 8 : Meminjam Baju Seonwoo

Start from the beginning
                                        

Dengan tekad yang begitu kuat, aku tidak bisa meninggalkan ruang konseling untuk sementara waktu.
___________________________________________

Sambil mengusap perutku dengan linglung, aku menoleh untuk melihat jam tanganku. Jarum jam telah melewati angka sepuluh, menandakan sudah larut malam.

"Aku agak lapar...."

Itu karena aku makan malam yang buruk. Gara-gara Lee Je-hee yang tiba-tiba menghampiriku dengan begitu serius, aku hampir tidak makan malam, dan perutku terasa kosong. Aku ragu sejenak, mengingat malam yang canggung itu. Lalu, tanpa ragu, aku berdiri dan meraih dompet serta mantelku. Camilan larut malam selalu yang paling enak, dan bir yang dipasangkan dengannya selalu yang paling menyegarkan. Kalau sudah begini, aku akan pergi ke minimarket dan membeli beberapa camilan dan bir, mengisi perutku, dan tidur dengan nyenyak.

Dengan pikiran ingin menikmati camilan larut malam yang menyenangkan, aku membuka pintu depan dengan paksa. Tiba-tiba, dengan timing yang tepat, suara pintu terbuka dari pintu sebelah membuatku menoleh. Bagaimana dia tahu dan keluar di waktu yang tepat? Begitu aku keluar pintu, aku menatap kosong ke arah Lee Je-hee, yang baru saja datang menghampiriku. Dia mengamatiku dan bertanya.

"Mau ke mana?"

"......Eh, mau ke minimarket yang ada di depan....."

"Bagus. Aku aku juga mau kesana, jadi ayo kita pergi bersama."

"........"

Apa ini benar-benar kebetulan? Bahkan Lee Je-hee masih mengenakan setelan yang sama seperti yang ia kenakan saat bekerja. Tatapan yang sama yang membuatku gelisah sepanjang sore.

"Apa kau benar-benar... mau pergi ke minimarket?"

"Ya."

"Kalau begitu setidaknya ganti bajumu dan keluarlah. Apa itu? Minimarket macam apa yang mau kau kunjungi dengan pakaian seperti itu?"

Pria yang sedari tadi mengamati penampilannya sendiri saat mendengar komentarku, memasang tatapan yang menunjukkan bahwa ia tidak tahu apa masalahnya. Sungguh absurd namun begitu imut sehingga aku tak bisa menahan tawa.

"Siapa yang pergi ke minimarket di depan rumah seperti itu? Apa kau tidak punya pakaian santai?"

"......tidak ada."

"Tidak ada?"

"Ya."

"Apa kau tidak punya baju olahraga atau hoodie yang nyaman?"

"Ya."

"......Apa yang kau lakukan dengan uang hasil jerih payahmu?"

"....."

Pria yang selalu menjawabku tanpa gagal itu tetap diam, mulutnya terkatup rapat. Tatapannya yang sedikit menunduk dipenuhi rasa jengkel, dan aku tahu dia merasa situasi ini absurd. Ketika aku melihat hal-hal seperti itu, kupikir dia agak pemarah. Meski begitu, dia hanya kucing yang lucu.

"Kau boleh pinjam pakaianku"

"......ya?"

"Masuklah. Aku akan meminjamkanmu beberapa milikku."

Aku membuka pintu depan lagi dan memberi isyarat ke arahnya. Ekspresi kosongnya begitu imut sehingga aku tersenyum, dan dia perlahan masuk ke pintu. Ekspresinya masih tampak tidak mengerti apa yang kukatakan, tetapi caranya datang begitu cepat atas perintahku begitu lucu sehingga aku tidak bisa berhenti tertawa.

Dengan tangan terkepal menempel di bibirku, aku membuka pintu kamar kecil yang kami gunakan sebagai lemari. Suara langkah kaki mengikutiku membuatku sulit menahan tawa.

Creating A Hidden Ending Ending + Side StoryWhere stories live. Discover now