04 [WHY NOT KILL ME?]

45 9 0
                                        

Ariana duduk di kursinya, menatap Kaze yang sedang sibuk dengan dokumen di depannya. Mereka berada di ruang kerja pria itu, ruangan yang terasa dingin dan penuh ketegangan.

Sejak kejadian terakhir, dia mulai mengamati setiap detail tentang Kaze. Dan satu hal yang terus menghantui pikirannya adalah kematian Tante Sasa.

Dia menarik napas, lalu memberanikan diri bertanya.

"Kenapa Anda membunuh Tante Sasa?"

Tangan Kaze berhenti di atas dokumen. Suasana ruangan mendadak sunyi.

Ariana menunggu, berharap mendapat jawaban. Tapi Kaze hanya meletakkan pulpennya, lalu menatapnya dengan ekspresi datar.

"Bukan urusanmu," jawabnya singkat.

Ariana mengernyit. "Tapi—"

"Jangan ulangi pertanyaan itu lagi."

Nada suaranya tajam, penuh peringatan. Tatapan Kaze begitu dingin, seakan memberi tahu bahwa topik ini tidak boleh disentuh.

Ariana ingin mendesak lebih jauh, tapi sesuatu dalam cara Kaze menatapnya membuatnya mengurungkan niat.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, pria itu kembali fokus pada dokumennya, seolah pertanyaannya tadi tak pernah ada.

Ariana mengepalkan tangannya. Dia tahu Kaze menyembunyikan sesuatu. Tapi apa?

---

Malamnya…

Ariana tak bisa tidur.

Hawa di ruangan terasa pengap, pikirannya dipenuhi tanda tanya.

Saat dia bangkit untuk mencari udara segar, langkahnya terhenti di depan jendela.

Di luar, di teras belakang, dia melihat Kaze.

Pria itu duduk di kursi, satu tangan menopang dahinya, sementara tangan satunya menggenggam rokok yang menyala redup.

Asap putih melayang di udara, sesekali terhembus angin malam.

Tapi bukan rokoknya yang menarik perhatian Ariana.

Melainkan ekspresi Kaze.

Dia terlihat... lelah.

Tidak ada seringai liciknya, tidak ada tatapan tajam yang penuh perhitungan. Hanya seorang pria yang terjebak dalam pikirannya sendiri.

Beban apa yang dia pikul?

Kenapa dia terlihat begitu… hampa?

Ariana menatapnya lebih lama. Ini pertama kalinya dia melihat Kaze dalam keadaan seperti ini.

Dan untuk pertama kalinya… dia merasa ragu.

Apakah pria ini benar-benar seorang pembunuh tanpa hati?

Atau ada sesuatu yang lebih dalam yang belum dia pahami?

Ariana berdiri diam di balik jendela, memperhatikan Kaze yang masih tenggelam dalam pikirannya. Cahaya temaram dari rokok di tangannya berkedip-kedip dalam gelap.

Akhirnya, dorongan dalam dirinya menang. Dia melangkah keluar dengan hati-hati, angin malam yang dingin menerpa kulitnya.

Kaze tidak langsung menyadari kehadirannya. Pria itu tetap duduk diam, tatapannya kosong menembus kegelapan.

Ariana berhenti di sampingnya, menjaga jarak, lalu berbicara dengan suara pelan.

"Anda terlihat berbeda."

Kaze menghela napas, membuang asap rokoknya ke udara. "Bagaimana?"

Ariana ragu sejenak sebelum menjawab, "Seperti seseorang yang memiliki banyak beban."

DO NOT KILLWhere stories live. Discover now