Happy reading
"Celin, tadi pas kamu keluar buat beli makanan, laki-laki bernama Jon itu datang lagi. Dia terus-terusan nanyain keberadaan Kak Aylee," lapor Ziva, menghampiri Celin yang baru saja tiba sambil menenteng kantong kertas berisi makanan pesanannya.
Celin duduk di kursi yang menghadap jendela besar toko, tempat yang biasanya disediakan untuk pengunjung. Wajahnya tampak khawatir. "Lalu, apa yang kamu jawab?" tanyanya sedikit was-was. Ia sudah merasa cemas sejak tadi, takut Ziva tanpa sengaja membocorkan keberadaan Aylee yang saat ini sedang berada di Starlit Motel untuk mengantarkan rangkaian bunga pesanan.
"Aku jawab bahwa Kak Aylee lagi nganterin rangkaian bunga ke Monlit Hotel," jawab Ziva, suaranya sedikit pelan. "Aku berbohong. Aku gak kasi tau bahwa Kak Aylee sebenarnya lagi nganterin bunga ke Starlit Motel." Ia menambahkan penjelasannya dengan nada yang sedikit menyesal, namun lega karena telah berhasil melindungi Aylee.
Celin menghela napas lega, beban di dadanya sedikit berkurang. "Baguslah, Ziva. Setidaknya Kak Aylee gak ketemu sama laki-laki brengsek itu. Entah apa sebenarnya yang laki-laki itu mau, belum cukup apa dia nyakitin perempuan sebaik Kak Aylee?" Nada suaranya dipenuhi oleh rasa kesal dan simpati kepada Aylee.
"Berarti benar, Kak Aylee pernah menjalin hubungan sama si Jon, Jon itu ya?" tanya Ziva, penasaran. Ia yang tadinya berdiri, kini duduk di sebelah Celin. Matanya berbinar-binar, ingin tahu lebih banyak tentang kisah Aylee dan Jon.
"Aku beneran penasaran banget, tolong ceritakan dong, please," pinta Ziva dengan suara sedikit manja, sambil mengedip-ngedipkan matanya pada Celin. Gerakannya yang manja membuat Celin sedikit gelagapan. Sejujurnya, ia sedikit keceplosan tadi. Ia seharusnya lebih berhati-hati dalam berbicara, mengingat ia belum sepenuhnya mempercayai Ziva.
Untungnya, suara deru mesin mobil terdengar dari kejauhan. Aylee telah tiba dengan mobil van kecilnya. Celin langsung merasa lega. Ia buru-buru mengingatkan Ziva, "Kak Aylee sudah datang. Ingat, jangan ceritain bahwa laki-laki itu datang ke sini, oke?"
Ziva mencebikkan bibirnya, sedikit kesal karena rasa penasarannya belum terpuaskan. "Bikin penasaran aja, tentu aku gak akan cerita."
"Bagus," sahut Celin, merasa lebih tenang.
Aylee masuk ke dalam toko bunga, menyapa Celin dan Ziva dengan hangat. Setelah itu, ia langsung menuju meja kasir, memeriksa beberapa pesanan yang masuk hari ini.
"Kak Aylee sudah makan?" tanya Celin yang kini tengah membuka bungkus makanannya begitupun dengan Ziva. "Belum, aku nggak lapar," jawan Aylee matanya tetap fokus pada layar ponsel.
"Aku beliin juga makanan buat Kak Aylee, ayo makan bareng," ajak Celin.
"Makasih banyak Celin, kalian duluan aja. Ini aku lagi nulis pesenan pelanggan. Banyak banget chat yang masuk hari ini," balas Aylee.
"Yasudah Kak, kami makan duluan ya." Aylee mengangguk. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Aylee mengambil beberapa rangkaian bunga yang sudah mulai layu. Ia memilih untuk mengeringkan bunga tersebut daripada dibuang. Kebetulan selalu ada pelanggan yang ingin membeli bunga kering.
Sementara itu, Ziva dan Celin, setelah menghabiskan makan siang, mereka melanjutkan pekerjaan lagi. Mereka mulai merangkai beberapa buket bunga sederhana untuk dipajang di depan toko. Buket-buket bunga yang dipajang sebelumnya sudah habis terjual, dan mereka perlu segera mengisinya kembali agar toko terlihat lebih menarik bagi para pelanggan.
Kini jam menunjukkan pukul enam sore. Seharusnya toko sudah tutup pukul lima, tapi hari ini sedikit terlambat. Tetapi terkadang Aylee juga sering lembur sampai tengah malam, untuk menyelesaikan pesanan yang membeludak agar besok pagi tinggal diantar. Aylee, Celin, dan Ziva sudah berada di luar toko setelah mengunci pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lieb Mich
Short StoryJaetama Madeva, anak muda bengal, diasingkan orangtuanya ke rumah kakek-neneknya di Meadowglen, desa terindah nomor tiga di dunia, setelah tingkah lakunya yang tak terkendali. Jauh dari hingar-bingar kehidupan kota dan hiburan malam kesukaannya, Ja...
