"Tapi...." Aku baru teringat tentang lomba yang dipercepat. Kadang itu membuatku panik seketika. "Lombanya lima bulan lagi, Yan!!" Lanjutku berteriak kencang.

"Lo tenang aja bisa gak sih?" Fian memegang pundakku agar aku diam. Aku memang jadi diam, tapi jantungku tidak.

"Gak bisa." Jawabku lebih tenang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Lima bulan itu masih lama, apalagi sekarang ditambah Refan." Katanya menenangkanku.

Aku hanya mengangguk dan setelahnya Fian menjauhkan tangannya dari pundakku.

Aaaaaaak!! Aku masih tidak percaya. Di depanku adalah Fian. Yang aku suka sejak kelas 10, yang pernah mengantarku pulang, dan yang pernah membersihkan lukaku.

Aku hanya merasa seperti terbang. Aku senang dan tidak menyangka hal seperti itu akan terjadi. Dan merasakan senang seperti ini membuatku lambat laun menjadi diriku sendiri. Aku sudah jarang duduk sendiri, karena kadang Fian yang menemaniku. Aku juga sudah jarang menundukkan kepalaku.

"Lo mau makan apa?" Tanya Fian saat sudah di kantin.

"Baso tahu aja." Jawabku.

Fian pergi memesankan pesananku dan meninggalkanku sendiri.

Kring kring kring

Mampus! Bel udah bunyi.

Reflek aku bangkit dan kembali ke kelasku. Aku berjalan dengan cepat bahkan sesekali aku berlari. Ah! Ini gara-gara Pak Razi! Coba kalau Pak Razi gak bertele-tele, kan aku masih bisa makan di kantin. Sekarang aku hanya bisa mengusap perut karena lapar.

Tenang cacing, masih ada makanan di ru-

Brakk!

Aih bel sudah berbunyi tapi aku sepertinya menabrak sesuatu karena saking fokusnya dengan pikiranku. Aku lapar sekarang.

"Gara-gara lo bukunya jadi jatoh 'kan!" Perempuan di depanku terus menggerutu sambil mengambil bukunya yang jatuh.

Aku memang merasa bersalah. Tapi entah kenapa tanganku tidak bisa digerakkan. Aku hanya menatapnya lama.

"Lo bantuin gue kek." Perempuan tadi mendongakkan wajahnya menatapku jengah.

O-oh aku baru tersadar. Aku harus membantunya.

"Ma-maaf." Kataku gugup dan langsung berjongkok untuk membantunya.

"Ini makalah gue ya ampun." Katanya dengan suara kecil. Apa dia bicara padaku?

Aku menoleh mencari seseorang di belakangku. Tapi nihil, di sini hanya ada aku dan dia. Oh berarti dia berbicara padaku.

"Gue minta maaf. Tadi gue gak sengaja." Kataku sekali lagi setelah semuanya beres.

"Iya, gue gak apa-apa kok." Jawabnya sambil tersenyum. "Lo Kifara 'kan ya?" Lanjutnya bertanya padaku.

"I-iya, gue Kifara. Panggil aja Fara." Jawabku kikuk.

"Oke. Gue Luna. Kayanya sekarang kita harus balik ke kelas masing-masing deh. Tadi bel udah bunyi." Katanya sambil tersenyum lagi.

Aku-pun reflek tersenyum padanya. Saat aku mengingat perkataannya, aku langsung menepuk jidatku.

Astaga! Tadi udah bel masuk kelas!

"Oke-oke gue duluan." Kataku dan lansung berlari ke kelasku. Saat sampai di depan pintu kelasku, aku menabrak punggung seseorang karena aku tidak bisa menghentikan larianku.

"Lo apa-apaan sih." Fian menoleh ke belakang dan menatapku jengkel.

Aku ninggalin Fian di kantin. Bodoh sekali kau Kifara!

"Eh lo bukannya nungguin gue malah balik duluan." Katanya sambil berbisik karena posisi kami di depan pintu kelasku yang tertutup. Yaa itu artinya kelasku sudah dimulai...

Aku menatapnya menyesal dan meminta maaf. Seakan-akan aku lupa dengannya. Walaupun memang kenyataannya aku lupa kalau aku sedang bersama Fian.

Tiba-tiba dan tanpa aba-aba, pintu di depanku terbuka sangat lebar memperlihatkan Bu Ratna sedang memegang penggaris kayu besar untuk papan tulis.

"Ada apa kalian ribut-ribut?" Tanyanya tegas dan seperti mengancam. Sudahlah, ini sih sudah pasti dihukum.

"Ikut saya ke lapangan!" Bu Ratna melangkah di depanku dengan sangat cepat.

"Berdiri di sini dan hormat ke bendera." Ya Tuhan, aku kira hukuman seperti ini sudah tidak ada.

"Iya, Bu." Jawabku dan Fian bersamaan.

Tidak terasa 25 menit sudah aku dan Fian berdiri di sini. Tapi masih lama aku harus berdiri disini sambil mendengar Fian mengoceh.

"Lo sih pake nabrak segala, gue 'kan malah gak jadi buka pintunya." Fian terus menyalahkan aku sedari tadi.

Aku hanya mendengarkan saja omelan-omelan Fian yang ditujukan padaku. Aku terus mendongak keatas menatap bendera yang berkibar tanpa henti. Angin terus saja berhembus semakin kencang. Walaupun angin terasa kencang, tetap saja matahari beranjak semakin atas dan membuat kepalaku sedikit pusing. Bahkan sesekali aku hampir jatuh tanpa disadari Fian.

"Terus liatin benderanya! Jangan sampe terbang dibawa burung!" Bu Ratna berteriak dari lantai dua. Bu Ratna sesekali mengecek keadaan kami berdua.

Ya kali bendera dibawa terbang sama burung..

Aku mendelik mendengar perkataan Bu Ratna. Si Ibu gak seru bercandanya.

Bu Ratna kembali meninggalkan kami berdua di bawah teriknya matahari. Aku dan Fian dihukum seperti ini sampai jam pelajaran selesai.

Lebih baik aku pulang sekarang. Saat jam pelajaran selesai, itu artinya siswa pulang ke rumah, jadi untuk apa aku berdiri disini.

Karena kamu sedang dihukum, Kifara!

Iya, baiklah. Otakku mulai kacau sekarang.

---

an.

Thank you so much yang udah ngevote dan bikin gue semangat, lop yu lop yu pokoknyaaa

Btw maaf gue lama updatenya, karena sekarang lagi sibuk-sibuknya sama tugas wkwk.

Baca terus yaa ceritanyaa gue ngga akan lanjut kalau yang vote sedikit:')

Vote and comment please

AloneWhere stories live. Discover now