Wonwoo menyandarkan kepalanya ke sofa, matanya memejam sejenak. “Mungkin dua-duanya. Kalian sama-sama bisa mengubah rumah yang sepi jadi... berisik tapi hidup.”
Mereka berdua diam sejenak, menikmati suara detik dan napas Soobin yang teratur. Sinar sore kian meredup, tapi kehangatan yang ada di dalam ruangan itu terasa menempel di dinding, di lantai, dan di antara mereka.
Wonwoo membuka mata pelan. “Mingyu.”
“Hm?”
“Kalau suatu hari nanti… keadaan ini jadi permanen. Kamu, saya, Soobin. Tinggal bersama seperti ini. Kamu... akan tetap bertahan?”
Mingyu mematung sejenak. Ia tak langsung menjawab. Tangannya sibuk membolak-balik mainan, tapi matanya menatap kosong. Beberapa detik berlalu, sebelum ia akhirnya menjawab pelan.
“Gua gak tahu bakal bagus-bagus amat... tapi gua rasa, gua gak keberatan.”
Wonwoo menoleh, menatapnya lembut. “Bukan karena Soobin?”
“Karena kalian berdua,” ucap Mingyu lirih, dan kali ini tak ada tawa atau sarkasme di suaranya.
Dan tepat saat itu, Soobin menggeliat pelan, bergumam dalam tidurnya, “Pamann…kak Gyu… jangan jauh-jauh…”
Mingyu dan Wonwoo sama-sama terdiam, sebelum keduanya tertawa pelan, menatap bocah kecil yang tanpa sadar terus menarik mereka lebih dekat—dan lebih dalam—ke kehidupan yang baru.
Ceklek. . .
Suara pintu ruangan kerja Wonwoo terbuka pelan. Wonwoo mengangkat kepalanya dari layar laptop, matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri di ambang pintu—Mingyu, dengan rambut acak-acakan, kaus yang sedikit miring, dan ekspresi jenuh di wajahnya.
"Ada apa?" tanya Wonwoo sambil menghentikan ketikannya dan menoleh penuh.
"Gua bosen banget," sahut Mingyu tanpa basa-basi. Ia masuk ke ruangan itu seperti biasa, tanpa mengetuk, tanpa salam, tanpa sopan santun. Langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang yang ada di sudut ruangan, mendesah panjang seperti anak sekolah yang baru pulang.
Wonwoo mengangkat alis, lalu menebak, "Karena Soobin sudah tidur?"
"Kagak," jawab Mingyu sambil membalik tubuhnya ke samping, wajahnya nempel ke bantal sofa. "Anak itu bener-bener punya energi nguras tenaga. Gua cuma tinggal lima menit, balik-balik dia udah tepar."
Wonwoo tersenyum kecil. Ia memutar kursinya sedikit agar bisa menghadap Mingyu. “Kamu memang kelihatan seperti habis dikerjai anak kecil. Lihat bajumu—kenapa bisa begitu?”
Mingyu mendongak sedikit, lalu melihat ke bawah. “Oh... ini? Gua dipeluk sambil dikejar-kejar tadi. Trus dia narik baju gua pas main ‘ular-ularan’. Gua kalah terus disuruh jadi ‘ular jahat’ yang ngejar dia muter-muter rumah. Gak dikasih ampun.”
Wonwoo tertawa pelan. “Pantas. Kamu sekarang lebih mirip babysitter ketimbang berandalan.”
“heh!—jangan mulai,” Mingyu menunjuk dengan ekspresi sebal, tapi malas bergerak. “Gua berandalan sejati. Gua cuman lagi—...lagi rehat.”
“Rehat sambil ngeluh bosan di ruang kerja saya?” sindir Wonwoo sambil mengambil cangkir kopi dan menyeruputnya perlahan. “Apa yang kamu mau?”
Mingyu menatap langit-langit sebentar, lalu bergumam, “Entah... mungkin lu keluarin gua dari sini. Jalan-jalan kek, makan kek, ngopi bareng kek, atau—atau... gua boleh ngerusuh kerjaan lu?”
Wonwoo terkekeh. “Kamu tahu tidak akan saya izinkan mengganggu pekerjaan saya.”
“Tapi gua kan ganggu dari tadi,” sahut Mingyu dengan nada puas.
Wonwoo menatapnya sebentar, lalu menggeleng pelan. “Aneh. Kamu betah banget di sini, padahal dulu... kamu bahkan gak mau dekat-dekat rumah saya lebih dari sepuluh menit.”
Mingyu diam. Ia menggigit bibir bawahnya, lalu menjawab pelan, “Mungkin... karena rumah ini sekarang udah gak cuma rumah lu.”
Wonwoo terdiam sejenak. Tatapannya melunak. Ia meletakkan cangkirnya, lalu berdiri, melangkah pelan ke arah sofa. Ia duduk di sisi Mingyu, membiarkan keheningan mengalun sejenak di antara mereka.
“Terima kasih,” gumam Wonwoo.
“Buat apa?”
“Buat tetap tinggal.”
Mingyu menoleh pelan, menatap mata Wonwoo yang tenang, teduh seperti senja di luar jendela. Ia mendesah pelan, lalu mengangkat kakinya dan melingkarkan tubuhnya di sofa, bersandar penuh pada bantal.
“Yah... mau gimana. Anak kecil itu udah ngerantai gua. Dan lu... juga lumayanlah buat dijadiin... ya gitu.”
Wonwoo tertawa kecil. “Gitu?”
“Ya gitulah.” Mingyu melirik. “Kalau gua bilang lebih dari itu, nanti lu GR.”
Wonwoo menyeringai. “Saya memang sudah GR dari awal.”
Mingyu mengangkat bantal dan melemparnya pelan ke arah Wonwoo yang langsung menangkisnya dengan refleks cepat. Tawa kecil terdengar, mengisi ruangan kerja yang tadinya sunyi dan penuh ketikan.
"Eh—" ucap Mingyu tiba-tiba, menghentikan suasana riang. Ia menatap Wonwoo dengan serius, membuat pria itu otomatis menghentikan ketikan di laptop.
"Ada apa?" tanya Wonwoo, alisnya terangkat bingung. Tatapannya beralih penuh pada Mingyu, penasaran dengan perubahan ekspresi yang tiba-tiba.
Mingyu memiringkan kepala, menatap Wonwoo lekat-lekat. “Elu sibuk gak malam ini?” suaranya lebih pelan, tapi tetap terdengar santai.
Wonwoo mengernyit sebentar. “Sejauh ini tidak. Kenapa?”
“Jalan-jalan ke pasar malam, yuk?” ucap Mingyu akhirnya, dengan nada sedikit canggung tapi tetap cuek khas dirinya. “Ajak Soobin juga. Gua liat di IG, pasar malam deket taman kota itu buka lagi.”
Wonwoo terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Pasar malam, ya? Ide yang menarik. Kamu yakin ingin ke tempat ramai seperti itu?”
“Yakin lah. Gua bosen. Dan Soobin pasti seneng,” sahut Mingyu sambil berdiri dan merenggangkan punggungnya. “Lu nyetir, gua yang jagain anak itu.”
Wonwoo bangkit dari kursinya. “Baiklah. Tapi kita pakai mobil. Lebih aman dan nyaman buat Soobin.”
“Deal!” Mingyu menjentikkan jari. “Gua siap-siapin bocil dulu.”
Mingyu masuk ke kamar Soobin, dirinya lalu menggoyangkan tubuh Soobin secara perlahan. Berharap dia bangun dan ikut pergi.
"Eungh—"
"Soobin! Ikut jalan-jalan kuy"
"Kemana, Soobin ikut!"
"Ganti baju dulu"
Tak lama kemudian, ketiganya sudah siap di depan pintu. Soobin tampak sangat antusias, memakai jaket lucu dan membawa boneka kecilnya. Ia menggenggam tangan Mingyu dengan semangat.
“Kak Mingyu, kita naik komidi putar, ya?” tanya Soobin dengan mata berbinar.
“Iya, iya. Yang penting jangan lari-larian lagi, capek gua ngejar!” sahut Mingyu sambil mengacak rambut Soobin pelan.
"Oke! Soobin janji" ujarnya sambil menunjukkan jari kelingking manis nya itu kearah Mingyu sambil tersenyum, menampilkan lesung pipit yang membuatnya semakin menggemaskan lagi.
TBC
Shibauu, aku kehilangan ide lagii.....
Hiks srot hiks srot hiks hiks
Bantu vote sama komen biar authornya cemangat 💋
KAMU SEDANG MEMBACA
COLLIDE | Wongyu
FanfictionCollide menceritakan tentang seorang anak bernama, Kim Mingyu yang sangat menyukai tentang berisik seperti bar dan mabuk-mabukan bersama teman temannya atau bahkan seorang jalang yang bekerja disana. Tetapi, pada suatu hari dirinya nekat untu...
Chapter 7.
Mulai dari awal
