Chapter 12

9.7K 796 11
                                        

Seorang pria paruh baya berdiri di depan sebuah bangunan. Dia memandang lama bangunan itu dari luar, sampai pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam.

Pintu pintu kaca itu terbuka karena didorong dari luar. Hembusan angin malam yang dingin tergantikan oleh hangatnya udara dari dalam.

Cahaya temaram menyambut kehadiran tamu baru, memantul dari lampu gantung logam dan pantulan botol kaca berjejer di rak-rak bar.

Lantunan musik elektronik lembut bergulir dari sudut ruangan, diputar oleh seorang DJ di balik bilik kecil dengan pencahayaan neon biru keunguan.

Ini adalah sebuah bar.

Jika diingat-ingat, sudah sangat lama dia mendatangi tempat seperti ini. Terakhir kali yang dia ingat adalah kala dia masih berusia 23 tahun. Di usia yang masih bebas untuk melakukan apapun, sebelum akhirnya dia menikah dan meninggalkan kesenangan itu untuk bertanggung jawab pada istri dan anak-anaknya.

Langkah kakinya sedikit melambat saat ia menyesuaikan pandangan. Lantai keramik bergema lembut di bawah sepatunya. Aroma khas alkohol, dan sedikit aroma citrus dari koktail yang baru disajikan langsung menyeruak.

Sejumlah pengunjung duduk di bangku tinggi, membentuk siluet samar dalam bayangan lampu.

Di pojok sana, ada yang tertawa, ada pula yang tenggelam dalam percakapan pelan.

Mata pria itu tertuju pada seorang pemuda yang berada di belakang meja bar, tengah menuang minuman dengan gerakan halus dan terlatih.

Pria itu berjalan pelan namun pasti, kemudian berakhir duduk di depan meja bar.

“Ingin minum apa, tuan?” tanya sang bartender dengan ramah, sebelum sorot matanya menjadi datar.





🕊️🌼🕊️





Asher saat ini melayani pelanggan dengan ramah sambil membuat dan memberikan minuman yang dipesan pelanggan yang ada di meja-meja lain, kepada beberapa waiters. sesekali dia terlihat berbincang-bincang dengan mereka yang duduk di depan meja barnya, mereka terlihat sudah agak akrab dengan Asher.

Meskipun sekolah sudah dibuka, namun itu tidak melunturkan semangatnya untuk bekerja. Dia dulu juga seperti ini, bekerja sambil sekolah, walaupun waktu tidurnya harus terganggu.

Dulu jika pulang sekolah jam tiga sore, maka dia akan langsung tidur dan bangun saat jam setengah tujuh malam. Namun jika dia memiliki tugas dari sekolah, maka dia akan memilih untuk mengerjakan tugas kemudian tidur.

Bahkan saat ujian pun, dirinya tak pernah meminta cuti dan belajar. Noa adalah tipe orang yang belajar setengah jam sebelum ujian, karena itu akan membuatnya lebih mengingat materi daripada belajar sejak malam, karena paginya dia pasti akan lupa.

Saat sedang sibuk-sibuknya, seorang pria berjas duduk di salah satu bangku depan meja bar, membuatnya dengan ramah bertanya.

Efek pencahayaan yang kadang berwarna biru, kadang berwarna merah, membuat Asher hampir tidak mengenali siapa orang itu, hingga mata mereka saling menatap satu sama lain.

“Asher, Dad—”

“Ingin minum apa?” Asher bahkan tidak membiarkan pria yang berstatus sebagai ayah kandung dari tubuh ini, untuk berbicara padanya.

“Asher, Daddy ingin bicara denganmu, sebentar saja.” ucap Andreas dengan penuh harap.

“Mengapa aku harus? Kau saja tak pernah mau mendengarkanku.” balas Asher dengan tatapan remeh.

“Jika kau tidak ingin minum apapun, lebih baik pergi dari sini dan jangan menggangguku bekerja,” sambungnya.

Andreas terdiam, memandang wajah Asher yang sudah lebih berisi. Bahkan lengan pemuda itu juga sudah terlihat lebih berdaging.

Finding LightWhere stories live. Discover now