🧶 • analisis 🔍

Mulai dari awal
                                        

Saat mereka berjalan pergi, Jojo menyenggol bahu Jemima dan menyeringai. "Jangan lupa masakin gue, ya."

Jemima langsung mendelik. "Emang gue babu lo?"

"Kan lo sendiri yang nawarin gue kemarin," balas Jojo santai.

"Katanya kemarin nggak mau?" tanya Jemima, mengingat kembali perbincangan mereka sebelumnya.

Jojo mengangkat bahu. "Setelah gue pikir-pikir, hemat juga sih kalau ada yang masakin."

Jemima mendengus. "Yaelah..."

Jojo menyalakan mesin motornya.

"Maaf ya, kita nggak pakai helm. Tenang aja, gue bakal lewat jalan dalam biar nggak ketemu polisi. Tapi ya, nyampenya agak lama," jelasnya.

Jemima mengangguk. "Iya, nggak apa-apa."

Jojo tersenyum simpul. "Naik."

Tanpa banyak protes, Jemima langsung duduk di belakangnya.

Saat motor mulai melaju, Jemima memanggil, "By the way, Jo..."

"Gimana?" Jojo menjawab tanpa menoleh.

"Lo keren banget tadi. Gue baru tahu kalau lo sepinter itu bedah-bedah kasus," ujar Jemima jujur.

Jojo tersenyum kecil, sedikit salah tingkah. "Bakat terpendam kayaknya, Mim."

Jemima mengernyit. "Mim?"

"Iya, Mima. Jemima. Kepanjangan kalau dipanggil lengkap," jawab Jojo santai.

Jemima mengangguk paham. "Ohh..."

Setelah beberapa saat, Jojo gantian bertanya. "Kayaknya lo juga tertarik ngulik kasus ini ya, Mim?"

Jemima menghela napas. "Dikit sih, Jo. Gue cuma nggak nyangka aja kalau misalnya dia beneran bunuh diri. Maksud gue, dia ada di lingkaran positif. Nggak mungkin kan dia stres tanpa alasan?"

Jojo mengangguk pelan. "Nggak salah sih. Tapi yang namanya pikiran manusia, kita nggak pernah tahu."

🧶

Hari itu, obrolan mereka lebih banyak dari biasanya. Jemima mulai mengenal Jojo lebih dalam, begitu pula sebaliknya. Mereka akhirnya sepakat-Jemima akan membantu Jojo mengulik kasus ini, dan sebagai gantinya, ia akan memasak makan malam untuk mengganti biaya hidup di apartemen Jojo.

Setelah sampai di apartemen, mereka kembali ke urusan masing-masing tanpa mengganggu satu sama lain.

Yang menarik, sejak tinggal bersama Jojo, Jemima jadi jarang mengalami lucid dream. Bahkan, sejauh ini, ia belum pernah mengalaminya lagi sama sekali.

Jema memasak chicken katsu dan mashed potato malam itu. Saat tengah menghaluskan kentang, ponselnya tiba-tiba berdering. Inez menelepon.

"Jema, tugas Pak Bagas dikumpulin kapan sih? Besok atau minggu depan?"

"Minggu depan, Nez. Kenapa? Eh, Mona gimana kabarnya? Udah enakan? Terakhir gue ke sana, dia nolak gue," jelas Jema sambil tetap sibuk menumbuk kentang.

"Ah, gue cuma mau nanya aja. Udah lama nggak masuk kelas gara-gara kasusnya Nata. Mona sih oke, kemarin dia udah mau balik ke kos, tapi masih dicegah sama mamahnya."

"Ohh yaudah. Nez, kapan-kapan ngumpul yuk. Vibe kuliah sekarang chaos banget, jarang ada dosen yang masuk. Kayak terbengkalai gitu," keluh Jema.

Inez tertawa kecil. "Hahaha, bener! Makanya gue juga jarang masuk. Orang amburadul banget sekarang. Yaudah ya, gue mau ngerjain tugas dulu. Bye, Jema!"

"Oke, bye, Nez." Telepon ditutup.

Jema kembali fokus. Setelah selesai menumbuk kentang, ia hendak memindahkannya ke teflon.

Tanpa menoleh, ia meraba-raba meja mencari teflon. Namun, karena tak kunjung menemukannya, akhirnya ia menoleh-dan betapa terkejutnya dia melihat Jojo sudah berdiri di sana, diam sambil membawa teflon di tangannya.

"ASTAGA, JOJO! LU NGAPAIN SIH BIKIN ORANG KAGET AJA?!" teriak Jema.

Jojo terkekeh kecil. "Makanya, kalau ngerjain sesuatu satu-satu dulu. Multitasking bikin tolol, tau," godanya.

"Yeu, suka-suka gue! Dah, makan aja sono!" usir Jema. "Gue masak katsu. Curry-nya ada di situ." Ia menunjuk menggunakan dagunya.

Jojo malah menarik kursi tinggi dan mendudukinya. "Makan sendiri nggak enak, Mim. Gue tunggu lo aja."

Jema hanya mendengus pelan. "Terserah," balasnya datar.

Jojo masih menatapnya dengan ekspresi iseng. "Btw, Mim..." Ia sengaja memberi jeda.

"Apa?" Jema langsung menanggapi tanpa menoleh.

"Kayak gini termasuknya living together nggak sih?"

Jema yang sedang menyiramkan susu di atas kentang mendadak melamun. Benar juga. Secara teknis, mereka tinggal satu atap, berbagi ruang, dan... ya, begitulah.

"Mim, susunya kebanyakan, tuh," tegur Jojo santai.

"Astaga!" Jema langsung tersadar. Padahal baru melamun sebentar saja.

Jojo tertawa kecil lalu berdiri, menyambar teflon dari tangan Jema dan membetulkan masakannya. "Sebenernya gampang aja. Tinggal dikurangin dikit terus langsung diaduk. Minusnya mungkin rada encer, tapi at least masih enak kok." Ia lalu menambahkan lebih banyak keju.

"Kenapa, hmm? Gue kan cuma nanya. Kok lo malah jadi ngelamun gitu?" tanyanya sambil mengaduk kentang.

Jema menghela napas pelan. "Kalau living together itu, orangnya harus saling suka nggak sih?"

Jojo terdiam sebentar, lalu terkekeh. "Udah-udah, ayo makan. Udah jadi ini," ujarnya sambil menepuk bahu Jema, mengalihkan pembicaraan.

🧶




Red String Theory ||•On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang