Episode 1

9 1 0
                                        

Ini kelas terakhir, XI Bahasa-5. semoga dia ada disini. Aku tengah mencari seseorang bernama Luna. Dari tadi pagi hingga saat ini, tapi aku belum menemukannya. Semoga saja dia ada di kelas ini.

Aku menghembuskan nafas, sedikit gemetar. Jantungku juga ikut deg-degan. Begitu pintu kelas itu aku buka semua pandangan tertuju padaku. Aku menyengir.

Kugaruk rambutku. "Permisi, maaf mengganggu. Apa disini ada gadis yang bernama Luna?"

Semua orang bertukar pandang. Berbisik, saling bertanya-tanya. Melihat expresi bingung mereka yang sama seperti kelas-kelas sebelum nya membuat aku mulai ragu, sepertinya di kelas ini juga tidak ada. 

Langkah kaki tiba-tiba terdengar diantara kebisingan. Aku pun menyadarinya, mataku awas memperhatikan sekitar mencari sumber suara. Suara itu semakin dekat dan lebih jelas. Hingga muncullah seorang gadis pendek di hadapanku, tingginya hampir tidak sampai daguku.

"Tidak ada yang namanya Luna disini. Kenapa?" Kata gadis itu. Dia bersedekap dan menatap ku dengan tajam. Aku tidak mengenalnya.

"Bukan apa-apa kok, aku mencarinya." Aku melambaikan tangan. Bersikap seramah mungkin. "Dia bukan anak kelas ini, ya. Kalau begitu aku pergi, deh. Makasih ya." Tanpa basa-basi aku langsung berbalik dan hendak meninggal kan tempat itu. 

"Yah... Mampir dulu dong, Niko." Aku berhenti, sepertinya baru saja aku mendengar ada seseorang yang memanggil namaku. Berbalik. Ternyata Cici, gadis kenalanku di kelas ini sekaligus teman satu ekskul denganku. Dia berdiri disamping gadis pendek.

"Maaf, aku tidak bisa. Aku sibuk." Aku menolak tawaran nya dengan halus. "Lain kali mungkin." Aku tersenyum.

"Baiklah, akan daku ingat itu. Oh iya, ada yang ingin Mas Abimanyu sampaikan. Jadi nanti jangan pulang dulu, ya."

"Apa yang ingin dia sampaikan?" aku bertanya. Mas Abimanyu itu ketua ekskulku

Cici menggeleng. "Daku juga tidak tahu, kita datang saja nanti."

"Okey." Aku mengacungkan jempol.

setelah satu dua patah kalimat akhirnya aku pergi meninggalkan Cici. Gadis itu melambaikan tangan, aku membalasnya.

Informasi tentang Luna sangat terbatas. Membuatku sangat kesulitan untuk mencarinya. Gadis itu begitu misterius.  Setiap kelas sebelas telah aku kunjungi, aku akan mencarinya ditempat lain. Barang kali dia ada di perpustakaan atau gudang , siapa tahu. Aku akan segera menemukan dia.

***

Setelah tiga puluh menit mencari di perpustakaan, gudang dan tempat sampah...

Aku tetap tidak bisa menemukan nya. Ini lebih sulit dari pada yang aku kira. Padahal hanya mencari seorang gadis tapi kenapa bisa sampai selama ini? Aku menghela nafas, ini melelahkan.

Aku duduk pada salah satu kursi yang ada di taman. Kursi itu tepat berada dibawah pohon beringin tua yang usianya sudah jutaan tahun, sejuk dan nyaman. Angin segar menggugurkan dedaunan kering, burung-burung berterbangan. Aku menghela nafas, mendongak menatap langit cerah. 

Semua kejadian ini terjadi begitu cepat dan tak terduga. Bermula ketika aku dipanggil kekantor satu jam yang lalu...

"Kenapa anda memanggil saya, Buk Elena?" aku bertanya sesopan mungkin, hingga tak segan untuk membungkuk dan menyunggingkan senyum.

Meski begitu dia tetap tidak memperhatikan diriku dan tetap fokus pada komputer nya. Aku tidak tahu dia sedang mengerjakan apa, tapi kelihatan nya dia sangat serius. Buk Elena memang terkenal sebagai sosok guru yang sangat di segani di sekolah ini, hampir melebihi kepala sekolah itu sendiri. Selain memiliki paras yang cantik dan body estetik dengan karunia tonjolan dada surgawi dia merupakan guru yang ideal. Setidaknya itulah yang orang-orang katakan.

INTROVERT TAPI SUHUOù les histoires vivent. Découvrez maintenant