Ia selalu hadir-dalam senyap, dalam tatapan yang tak pernah lepas. Chanyeol, lelaki dengan usia dan dunia yang jauh lebih dulu matang, menemukan dirinya terjerat oleh pesona seorang gadis yang baginya terasa terlalu rapuh sekaligus berbahaya.
Apa ya...
Itu adalah pengikat. Tangan tak terlihat yang semakin lama semakin erat melingkar di sekeliling hidupnya.
Dan Haruna mulai bertanya-tanya: Apakah ini cinta... atau penjara dengan dinding yang tak terlihat?
❤️🔥❤️🔥
Haruna menatap gelang tipis di tangannya lagi. Gelang itu sudah beberapa hari ia simpan dalam tas, tak pernah ia pakai. Setiap kali matanya jatuh pada benda itu, perasaan bercampur: hangat karena seseorang memikirkan dirinya, tapi juga dingin karena ia tidak pernah meminta, apalagi merasa pantas menerima sesuatu semahal itu.
Malam itu, ketika Chanyeol datang lagi ke kafe, Haruna memberanikan diri. Saat ia menyajikan kopi hitam di meja sudut, ia meletakkan gelang itu di samping cangkir.
"Maaf," katanya pelan, hampir berbisik. "Aku tidak bisa menerima ini."
Chanyeol mengangkat wajah, menatap benda itu, lalu menatap Haruna. Matanya tetap tenang, tapi ada kilatan yang sulit dijelaskan-seperti bara yang tiba-tiba menyala di balik api kecil.
"Kenapa?" suaranya berat, nyaris datar.
Haruna menggenggam apron di tangannya. "Ini... terlalu berlebihan. Aku tidak ingin merepotkan Anda. Aku hanya barista di sini. Tidak lebih."
Ada keheningan. Meja seolah menjadi titik panas, meski musik lembut kafe masih mengalun di latar belakang.
Chanyeol akhirnya tersenyum samar, tapi senyuman itu tidak sampai ke matanya. "Haruna," ucapnya pelan, nada suaranya nyaris seperti bisikan. "Aku memberi karena aku mau. Bukan karena kau meminta."
Haruna membuka mulut, ingin menjelaskan lebih jauh, tapi tatapan Chanyeol membuat kata-kata itu hilang. Ada sesuatu di balik mata hitam itu-campuran ketegasan dan ancaman yang tersembunyi rapi.
❤️🔥❤️🔥
Malam itu, Chanyeol tetap mengantar Haruna pulang. Di dalam mobil, atmosfer terasa berbeda. Tidak ada percakapan, hanya suara mesin dan detak jantung Haruna yang terasa makin keras di telinganya.
Ketika mobil berhenti di depan apartemen, Haruna buru-buru melepas sabuk pengaman. "Terima kasih... sudah mengantar," ucapnya singkat.
Tapi sebelum ia sempat membuka pintu, tangan Chanyeol bergerak cepat, menahan gagang pintu. Haruna tertegun, menoleh.
Tatapan pria itu menusuk, dalam, seolah menembus pikirannya. "Kau tidak perlu menolak apa pun dariku," katanya pelan, hampir seperti janji atau ancaman. "Semua yang kulakukan hanya untuk memastikan kau tidak kekurangan apa pun. Untuk memastikan kau aman."
Haruna membeku. Kata-kata itu seharusnya menenangkan, tapi nadanya membuat bulu kuduknya berdiri. Ada sesuatu dalam intonasi itu-"kau milikku, dan kau tidak punya pilihan."
Setelah beberapa detik yang terasa lama, Chanyeol menarik tangannya, membiarkannya turun dari mobil.
❤️🔥❤️🔥
Malam itu, Haruna duduk di ranjangnya, menatap gelang di tangannya. Ia menggenggam benda itu erat, air matanya jatuh tanpa ia sadari. Ia tidak tahu apa yang lebih menakutkan: bayangan malam ketika hampir diserang pria mabuk, atau bayangan Chanyeol, dengan tatapan penuh obsesi, yang kini semakin jelas menjeratnya.
Sementara itu, di ruang kantornya yang gelap, Chanyeol duduk dengan wajah tanpa ekspresi. Gelang yang ditolak Haruna kini ada di tangannya, berkilau di bawah lampu meja.
Perlahan, senyum dingin terbit di bibirnya. "Menolak... ya?" gumamnya pelan.
Ia meletakkan gelang itu di meja, lalu meraih ponselnya. "Mulai besok," ucapnya kepada salah satu bawahannya di seberang sambungan, "pastikan tidak ada seorang pun yang mencoba mendekati dia. Tidak ada pria, tidak ada gangguan. Kalau ada, singkirkan. Mengerti?"
Suara di seberang menjawab tegas, "Baik,Tuan."
Chanyeol menutup telepon, menatap kosong ke luar jendela tinggi. Dalam pikirannya hanya ada satu hal: Haruna.
Ia tidak peduli seberapa keras gadis itu menolak. Dalam dunia Chanyeol, menolak bukanlah pilihan.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.