(Ruangan latihan, sore hari)

Melodi lembut dari piano memenuhi ruangan. Dae-ho berdiri di ambang pintu, terdiam sesaat sebelum masuk.

Dae-ho (pelan, dengan nada tak menyangka): "Apakah kau... merindukannya?"

(Myung-ho berhenti bermain, menunduk. Tidak langsung menjawab. Dae-ho menoleh pada Jae-min.)

Dae-ho: "Jae-min, pergilah bermain dengan Eun-ji. Jangan buat dia menunggu."

Jae-min: "Baik, ayah." (berdiri, memberi hormat kecil pada gurunya lalu pergi keluar.)

(Suasana hening sejenak, hanya suara ombak dari kejauhan yang terdengar.)

Dae-ho (sambil tersenyum getir, mencoba mencairkan suasana): "Kau tidak ingin mencari yang lain? Kalau mau... bisa kuperkenalkan beberapa."

Myung-ho (menoleh, nada tegas tapi lembut): "Tidak. Aku akan selalu menunggunya." Melanjutkan bermain piano.

Dae-ho (menepuk bahu sahabatnya): "Baiklah... kalau begitu aku akan tetap menemanimu. Anggap saja Jae-min itu putramu sendiri. Kau memang tak pernah melihat putrimu, tapi aku yakin... dia pasti tumbuh secantik ibunya."

Tiba-tiba Soo-jin istri Dae-ho, ibunya Jae-min muncul sambil membawa keranjang kosong.

Soo-jin (berseru): "Dae-ho! Aku mau ke pasar. Tolong jaga kafe sebentar."

Dae-ho: "Baik, hati-hati ya." (melangkah ke arah istrinya.)

Soo-jin mendekat, baru menyadari nada lagu yang dimainkan Myung-ho.

Soo-jin (mendekap dada, terkejut dan sendu): "Kamu... memutar lagu itu lagi? Ah... aku juga merindukan Seon-hwa. Sudah bertahun-tahun, tapi rasanya masih dekat."

(Myung-ho menunduk, tersenyum tipis, matanya berkaca-kaca.)

Soo-jin (melembut, menepuk bahu Myung-ho): "Tegarkan hatimu. Anggap saja kami keluargamu juga." (tersenyum hangat, lalu buru-buru keluar.) "Aduh, aku hampir lupa. Aku harus cepat ke pasar."

Dae-ho (mengangguk sambil melambaikan tangan): "Hati-hati, Soo-jin."

Soo-jin pergi. Dae-ho menatap sekilas ke arah Myung-ho yang masih duduk di depan piano, lalu ikut keluar ruangan untuk menjaga kafe. Tinggallah Myung-ho seorang diri, menatap jemarinya di atas tuts piano, tenggelam dalam kenangan.

(Ruangan latihan, setelah Dae-ho dan Soo-jin pergi)

Myung-ho menatap piano yang masih mengalunkan lagu. Jemarinya berhenti, lalu ia bersandar, menutup mata.

Myung-ho (bergumam lirih): "Seandainya kamu di sini... kita pasti bisa seperti mereka. Bersama... tanpa harus menunggu."

Ia berdiri, mengambil radio kecil dari meja. Musik itu tetap mengalun. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju pelabuhan. Sore hari, sinar matahari jatuh ke permukaan laut. Myung-ho duduk di atas batu karang tinggi, memandang ombak yang berkejaran. Angin laut berhembus, membawa aroma asin dan kenangan lama. Ia menaruh radio di sampingnya, membiarkan lagu itu terus hidup, menemani kesepian hatinya.

(Di atas permukaan, dekat pelabuhan di sisi lain tepi laut di tempat yang sama )

Myung-ho duduk termenung di atas batu karang tinggi, memandang laut luas yang diterpa cahaya senja. Radio kecil di sampingnya masih memutar lagu yang sarat kenangan.

Ratu Seon-hwa yang tadi bersama Hae-rin terdiam ketika melihat sosok samar di atas batu karang. Matanya melebar. Ia segera menoleh pada putrinya.

Ratu Seon-hwa (lembut, menahan getar suara): "Hae-rin, pulanglah lebih dulu bersama lumba-lumba. Ibu akan menyusul nanti."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Between Waves and Shores (On Going )Where stories live. Discover now