Alone - 11

4.5K 259 4
                                    

"Sudah, Pak." Jawabku percaya diri.

"Bagus kalau begitu. Sebutkan siapa saja anggotamu."

"Malfian Erlangga." Aku sudah lebih tenang akhirnya. Saat Pak Razi memberiku satu minggu, aku akhirnya bisa mengajak Fian. Aku bahkan tidak percaya aku akan lomba bersama Fian, laki-laki yang aku sukai.

"Hanya berdua saja?" Tanya Pak Razi meyakinkanku.

Sebelum aku menjawab pertanyaannya, seseorang membuka pintu dan memotong pembincaraanku.

"Gak, Pak. Saya ikut."

Aku menoleh dan mendapati Refan berdiri di depan pintu dengan wajah panik.

"Oh, kamu juga ikut? Siapa namamu?" Tanya Pak Razi menatap Refan.

"Refan Ghifari, Pak." Jawabnya. Aku menatapnya tajam dan tidak percaya.

"Baiklah, kalian punya waktu lima bulan untuk latihan. Karena lima bulan lagi lomba dimulai."

"Loh, Pak? Kok jadi lima bulan lagi? Bukannya sebelas bulan?" Tanyaku tidak sabaran. Bagaimana bisa sabar, lombanya dipercepat enam bulan. Ya Tuhan itu terlalu cepat...

"Iya, karena pihak panitia lomba memiliki kegiatan yang ternyata bersamaan dengan lomba miniatur. Jadi mereka memutuskan untuk mempercepat." Jelas Pak Razi.

Lah aku harus apa persiapan lima bulan itu terlalu cepat. Aku kaget. Sangat kaget malahan. Tapi Refan di sebelahku ini malah diam sambil memainkan kancing kemejanya. Tampak santai dan tenang.

Apa-apaan dia ini!

"Lo kok tenang sih?" Tanyaku jengkel saat keluar dari ruang guru.

"Gue gak mau aja panik kaya lo tadi. Malu tau gak." Jawabnya.

"Ih! Rese lo." Balasku sambil mendorongnya menjauh.

Setelah beberapa hari bersama Refan, aku baru menyadari kalau dia adalah kapten futsal di sekolahku. Dan saat kelas 10 aku pernah sekelas dengannya. Tapi aku tidak pernah menyadarinya, aku mungkin terlalu nyaman dengan sendiriku.

Murid-murid yang lain saat ini sedang menatapku iri. Karena sudah beberapa hari ini aku bersama Refan. Bahkan kadang-kadang juga bersama Fian. Fian dan Refan ini bisa disebutkan cowok most wanted di sekolah, tapi entah kenapa aku malah bisa dekat dengan mereka.

Beberapa kali aku pernah ke rumah Fian yang kadang selalu membuatku nyaman dan sesekali senang karena aku tidak percaya bisa datang ke rumahnya. Aku juga baru tahu kalau Fian ternyata memiliki adik laki-laki. Umurnya tidak jauh, hanya terpaut 3 tahun, itu artinya adiknya sekarang kelas 8.

Aku menoleh saat seseorang merangkulku dengan tiba-tiba. Dan tiba-tiba jantungku juga berdetak kencang pada waktu yang besamaan.

"Lo ngagetin." Kataku pura-pura marah. Karena memang aku senang Fian merangkulku. Aku menghela napas perlahan untuk membuat jantungku sedikit lebih tenang.

"Ke kantin?" Tanyanya dan perlahan melepaskan rangkulannya.

"Iyalah, gue belum istirahat tadi." Jawabku dan berjalan lebih cepat menuju kantin.

Eh? Aku baru sadar Refan tiba-tiba hilang.

"Lah tadi lo darimana aja di kelas gak ada?"

"Dari ruang guru. Yan, Refan ikut lomba bareng kita lohh." Kataku menoleh padanya dengan sumringah.

"Yang bener?" Tanyanya tidak percaya.

"Benerlah. Gue seneng, Yan. Gimana gak seneng coba, sekarang udah ada tiga orang, Yan." Aku melompat-lompat di depan Fian saking girangnya.

AloneWhere stories live. Discover now