"Ini fotonya, gadis itu satu angkatan denganmu."

Itu saja yang aku dapatkan dari Buk Elena. Aku pun terpaksa berkeliling ke semua kelas sebelas untuk menemukan gadis itu. Guru Jomblo itu benar-benar menyebalkan. Pada akhirnya aku tetap tidak bisa menemukan Luna. Hingga terdampar di taman dengan putus asa.

Hah, aku ingin sekali menghantam kepalanya dengan kulkas. Kenapa sih dia, tinggal kasih soal remidi saja susah banget nggak perlu pakai cara nurutin semua perintahnya segala.

Angin semilir kembali berhembus, daun-daun berguguran. Saat semuanya sudah menjadi buntu aku terlelap dan mulai menyelami alam mimpi. Suasananya begitu nyaman. Mataku terpejam, aku menggeliat.

***

"Nikko!"

Aku nyaris melompat. Jantungku berdebar kencang. Aku mengelus dada, menghela nafas. Mendongak. Seorang gadis cantik berdiri dihadapanku membangunkan diriku yang hampir terlelap. "Ada apa?" 

"Hihi, aku nggak sengaja lihat kamu, jadi aku samperin deh. Kenapa-kenapa? Marah, ya?" Dia tampak senang menjahiliku.

"Ya, aku marah karena kamu sudah mengganggu waktu istirahatku," ucapku dengan jujur.

Pipinya langsung menggembung jadi dua kali lebih besar tapi malah membuatnya jadi lebih imut. Dia marah. "Jahat, ih. Padahal niatnya Meisya kan baik mastiin kalau Niko nggak mati."

Aku tertawa hambar, mempersilakan gadis itu untuk duduk disebelahku dahulu. YA, bakal jadi lebih repot kalau dia marah. "Iya deh, maaf... Mau aku belikan minum?"

"Hihi, terimakasih. Kamu baik banget Nikko, tapi nggak usah, deh. Di traktir sama orang terkenal, jadi malu." Meisya, dia teman sekelas ku gadis cantik yang biasa menjuarai lomba-lomba olahraga.

"Terkenal? Aku? Benarkah? Maaf saja, tapi tidak mungkin orang sepertiku bisa terkenal, itu mustahil."

"Tapi faktanya memang begitu! Siapa sih yang tidak kenal Niko, sang juara bisbol sekaligus mantan anggota OSIS paling terkenal."

"Itu berlebihan. Dibandingkan kamu aku sih nggak ada apa-apanya. Lagi pula sekarang aku banyak dibenci orang."

"Benarkah, kenapa?"

Aku menggeleng, mengangkat bahu. "Isi komentar IG ku dipenuhi oleh cacian dan ejekan mereka. Katanya, aku buaya. Hentai, kebanyakan harem dan masih banyak lagi."

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan disini? Kalau tidur biasanyakan kamu di kelas, kan?" tanya Meisya penasaran.

"Ini gara-gara Buk Elena. Dia mau aku mencari seorang gadis bernama Luna dan membawa gadis itu kehadapan nya. Katanya sih dia satu angkatan dengan kita, tapi hampir semua orang satu angkatan tidak mengenalnya. Aku juga sudah mencarinya di setiap kelas sebelas, tapi tetap tidak ketemu. Aku harus cepat-cepat mencarinya supaya nilaiku tidak merah."

"Jadi kesimpulannya kamu disuruh cari Lun buat ganti remidi karena nilai merah?" 

Aku mengangguk dengan lemah. "Kamu tahu sendiri, kan..."

"Luna? Spertinya aku pernah dengar, dimana ya? Hm... Oh iya, kalau nggak salah di kelas IPS-3 ada anak yang namanya Luna. Kata temanku, dia sering menyendiri kalau di kelas. Sampai-sampai dia jadi bahan bullyan sama anak-anak nakal. Kasihan dia, aku juga beberapa kali melihatnya dilempari kertas. Temanku terlalu takut buat embantu. Tapi aku tidak tahu apakah Luna itu yang kamu cari."

Aku diam sejenak, merenung. Tidak salah lagi, dia adalah Luna yang selama ini aku cari! Kenapa aku tidak menyadarinya?

"Meisya, aku sangat berterimakasih padamu. Mungkin tidak sekarang, tapi daku janji akan membalas nya." Setelah mengatakan hal tersebut akupun segera berlari ke kelas sebelas IPS-3.

INTROVERT TAPI SUHUWhere stories live. Discover now