Alone - 6

5.4K 318 4
                                    

I hope you liked this story, even if you don't give a vote:))
---

Ternyata ada yang lebih sulit daripada mengikhlaskan dan kehilangan. Yaitu menerima kenyataan, bahwa kita bukan bahagia yang dia cari.

---

Sudah tiga hari ini aku mencari kesempatan untuk membujuk Malfian. Tapi nihil, aku tidak bisa membujuknya. Aku berjalan sendirian ke arah ruang seni rupa, aku di suruh untuk melihat-lihat hasil miniatur buatan seniorku.

Senang sekali dapat melihat hasil buatan mereka. Tidak salah mereka mendapatkan piala kalau hasilnya memang benar-benar bagus seperti ini.

"Lo ngapain di sini?"

Suara seseorang. Apakah dia bertanya padaku? Tanpa pikir panjang aku menoleh ke belakang.

Astagaa!!

Itu Malfian! Apakah ini kesempatanku? Benarkah?

"Li... at.. miniatur." Kataku lama. Ingat 'kan? Aku tidak biasa berbicara di sekolah.

"O..ke..." Balasnya mengikuti nada yang kubuat saat menjawab pertanyaannya.

Ohh itu membuatku malu. Fian pergi melihat miniatur-miniatur yang tentunya sudah aku lihat. Sekali lagi. Apakah benar ini kesempatanku? Huftt baiklah, aku akan mencoba.

"Lo... ikut... lomba?" Tanyaku akhirnya. Betapa leganya..

"Gue? Ikut miniatur? Mana mungkin." Katanya dan mendelik.

"Gak usah bohong." Oww itu suaraku? Dengan cepat?

Berbeda denganku yang senang karena cepat menjawab, Fian malah menunjukkan wajah kagetnya. Ada yang salah denganku?

"Apa?" Tanyaku penasaran karena dia hanya menatapku. Perlahan tapi pasti, Fian mendekatiku.

"Lo ngapain deket-deket?" Tanyaku cemas. Tidak mungkin aku menyukai cowok yang keterlaluan seperti cowok brengsek lainnya.

Fian tidak menjawab pertanyaanku, tapi dia masih saja mendekat sampai jarak diantara aku dan Fian hanya terpaut beberapa senti. Dengan sedekat ini, aku menutup mataku rapat-rapat sampai akhirnya Fian memegang pundakku dan membuatku membuka mata karena terkejut.

"Lo tau dari siapa?" Tanyanya. Fian mundur beberapa langkah, tapi tangannya masih memegang pundakku sehingga membuatku menatap matanya.

Haaah! Perlakuannya membuatku gugup.

"Stop!!" Teriakku dan melepaskan tangannya dari pundakku. Bukannya aku tidak suka, tapi aku tidak nyaman diperlakukan seperti ini. Jujur saja, sebenarnya aku senang bisa sedekat ini padanya.

"O-oke." Katanya dan terlihat sedikit gugup. "Jadi, lo tau dari siapa?"

"Tau apaan?" Tanyaku. Jelas aku tidak mengerti maksudnya, dia tidak bertanya dengan lengkap.

"Gue suka ikut lomba." Katanya dingin.

"Lo pikir lo doang yang suka ikut lomba? Gue juga suka ikut." Aku jadi berasa benar-benar tidak terlihat. Hey tentu saja aku tahu, setiap aku mengikuti lomba pasti ada Fian juga di sana.

"Oh ya?" Katanya dan mengangkat sebelah alisnya.

Aku hanya mengangguk seperti boneka yang ada di mobil. Kau tahu? Yang biasanya berbentuk anjing.

"Oke kalo lo tau." Katanya. Perhatiannya sudah teralih pada miniatur-miniatur yang sempat dia tinggalkan.

"So.... lo... mau.. ikut... bareng gue?" Tanyaku. Kenapa begini lagi? Sudah bagus aku tidak gugup.

"Bareng lo?" Tanyanya terkaget dan tatapannya kembali padaku. Kenapa selalu seperti ini.

Lagi-lagi aku hanya mengangguk seperti anjing.

"Bisa diatur.... Kalau lo mau gue suruh-suruh." Katanya serius.

What?! Yang aku inginkan adalah menjadi pacarnya, atau tidak menjadi temannya. Tapi apa katanya tadi? Disuruh-suruh? Seperti babu?

"Tapi...."

---

an

Diatas ada Malfian haha
Jangan lupa vote+comment nyaaaa

Comment dong, menurut kalian cerita ini gimana?

AloneWhere stories live. Discover now