Alone - 13

5.1K 255 17
                                    

"Ra, ini harus pake bahan apa nih bagusnya?"

"Yahh Ra liatin dong ini gak sengaja jatuh."

"AWAS RA YANG ITU JADI ANCUR!!"

Astaga! berisik sekali dua laki-laki ini. Dari tadi mereka tidak bisa diam, bahkan lima menit saja tidak bisa.

"Iya-iya! kalian bisa tenang gak sih." Kataku sewot.

"Makanya lo hati-hati dong, jangan bikin panik aja." Saut Fian.

"Dih gue kan hati-hat―"

Kring Kring Kring

"Angkat dulu, Fan." Kataku setelah sadar omonganku terpotong oleh dering handphone-nya Refan.

"Gak, bukan apa-apa kok. Gak penting." Katanya cepat dan malah membiarkan handphone-nya berdering terus.

Aneh, biasanya dia tidak bertingkah seperti ini. Maksudku, ya Refan itu kan anak yang baik, jadi tidak biasanya dia malah membiarkan handphone miliknya terus berbunyi. Siapa tahu itu orang yang penting.

Sunyi. Handphone milik Refan sudah tidak berdering.

Kami sedang berada di rumah Fian, rumah yang sudah biasa kita jadikan tempat latihan kami membuat miniatur. Entah mengapa rumah ini sangat nyaman, apalagi Fian memiliki satu ruangan kosong yang bisa kami jadikan "markas". Haha iya markas. Karena ruangan ini kami rombak menjadi satu ruangan yang penuh dengan barang-barang kami, ruangan ini sudah seperti kost-kostan saja. Didekorasi dengan selera yang berbeda-beda, membuat ruangan ini sangat menarik.

"Hey! Maaf tante ganggu nih. Ini tante bawa makanan, makan loh jangan sampai dibuang." Tante Ira datang tanpa mengetuk yang sempat membuat kami bertiga terkejut karena kedatangannya yang tiba-tiba.

"Siap, Tante!"Jawab Aku dan Refan serempak sambil terkekeh. Tidak lama Tante Ira pun pergi meninggalkan kami.

Tante Ira ini sangat baik, dan setiap kita datang ke rumahnya, Tante Ira selalu memperhatikan kami. Biasanya Tante Ira memperhatikan kami secara diam-diam, melalui jendela misalnya.

Kring Kring Kring

Hah! Aku jengah sekali mendengarnya. Tanpa berpikir panjang aku mengambil handphone Refan dan langsung mengangkatnya.

"Halo?" Kataku.

"Ohh, Refan ada kok." Aku menoleh ke arah Refan dan menatapnya tajam. "Tunggu sebentar ya, Tante." Lanjutku.

"Ini nyokap lo, Refan." Aku menatapnya sinis karena jengkel ternyata yang menelpon adalah ibunya, kenapa tidak dia angkat sedaritadi coba. Aku langsung memberikan handphone-nya pada Refan. Refan pergi menjauh dari aku dan Fian.

"Yan, gue mau balik ah. Gak kuat gue pengen tidur." Kataku sambil menatap jam dinding. Sekarang sudah jam 8 malam. Dan sudah seharusnya aku berada di rumah jika sudah jam segini.

"Yuk kita pulang, Ra." Tiba-tiba Refan sudah ada di belakangku dan mengajakku pulang. Cepat sekali dia berbicara dengan Ibunya.

"Yaudah pulang aja kalian berdua, kita lanjut lagi kapan-kapan." Kata Fian. "Lo bareng Refan gak apa-apa kan? Gue gak bisa anter lo pulang hari ini, gue masih ada urusan soalnya." Lanjutnya padaku.

"Ya, it's okay. Gue bisa bareng Refan kok." Jawabku dan bergegas untuk pulang.

Makanan yang diberikan Tante Ira akhirnya aku bawa pulang, karena tidak enak juga Tante Ira sudah membuatkan masakan tapi tidak kita makan. Dan aku yakin makanannya enak sekali.

Aku pulang bersama Refan menggunakan motor Refan. Sepi. Ya, karena sudah malam, tidak wajar jika jam malam seperti ini jalan masih saja ramai.

"Fan, tadi kenapa nyokap lo tiba-tiba ngehubungin lo?" Tanyaku memecah keheningan.

AloneDove le storie prendono vita. Scoprilo ora