Haruna menatap ke arah mobil. Di balik jendela, Chanyeol duduk tenang, tatapannya lurus padanya.
Ada sesuatu dalam suara itu yang membuatnya sulit menolak-campuran perintah dan kepastian.
Jantungnya berdegup keras. Setengah dari dirinya ingin menolak, menjaga jarak. Tapi setengahnya lagi... merasa ada rasa aman yang aneh.
Dengan ragu, ia melangkah mendekat. Dan saat pintu mobil tertutup di belakangnya, Haruna sadar: hidupnya pelan-pelan tidak lagi hanya miliknya. Ada tangan yang tak terlihat, kuat, dan berbahaya, yang perlahan mengurungnya.
❤️🔥❤️🔥
Haruna's POV
Hari-hari setelah kepulangan Chanyeol terasa berbeda bagi Haruna.
Ia tidak bisa lagi menganggap pria itu sekadar pelanggan tetap. Kehadirannya kini semakin nyata, semakin melekat. Hampir setiap malam ia muncul di kafe, duduk di kursi favoritnya, seolah kursi itu memang disiapkan hanya untuknya.
Awalnya Haruna mencoba mengabaikan, menganggap semua kebetulan. Tapi perlahan, perhatian Chanyeol tidak lagi bisa dianggap sepele.
Suatu sore, saat Haruna hendak masuk kerja, ia menemukan sebuah kotak kecil di loker kafenya. Isinya sebuah gelang tipis berlapis emas putih, sederhana namun mahal. Tidak ada kartu, tidak ada nama. Hanya benda itu yang menunggu di sana, seolah seseorang tahu persis loker mana yang miliknya.
Ia menatap gelang itu lama, hatinya bergetar. Tidak butuh seorang jenius untuk menebak siapa pemberinya.
Namun, ia tidak berani memakainya. Ia hanya menyimpan gelang itu di dalam tas, antara ingin menolak dan takut menyinggung.
Perhatian itu tidak berhenti di situ.
Suatu malam, saat Haruna pulang, ia melihat rak kulkas kecil di apartemennya terisi penuh. Buah segar, susu, bahkan makanan ringan kesukaannya. Ia yakin sebelumnya kulkas itu hampir kosong.
Haruna menggigil. Tidak ada kunci yang hilang, tidak ada tanda pintu didobrak. Tapi jelas, seseorang masuk ke apartemennya dan tahu apa yang ia butuhkan.
Di sisi lain, Chanyeol merasa puas. Ia tidak melihat tindakannya sebagai pelanggaran, melainkan bentuk kasih sayang. Baginya, menjaga Haruna berarti memperhatikan detail kecil yang bahkan gadis itu sendiri abaikan.
Ia mengatur, ia mengawasi. Ia memastikan tidak ada celah.
Bahkan, saat ia tahu seorang rekan kerja pria mencoba mengajak Haruna makan malam sepulang kafe, Chanyeol segera mengambil langkah.
Esok harinya, pria itu tidak lagi muncul di kafe. Kata manajer, ia mengundurkan diri mendadak. Tidak ada yang tahu kenapa.
Haruna terdiam ketika mendengarnya, firasatnya berbisik sesuatu yang tidak ia berani ucapkan.
"Haruna."
Suara itu memanggilnya suatu malam saat ia menutup kafe. Chanyeol berdiri di pintu, jas hitamnya rapi, tatapannya menembus.
"Ya?" Haruna berusaha terdengar tenang.
"Jangan pulang larut sendirian lagi." Nada suaranya terdengar seperti perintah, bukan nasihat. "Kau tidak tahu betapa berbahayanya dunia luar."
Haruna menunduk, menggenggam erat apron di tangannya. Ada bagian dari dirinya yang ingin berterima kasih, karena memang ia pernah hampir disakiti di jalan. Tapi ada juga bagian lain-yang merasa, semakin lama, langkahnya makin diawasi, pilihannya makin menyempit.
Malam itu, ia pulang diantar Chanyeol lagi. Jalanan sepi, lampu jalan redup, dan keheningan di dalam mobil membuat detak jantungnya terdengar lebih keras.
Chanyeol menoleh sekilas, matanya tak pernah lepas darinya.
"Aku hanya ingin kau aman." Kalimatnya terdengar lembut, tapi dalam hatinya, Haruna tahu itu lebih dari sekadar janji perlindungan.
ESTÁS LEYENDO
Obsession
FanfictionIa selalu hadir-dalam senyap, dalam tatapan yang tak pernah lepas. Chanyeol, lelaki dengan usia dan dunia yang jauh lebih dulu matang, menemukan dirinya terjerat oleh pesona seorang gadis yang baginya terasa terlalu rapuh sekaligus berbahaya. Apa ya...
Chapter 6. Fefusing Is Not an Option
Comenzar desde el principio
