Chapter 8.

485 51 13
                                        



Senja sudah berganti menjadi malam. Lampu-lampu berkelap-kelip dari pasar malam menyambut mereka dengan riuh warna dan tawa. Soobin yang digandeng di tengah-tengah tampak paling semangat, berlarian kecil dari satu stand ke stand lain sambil menunjuk permen kapas, balon, dan boneka besar.

Mingyu, dengan jaket yang digantung santai di pundaknya, berjalan di sisi kanan Soobin, sesekali pura-pura mengomel ketika bocah itu hampir saja tersandung karena terlalu bersemangat.

"Pelan-pelan napa, bocil. Gua nggak bawa plester," omel Mingyu, tapi tangannya sigap menahan Soobin sebelum anak itu terlalu jauh.

Wonwoo tertawa pelan di sisi lain, mengawasi keduanya seperti biasa. "Kamu sebenarnya lebih khawatir daripada marah."

"Sok tau," sahut Mingyu cepat. "Gua cuma gak mau dia nangis terus gua yang disuruh gendong."

Namun ekspresi tenang di wajahnya-dan tangan yang tetap menggenggam erat tangan mungil Soobin-berbicara lain.
















































































Malam itu langit dihiasi bintang-bintang kecil yang malu-malu muncul di antara lampu-lampu terang pasar malam. Bau manis dari permen kapas bercampur dengan aroma jagung bakar memenuhi udara. Suara anak-anak tertawa, musik dari wahana bianglala, dan suara penjaja makanan bersahut-sahutan menciptakan suasana yang riuh, tapi hangat. Wonwoo menggandeng tangan Soobin, sementara Mingyu berjalan di sebelah mereka, sesekali menoleh ke kanan dan kiri mencari camilan yang bisa dia makan.

"Eh, wahana yang itu keliatan asik ya?" tanya Mingyu sambil nyolek lengan Wonwoo.

"Iya, katanya wahana baru juga," jawab Wonwoo santai. Dia tampak lebih rileks malam ini, mengenakan kaos hitam polos dan jaket tipis, sangat berbeda dari sosok pemilik perusahaan yang biasanya terlihat kaku.

Soobin menatap ke arah barisan mainan dengan mata berbinar. "Aku mau naik itu, yang muter-muter!"

"Yang mana?" tanya Mingyu, matanya mengikuti arah telunjuk Soobin.

"Itu tuh!" Soobin menunjuk ke wahana kuda putar yang lampunya berkedip warna-warni. "Ayok, ayok! Kita bertiga naik!"

"Gua?" Mingyu langsung pasang tampang skeptis. "Gua segede gini naik kuda putar? Gak malu apa?"

"Tapi kan kakak janji mau nemenin aku," rengek Soobin, memeluk lengan Mingyu.

Mingyu mau protes, tapi tatapan Wonwoo yang menggoda membuatnya menelan ucapan sendiri. "Yaudah, tapi abis ini gua pilih camilan. Deal?"

"Deal!"

Mereka bertiga pun naik ke kuda putar. Wonwoo duduk di kuda paling belakang, sementara Mingyu terpaksa naik di sebelah Soobin yang senyum lebar kayak baru menang lotre. Wahana mulai berputar pelan, dan lampu warna-warni menyinari wajah mereka.

"Mama, lihat! Kudaku bisa naik turun!" teriak Soobin kegirangan.

Mingyu spontan menoleh. "Eh-APA?"

Wonwoo nyaris ketawa di belakang. "Kamu denger barusan?"

"Lo juga denger?!" Mingyu panik, suara tertahan, menoleh ke arah Wonwoo yang udah senyum-senyum nggak niat nolong.

"Mama! Papaaaa! Liat aku!" Soobin melambaikan tangan ke arah Wonwoo dan Mingyu, wajahnya sumringah.

Orang-orang yang ikut naik di wahana itu langsung menoleh. Beberapa ibu-ibu senyum gemas, bahkan ada yang berbisik, "Lucu banget anaknya!"

Mingyu langsung nunduk, nyaris nempel ke kepala kuda mainan. "Matilah gua..."

COLLIDE  | WongyuOnde histórias criam vida. Descubra agora