Cerita ini adalah fiksi. Apabila ada kesamaan nama, tempat, dan alur cerita, itu hanyalah kebetulan belaka.
Copyright © 2025 Rita Diya Ayu. All Rights Reserved
______________________________________
🍁After It's All Over🍁
RIO tidak peduli pada apa pun. Ia bahkan tidak berniat sedikit pun melirik enam calon anggota tim basket yang entah dipungut dari mana oleh Windi dan April. Rio memilih merebahkan diri di bangku panjang pojok ruangan, sama sekali tak tertarik.
Sejak bel istirahat berbunyi, Rio sebenarnya ingin langsung ke kantin, memesan bakso, mi ayam, siomay, atau apa pun yang lebih menggiurkan daripada bekal buatan Bi Minah yang berupa ayam goreng dengan tumis buncis.
Namun, Windi tiba-tiba menggandeng lengannya dengan wajah ceria-ekspresi langka yang jarang sekali muncul darinya. "Rio... ayo ikut gue dulu ke aula olahraga! Bentar aja!" katanya.
Begitulah ceritanya. Rio melirik malas ke kerumunan di tengah lapangan. Ia melihat Randy dan Gavin sibuk berdiskusi. Letta berdiri dengan tangan bersedekap, jelas-jelas sedang menilai rekrutan baru.
"Sekarang gue tanya ke lo pada." Letta mengalihkan tatapannya ke Windi dan April. "Sejak kapan tim ini nerima orang stunting buat jadi anggota?"
Biasanya Gavin selalu berseberangan dengan Letta, tapi kali ini wajahnya menahan tawa, seolah-olah sedikit setuju dengan ucapan pedas gadis itu.
Ilham mendekat, lalu membandingkan tinggi badannya dengan keenam rekrutan. "Lebih tinggi My Letta," gumamnya sambil mengukur dengan tangan. Benar saja, keenam cowok itu hanya sebatas pundaknya, sedangkan Letta sendiri hampir menyamai tinggi Ilham.
"Letta, kita nggak punya waktu buat buka rekrutmen resmi. Yang penting sekarang kita punya dua belas anggota. Setidaknya standar terpenuhi, bendahara juga bakal balikin dana kita. Dan yang paling penting, kita nggak jadi bahan tertawaan kalau tanding nanti. Coba deh pikir, mana ada tim isinya cuma enam orang?" April menjawab, diiringi anggukan setuju dari Windi dan Adam.
Letta menghela napas, wajahnya gusar. "Dan lo pikir kita nggak bakal lebih jadi bahan tertawaan kalau setengah anggota tim ini kekurangan gizi?!"
Ia melangkah mendekati salah satu rekrutan baru. Posturnya yang tinggi membuat enam cowok itu tampak seperti anak itik di depan angsa. "Pendek banget. Jadi tukang pel aja nggak pantes. Udah sana, pergi!"
Gavin buru-buru berdeham, menarik pelan lengan Letta. "Udah, Lett. Jangan keterlaluan. Dan buat kalian, kalau cuma sekadar isi kuota sih nggak masalah."
"Kok lo setuju aja sih?" Letta langsung menatap Gavin dengan tidak terima. "Gila lo mau nerima mereka? Ohhh, gue tau. Ini semua gara-gara April, kan?"
"Lho, kok jadi April? Dia nggak salah apa-apa. Dia cuma berusaha biar klub nggak bubar karena kekurangan anggota! Lo harusnya berterima kasih sama dia!" Windi maju selangkah, jelas membela April.
"Eh, lo diem ya! Lo itu anak baru di sini. Ngerti apa lo soal keadaan klub, hah?" Letta membalas tajam. Kalau saja lengannya tidak ditahan Gavin, sudah pasti ia akan menerjang Windi.
"Udah, Lett. Lo juga, Win. Nggak usah ladenin Letta. Dari dulu orangnya emang kayak gini." Gavin mencoba menengahi, tapi seketika tersentak karena kakinya diinjak keras oleh Letta.
"Apaan sih, Lett?" Gavin mengernyit jengkel, tapi cewek itu hanya mengibaskan rambutnya dengan angkuh.
"Pokoknya gue nggak setuju sama ide konyol ini. Gue nggak mau ada sampah di klub ini, ngerti? Soal dana atau ancaman pembubaran, itu bisa gue atur. Gue bakal ngomong langsung sama kepala sekolah. Dan soal dana yang dipotong? Come on, kita nggak kekurangan uang. Kecuali April, sih." Letta sempat melirik sinis ke arah April. "Jadi? Gimana, kalian pilih ide gue atau ide dia?"
STAI LEGGENDO
After It's All Over
Teen Fiction[Story 3] Copyright © 2025 Rita Diya Ayu. All Rights Reserved. Rank: #1 basket 26/11/25
