Happy Reading ❤️🔥
Pesawat baru saja mendarat ketika Chanyeol menghirup udara Seoul kembali. Lampu kota yang berkelip di kejauhan biasanya menandakan rumah, tempat di mana ia merasa nyaman dengan jadwal padat, gedung kaca, dan ruang rapat.
Tapi kali ini, hanya ada satu alasan mengapa ia merasa lega kembali: Haruna.
Ia sudah seminggu pergi, tapi rasanya seperti berbulan-bulan. Setiap malam ia hidup hanya dari laporan-laporan yang dikirim bawahannya: apa yang Haruna lakukan, jam berapa ia menutup kafe, siapa yang berbicara dengannya, bagaimana ia berjalan sendirian di jalan sepi.
Dan di balik laporan-laporan itu, satu malam mengubah segalanya-malam ketika beberapa pria hampir merenggut sesuatu yang baginya tidak ternilai. Malam itu, ia duduk berjam-jam di kamar hotel, tangannya gemetar karena amarah, pikirannya dipenuhi wajah Haruna yang ketakutan.
Sekarang, kembali ke Seoul, Chanyeol merasa satu hal semakin jelas: ia tidak bisa lagi hanya menjadi pengamat. Ia harus hadir. Ia harus dekat.
Kafe itu sama seperti terakhir kali ia lihat-hangat, dengan aroma kopi dan suara musik lembut. Namun bagi Chanyeol, segalanya terasa berbeda. Begitu pintu terbuka dan lonceng kecil berdenting, matanya langsung menemukan sosok yang ia rindukan.
Haruna berdiri di balik meja bar, apron cokelatnya sedikit kusut, rambutnya terikat sederhana. Ia mengangkat wajah, dan untuk sesaat, ada keterkejutan di matanya.
"Selamat malam..." suaranya terdengar ragu, seperti tak yakin pria itu benar-benar kembali.
Chanyeol berjalan pelan, setiap langkahnya mantap, hingga ia duduk di kursi yang sudah seperti singgasananya-pojok ruangan, tempat dari mana ia bisa mengawasi segalanya.
"Kopi hitam," katanya singkat, suaranya dalam, tapi ada getaran kecil yang bahkan ia sendiri sulit sembunyikan.
Haruna mengangguk, lalu menyiapkan pesanan. Tangannya sedikit gemetar, entah karena kelelahan atau sesuatu yang lain.
Ketika meletakkan cangkir di meja, ia menatap Chanyeol sejenak.
"Sudah lama tidak ke sini," katanya pelan. "Aku pikir Anda tidak akan datang lagi."
Chanyeol menahan napas sesaat, lalu bibirnya melengkung samar. "Aku tidak bisa jauh terlalu lama."
Kalimat itu terdengar sederhana, tapi ada lapisan makna yang tidak diucapkan.
Haruna tersenyum tipis, lalu kembali ke pekerjaannya. Namun jauh di dalam, ia merasa sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan. Selama seminggu terakhir, ia sempat beberapa kali merasa ada yang mengikutinya, tapi selalu ada pertolongan tepat waktu: sebuah motor yang melintas ketika ia nyaris dijatuhkan di jalan, dua pria tak dikenal yang tiba-tiba muncul dan membuat kelompok mabuk bubar.
Ia pernah berpikir itu hanya keberuntungan. Tapi kini, melihat Chanyeol lagi, tatapannya yang begitu dalam, ia mulai merasa... mungkin bukan kebetulan.
Chanyeol menyesap kopi hitamnya perlahan, matanya tak pernah benar-benar lepas dari Haruna. Baginya, melihat gadis itu bergerak, tersenyum, bahkan sekadar berjalan ke rak belakang, sudah cukup untuk menenangkan jiwanya yang kacau.
Namun di balik ketenangan itu, ada tekad gelap yang terus mengeras:
Ia hampir kehilangannya sekali. Itu sudah terlalu banyak.
Mulai sekarang, Haruna harus selalu berada dalam jangkauannya.
Malam itu, ketika kafe tutup, Haruna berjalan pulang sendirian. Hujan baru saja reda, jalan masih basah. Ia merapatkan jaketnya, matanya sesekali melirik ke belakang. Tidak ada siapa pun. Tapi langkahnya tetap cepat.
Sampai tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti di dekat trotoar. Jendela terbuka perlahan.
"Naiklah. Aku antar pulang."
Suara berat itu terdengar jelas, dingin tapi tak terbantahkan.
VOCÊ ESTÁ LENDO
Obsession
FanficIa selalu hadir-dalam senyap, dalam tatapan yang tak pernah lepas. Chanyeol, lelaki dengan usia dan dunia yang jauh lebih dulu matang, menemukan dirinya terjerat oleh pesona seorang gadis yang baginya terasa terlalu rapuh sekaligus berbahaya. Apa ya...
