Chapter 44 (Part 1)

Comincia dall'inizio
                                    

"Maaf. Maaf." Chanyeol menangis, lalu menyeka air matanya yang jatuh diatas pipi Baekhyun. Ia menempelkan pipinya dengan pipi Baekhyun, mencengkram bahu namja kecil itu kuat-kuat. "Jangan lupakan aku. Maafkan aku."

Kyungsoo datang menghampiri Chanyeol yang berlutut di halaman rumahnya dengan mata berkaca-kaca. Ia ikut berlutut di depan Chanyeol sebelum ikut menitikkan air mata pertamanya sambil menatap Baekhyun. Ketika Chanyeol menatapnya parau, ia tahu apa yang harus ia lakukan. Chanyeol meremas rambutnya ketika Baekhyun berpindah ke rengkuhan Kyungsoo.

"Pergi." Kyungsoo menyeka air mata nya kasar. "Pergi. Jangan kembali. Pergi sebelum ia menyadari apa yang sedang terjadi."

Chanyeol masih menangis, berusaha menghatur nafasnya ketika ia hendak menyentuh rambut Baekhyun, namun tangan Kyungsoo menepisnya. "Kubilang pergi! Jangan menyentuhnya! Bawa mobilmu pergi dan jangan kembali!" Jerit Kyungsoo marah. Dengan kesadaran yang tidak lengkap, Chanyeol bangkit dari tanah dan berbalik menuju mobilnya. Tak lupa menatap Baekhyun parau ketika hendak memasuki mobil. Kyungsoo masih menatapnya tajam, meskipun jari-jarinya menenggelamkan Baekhyun ke dadanya. Hatinya terasa sakit bahkan ketika memikirkan perasaan sahabatnya kelak.

Chanyeol menutup pintu pengemudi lalu meninju setirnya marah. Dengan kasar ia menghidupkan mesin tanpa menghatur nafas pendeknya. Chanyeol memutar mobilnya dengan cepat, meninggalkan rumah Kyungsoo dengan hati yang tercabik-cabik. Setelah ini ia mungkin menyesal, setelah ini ia mungkin menangis lagi.

.

"Besok?" Luhan menatap tiket di tangannya tidak percaya. Ia lalu mengangkat kepalanya, bertemu dengan mata ibu Sehun yang datar. "Bukankah itu terlalu cepat?" Tanyanya memastikan.

"Lebih cepat lebih baik. Sesuai perjanjian kita, kau hanya perlu kembali ke Beijing untuk beberapa tahun. Setelah Sehun mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan, kau boleh kembali." Ucap Nara datar. Masih belum menampakkan kesempatan untuk bernegoisasi.

Luhan kembali menatap tiket pesawat di tangannya sambil tersenyum kecil. "Apa bahkan ia masih mengingatku pada saat itu?" Gumamnya pelan, tiba-tiba ingin meneliti tiket di tangannya. "Baiklah, terima kasih, bu." Luhan membungkuk.

Nara masih terdiam ketika pemuda berambut cokelat pekat itu berbalik dan berjalan menjauh, hingga sosoknya menghilang di telan lift rumah sakit. Ia menghela nafas berat, menyadari betapa jahatnya ia pada putra bungsunya. Sehun pasti sangat tertekan sekarang.

Namun ia tidak bisa membiarkan Sehun kembali terlena dengan sebuah perasaan main-main. Sehun sudah seharusnya mendapatkan haknya sebagai putra dari Seo Jun sekarang. Jika perusahaan pusat sudah mutlak jatuh ke tangan Chanyeol, setidaknya Sehun memegang salah satu cabang. Dan untuk itu, ia butuh waktu ekstra untuk belajar dan mengejar gelar sarjana.

Ia tahu bahwa dirinya terlalu dini untuk memikirkan hal-hal ini, namun cepat atau lambat kedua putra nya akan tumbuh. Ia harus mempersiapkan semuanya dari sekarang.

.

Seo Jun tersenyum ketika perawat-perawat itu mulai melepas beberapa alat medis di tubuhnya. Semenjak kemarin, detak jantungnya kembali normal dan ia diperbolehkan untuk melepas masker oksigen. Ia tidak tahu apa ini berkat Nara, atau karena pembicaraannya dengan Nara. Namun jelas, wanita itu berperan penting dalam kesehatannya.

Beberapa menit setelah para perawat meninggalkan ruangannya, dokter Kim yang menanganinya selama berada di rumah sakit memasuki ruangan dengan wajah cerah. Melihat itu, Seo Jun ikut tersenyum meski ia tak tahu apa penyebab dokter muda itu datang ke kamar rawatnya.

"Bagaimana kabar anda hari ini, tuan?" Tanya dokter muda itu dengan aksen yang cukup mengesankan. Malah, ia bertanya sambil memeriksa berkas yang tadinya diletakkan di meja nakas samping ranjang.

[ChanBaek] TroublemakerDove le storie prendono vita. Scoprilo ora