"Orang bisa berubah kapan aja, El," jawab Galaksi.

"Berubah? Atau tersesat?" balas Elisia dingin, menatap Fiona sinis. "Kinerja lo bahkan menurun, Gal. Lo selalu telat lima menit dan laporan lo nggak se-detail dulu. Itu bukan lo banget."

Fiona yang tak tahan langsung angkat bicara. "Galaksi nggak pernah tersesat, dia hidup. Gue yang mengajarkannya untuk tetap jadi manusia, bukan robot."

Tatapan Elisia semakin tajam. "Oh, jadi lo ini malware yang merusak sistem sempurna Evanza? Om Baskara pasti nggak suka."

Galaksi pun berdiri, dan menatap tajam Elisia. "Elisia stop! Fiona itu investasi terbaik buat hati gue. Jangan pernah lo sebut dia malware. Fokus lo di sini buat belajar, bukan buat menilai hidup orang lain ataupun hidup gue."

Elisia terdiam, ia tampak terpukul dengan ucapan Galaksi, lalu menatap Galaksi dan Fiona dingin. "Chill. Tapi gue harap efisiensi yang hilang itu segera kembali."

Ia pergi, meninggalkan ketegangan yang menggantung di udara.

Fiona memandangi Galaksi dengan cemas. "Dia... seperti kamu yang dulu. Dingin, logis, dan menakutkan. Aku takut benar-benar jadi bug di hidup kamu."

Galaksi menariknya ke dalam pelukan. "Dia masa lalu aku. Sedangkan kamu masa depan aku. Aku mungkin kehilangan efisiensi, tapi aku menemukan ketulusan. Itu jauh lebih berharga dari apapun."

Fiona mengangguk. "Tapi dia sekolah disini, Gal. Papa kamu bisa memanfaatkannya untuk mengawasi kamu."

"Mungkin. Tapi aku akan buktikan bahwa Galaksi yang hangat ini lebih baik dari yang dulu. Aku butuh kamu tetap di sisi aku, Fi."

Sore harinya di ruang OSIS, Elisia tiba-tiba bergabung dalam rapat. Gavin, Fairel, dan Arzan langsung merasa suasana tegang.

Galaksi datang bersama Fiona yang membawa cupcake buatan Mama Aline.

"Selamat datang, Elisia," sapa Galaksi. "Fiona yang akan memimpin program bakti sosial kita."

Elisia membaca laporan bakti sosial, lalu menatap sinis Fiona. "Taman Baca Digital? Terlalu idealis dan nggak efisien. Lebih baik uangnya untuk seragam."

Fiona ingin menjawab, tapi Galaksi menenangkannya. "Pendapat lo emang masuk akal, El. Tapi tujuan kita bukan sekadar membantu, melainkan memutus rantai ketertinggalan. Itu butuh visi."

"Visi tanpa angka realistis sama aja kayak mimpi," balas Elisia. "Bukankah Om Baskara selalu mengajarkan kita itu."

Galaksi menatapnya tegas. "Angka bisa diatur. Gue udah siapkan sponsor. Tapi sebelum jadi luar biasa, kita harus jadi manusia dulu."

Ia menunjuk ke cupcake. "Ini pengingatnya."

Elisia menatap cupcake dengan tak minat. "Membuang waktu."

"Justru ini pembuka semangat," ucap Fiona lembut. "Perjalanan sama pentingnya dengan tujuan."

Galaksi tersenyum, menggigit cupcake-nya. "Gue lebih suka Galaksi yang bisa menikmati hal kecil, daripada yang hanya menghitung kalori obrolan."

Ekspresi Elisia kembali menegang. Ia sadar, Galaksi kini tak lagi bisa dikendalikan lewat logika.

Malamnya, Baskara menerima telepon dari ayah Elisia.

"Anakmu berubah, Baskara. Elisia bilang, dia kehilangan fokus. Ini berbahaya untuk masa depan mereka," ucapnya di seberang telepon. "Mungkin saatnya kita jalankan rencana B."

Rencana B: perjodohan antara Galaksi dan Elisia

Keesokan harinya, Baskara memanggil putranya ke ruang kerjanya.

Plot TwistМесто, где живут истории. Откройте их для себя