Aku mulai kesal karena sudah beberapa menit di abaikan. Tapi barulah ketika aku hendak bertanya lagi untuk mengingatkan dirinya, dia berkata lebih dahulu.

"Merah. Nggak belajar?" Buk Elena menatapku dengan tajam. Singkat dan padat, tanpa basa-basi juga.

Maksud dari perkataan nya barusan kira-kira begini, "Semua nilai ulanganmu merah, apa kamu tidak belajar?" demikian yang ia maksud. Jujur ini bukan yang pertama kalinya bagiku. Bahkan aku sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Aku menjawab dengan santai, "Belajar kok, buktinya katung mata saya hitam karena terlalu sering begadang untuk belajar."

"Begadang? belajar? Omong kosong. Aku lebih percaya jika kamu main game sampai tengah malam daripada belajar. Dasar SDM rendah."

Aku tersentak. Cih, jahat banget. Dia bilang aku SDM rendah?! Tidak bisa diterima. Padahal, aku sudah belajar dengan giat hingga tengah malam sampai kantung mataku pun menghitam. Tapi dihadapan orang ini, bukan pujian yang kudapat melainkan hinaan dan cacian . Aku sakit hati.

"Jadi, Anda ingin saya remidi?" Tidak ada gunanya berdebat dengan wanita garis keras ini, lebih baik aku menerimanya.

"Nggak perlu."

Aku terkejut. Jawabannya melebihi ekspetasiku. "Terus, tujuan anda manggil saya?" Aku tidak paham lagi dengan otak orang ini. Biasanya dia akan langsung memberikan aku soal remidial dan menyuruh ku untuk langsung mengerjakan nya, tapi kenapa hari ini berbeda? Aku mulai curiga.

"Sebagai gantinya, aku mau kamu turutin semua perintahku."

Semua perintahnya? Jantungku berdebar lebih kencang, rasanya seperti mimpi yang selama ini aku inginkan tiba-tiba terwujud begitu saja didepan mata. Apakah, ini my... 

Aku terlalu terbawa suasana hingga pandanganku meleset ke itunya Buk Elena. ya, itunya Buk Elena. ya itulah pokoknya. Sesuatu berbentuk bulat yang lembut dan kenyal. Otakku pun berkeliling dengan liar.

"Cabul banget." Buk Elena yang menyadari aku melihat bagian aset surgawinya terlihat tidak senang. Bersedekap dan kembali menatapku dengan sinis.

Aku menggeleng, kembali fokus. "Maaf, saya benar-benar mengantuk."

Dia menghela nafas. "Pokoknya, kalau kamu mau nilai ulanganmu di perbaiki, maka turuti semua perintahku."

Aku dapat melihat senyuman liciknya. Aku sadar kalau orang ini mau memanfaatkan ku saja. Aku ingin menolak tapi dalam belahan jiwa ku yang lain berkata jangan, seolah ingin memanfaatkan kesempatan langka ini.

"Bagaimana...? Mumpung ada kesempatan. Jarang-jarang loh aku begini." Dia tambah menggodaku. Tersenyum sambil menopangkan dagunya diatas meja. Imanku mulai dipermainkan.

Kalau dipikir lagi memang benar, aku hampir tidak pernah melihat Buk Elena yang seperti ini. Hari ini dia sangat hot, beda dengan hari yang biasanya. Aku pun enggan untuk menolak nya, apa lagi kalau diajak ke Mal bareng dia, jalan-jalan bareng, hingga nemenin dia di rumah. Semakin lama aku jadi makin berekspetasi berlebihan. Membayangkan nya saja sudah membuatku sangat bersemangat. EKHEM! Kembali ketopik utama.

"Baiklah, saya akan melakukan-nya." Aku menunduk dengan sopan. "Saya akan mengabdikan separuh hidup saya pada anda. Saya juga siap dan tidak keberatan jika anda menyuruh saya untuk menemani anda di rumah saat tidak ada siapa-siapa."

"Apa katamu?"

"Lupakan."

Dia pun menyuruhku untuk mencari gadis bernama Luna dan membawa gadis itu kehadapannya hidup-hidup. Kupikir itu mudah, ternyata jauh lebih susah.

"Carilah gadis bernama Luna...!"

Informasi tentang gadis itu juga sangat terbatas, Buk Elena hanya bilang kalau gadis itu satu angkatan denganku tanpa bilang kelasnya atau informasi berguna lain. Aku juga hanya dikasih satu buah foto ngeblur sebagai petunjuk. 

INTROVERT TAPI SUHUWhere stories live. Discover now