Wajah Elisia memerah. Belum pernah ada yang melawannya dengan logika seabsurd tapi sekuat itu. Ia menatap Galaksi, menunggu pembelaan.
"Galaksi, lo biarin mereka bicara seenaknya ke gue?"
Galaksi menatapnya dingin, lalu berkata pelan tapi tegas. "Mereka nggak seenaknya. Mereka ngomong sesuai fakta. Dan gue bersyukur, karena mereka melindungi investasi paling berharga dalam hidup gue."
Elisia terdiam, lalu menarik binder-nya dengan rahang tegang dan pergi meninggalkan kantin, tak menyangka dinding pertahanan Galaksi kini diperkuat oleh rasa tulus yang tak bisa ia kontrol.
Malamnya, suasana di basecamp geng Galaksi berubah tegang. Gavin, Fairel, dan Arzan sudah menahan diri cukup lama, tapi kini mereka merasa Galaksi mulai kehilangan keseimbangan antara cinta dan tanggung jawab.
"Gue harus ngomong ini, Gal," ucap Gavin to the point. "Gue senang lo jadi lebih manusiawi. Tapi lo mulai kebablasan."
"Maksud lo?" tanya Galaksi datar.
"Laporan sponsor acara amal lo tunda tiga hari, karena nemenin Fiona nyari bahan seni. Dulu lo nggak kayak gini. Kita tim, Gal. Lo kaptennya. Lo nggak bisa bilang cinta penting kalau lo ninggalin tanggung jawab utama."
Fairel menimpali serius. "Gavin bener. Bahkan Arzan hampir dimarahin Bu Mella karena lo nggak datang rapat OSIS. Lo bilang sibuk nenangin Fiona habis ribut sama Elisia."
Arzan, yang biasanya santai, akhirnya ikut bicara. "Kita nggak nyalahin lo karena jatuh cinta, Gal. Tapi lo janji ke kita, lo bakal tetap rasional. Nyatanya, sekarang lo malah makin emosional."
Galaksi terdiam. Ia tahu mereka benar. Tapi ia juga menanggung tekanan besar dari ayahnya dan Elisia yang terus menguji keteguhannya.
"Kalian nggak tahu gimana rasanya ditekan Papa gue," suaranya meninggi. $Dia ngancam Fiona. Gue cuma mau buktiin gue nggak lemah!"
"Dan cara lo buktiin itu dengan ngorbanin kita?" balas Gavin tajam. "Kita juga punya beban, Gal! Tapi lo malah ninggalin kita demi Fiona. Lo nggak seimbang!"
"Fokus gue sekarang lebih besar dari sekadar laporan, Gav! Fokus gue Fiona! Karena dia dunia gue!" seru Galaksi.
Gavin tertawa sinis. "Dunia lo? Dulu dunia lo cuma jadwal dan target. Sekarang lo buang kita demi cewek. Lo nggak berubah, Gal. Lo cuma ganti program dari Evanza jadi Fiona!"
Kata-kata itu seperti belati yang menacap di dada Galaksi. Ganti program. Kalimat yang paling ia takuti.
"Tarik ucapan lo!" desisnya, mengepalkan tangan.
"Kenapa? Itu kenyataan! Lo cuma tahu dua mode hidup, robot atau bucin! Nggak pernah tahu artinya keseimbangan!"
Dan saat itu juga—
BUG!
Tinjuan Galaksi mendarat di rahang Gavin.
Gavin membalas, dan dalam sekejap ruangan itu berubah jadi ledakan emosi. Fairel dan Arzan buru-buru melerai.
"Cukup! Stop, kalian berdua!" teriak Arzan.
Galaksi terengah-engah, rahangnya menegang, dan sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Gue pergi," ucapnya dingin sebelum meninggalkan basecamp.
Gavin terdiam, darah menetes di bibirnya. Fairel menatapnya kecewa.
"Gav, lo keterlaluan."
Gavin hanya menatap pintu yang baru tertutup.
"Harus ada yang nyadarin dia. Cinta nggak boleh jadi alasan buat ngerusak semua yang udah kita bangun."
Galaksi menyetir tanpa arah, pikirannya kacau. Kata-kata Gavin terus bergema: Lo cuma ganti program. Ia berhenti di pinggir jalan dan menelpon Fiona.
"Fi, aku... aku butuh kamu," suaranya nyaris pecah.
"Gal? Kamu kenapa?" Fiona terdengar panik.
"Aku berantem sama Gavin. Dia bilang aku cuma ganti program. Aku kira aku udah berubah, Fi... tapi ternyata belum."
"Gal, denger aku," suara Fiona lembut tapi mantap. "Kalian berdua sama-sama benar. Mereka meminta penjelesan tentang tanggung jawab kamu, dan kamu tentang ketulusan kamu. Bukan kamu nggak ganti program, tapi kamu lagi membangun sistem baru yang seimbang. Proses itu butuh waktu, Gal."
Terus aku harus gimana?"
"Pulang dulu, istirahat. Besok, kita buat Rencana Keseimbangan. Kita tunjukkin ke semua orang—Gavin, Papa kamu, bahkan Elisia bahwa Galaksi yang bucin bisa jadi pemimpin yang lebih kuat. Kita padukan antara logika dan hati."
"Jadi... jadwal yang efisien sekaligus manusiawi?" tanya Galaksi, mulai tenang.
"Ya," jawab Fiona. "Cinta dan disiplin bisa berjalan bareng, Gal. Aku bakal bantu kamu."
Dan malam itu, untuk pertama kalinya, Galaksi benar-benar paham:
Perang terbesarnya bukan melawan Elisia, bukan melawan ayahnya, melainkan melawan dirinya sendiri.
Ia menyalakan kembali mesin mobilnya, mengarahkan pandangan ke depan, dan bertekad memulai bab baru: Perang Keseimbangan, bersama Fiona di sisinya.
~ TO BE CONTINUED ~
🌼🌼🌼🌼
Jangan lupa kasih bintang ya, bestie😝
Klik vote, kasih komentar seru, dan ceritain pendapatmu! Komentar dari kalian aku bacain satu-satu lho👀💬
Waktunya polling yuuk, bestiee
YOU ARE READING
Plot Twist
Teen FictionCerita ini beralur maju dan penyelesaiannya cepat! *** Fiona Raeva Quinn dikenal sebagai Drama Queen sekolah-bukan karena suka lebay, tapi karena hidupnya selalu tampak seperti naskah film yang ia tulis sendiri. Sayangnya, skrip sempurna itu nyaris...
CHAPTER 06
Start from the beginning
