Rana harus berjuang mengerjakan tugas akhir di tengah masalah-masalah kehidupan yang tak terselesaikan. Di ambang batas ledakan, Rana bertemu dengan Kamal, barista sekaligus pemilik Obscura, sebuah kafe baru yang dikunjungi Rana tanpa sengaja.
Melal...
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Senin, 5 Juni 2023
Untuk Luna yang mungkin masih berjuang di balik kelamnya tudung malam.
✩₊˚.⋆☾⋆⁺₊✧
Halo, Luna. Selamat malam. Setidaknya satu bulan telah berlalu semenjak terakhir kali aku menuliskan surat untukmu. Selama itu pula aku mengunjungi Obscura setidaknya seminggu dua kali. Padahal sebelumnya aku mengira Obscura hanyalah sebuah persimpangan yang aku lewati, akan tetapi sepertinya aku mulai menganggapnya sebagai rumah ketiga, karena yang kedua adalah kosan yang lebih mirip seperti penjara-yang ajaibnya cocok untukku.
Suasana nostalgia yang aku dapatkan membuatku merasakan ketenangan. Manusia-manusia yang berlalu lalang untuk menjelajahi kampung warisan leluhur itu membuatku merasa kembali menjadi diriku yang berakal, meskipun lagi-lagi tugas akhir selalu menekan kewarasan kembali ke ruang gelap.
Terkadang, aku datang terlalu pagi, hingga barista pirang bernama Kamal yang ternyata juga merupakan pemilik kafe itu menertawakanku sembari menyiram tanaman di depan kafenya. Dia menghidangkan sandwich isi tuna mayones karena mendengar suara perutku yang menyumpahi pemiliknya gara-gara lupa makan. Terkadang, aku juga datang ketika kafe sedang ramai oleh teman-teman si barista dengan kelompok usia berbeda-beda, mulai dari orang-orang seumuranku hingga kakek-nenek nyentrik yang membawa cucu mereka yang tak kalah gaul.
Dari semua itu, apakah kau tau siapa yang membuatku tercengang, Luna? Oh, kau tak akan menduga. Yang paling membuatku tercengang adalah kedatangan vokalis sekaligus gitaris dari band indie yang sedang naik daun, Sixty-Six Goodbye, yaitu Ares. Saat itu, aku tak dapat fokus mencari referensi tugas akhir karena mataku terus curi-curi pandang ke artis dengan visual paripurna tersebut. Tahu yang lebih menghebohkan lagi? Ketika Ares berjajar dengan Kamal, aku tak bisa memilih siapa yang lebih tampan. Karena jujur saja, aku tak pernah begitu memerhatikan Kamal. Mungkin karena lelaki itu selalu bermain game konsol di televisi raksasanya, atau karena mataku memang sudah buta akan kenikmatan dunia.
Namun, aku tidak ingin membicarakan adu visual dua manusia di dalam ruang gelap ini. Kisahku hari ini berawal dari dua kardus rokok Gudang Gula yang kelihatannya baru saja diangkut oleh kurir ekspedisi. Aku menyunggingkan senyum ketika berpapasan dengan dua bapak-bapak itu sebelum memasuki kafe hanya untuk mendapati Kamal berucap, "Ah, aku lupa membuat pengumuman di Instagram. Mulai hari ini, Obscura rutin tutup setiap hari Senin."
Pundakku merosot, menyadari sekarang adalah Senin. "Serius?" Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar.
Kamal menunjuk dua paket raksasa yang ada di tengah ruangan. "Aku harus membongkar itu dan menata isinya." Napas berat kuembuskan. Begitu kakiku memutuskan untuk berbalik, kembali menuju penjara yang disebut kamar kos, pemuda pirang itu mendadak bersua, "Tetap buka untukmu jika kamu mau membantuku." Ekspresiku kembali cerah. "Anggap aja special treatment buat langganan," imbuh Kamal. "Jadi mau pesan apa?"