Prolog: Lima Jiwa

230 125 19
                                        

Prolog: Lima Jiwa - Takdir Memanggil

Prolog: Lima Jiwa - Takdir Memanggil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di tengah malam yang pekat, langit menggantung muram

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Di tengah malam yang pekat, langit menggantung muram. Hujan badai mengguyur tanpa henti, membasahi jalanan dan menyapu bersih semua jejak.

Dua gadis, dengan napas terengah-engah, berlari secepat mungkin. Di belakang mereka, bayangan-bayangan gelap mengejar, langkah kaki mereka berirama dengan gemuruh guntur.

"Kita harus berpisah!" seru salah satu gadis, suaranya nyaris tak terdengar di tengah suara badai.

"Tidak! Kita harus tetap bersama!" balas temannya, matanya dipenuhi ketakutan.

Namun, pilihan sudah tidak ada lagi. Kelompok misterius itu semakin dekat. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berpisah. Gadis pertama, dengan jantung berdebar kencang, berlari ke arah sebuah gedung tua yang terbengkalai. Gedung itu tampak seperti hantu di tengah kegelapan, dengan jendela-jendela yang kosong dan retakan di dindingnya.

Ia menerobos masuk, mencari perlindungan dari hujan dan kejaran. Di dalam, hawa dingin menusuk tulang. Debu beterbangan saat ia melangkah. Tiba-tiba, ia melihatnya.

Siluet seseorang bergerak di lantai atas, perlahan tapi pasti. Orang itu memegang sesuatu di tangannya. Sesuatu yang berkilauan di tengah remangnya cahaya.

Dengan langkah gemetar, gadis itu naik ke lantai atas. Siluet itu semakin jelas, sosoknya semakin nyata. Orang itu berdiri di ujung koridor, dengan pistol teracung.

"Siapa... siapa kau?" tanya gadis itu, suaranya bergetar.

"Seseorang yang akan mengakhiri semuanya," jawab sosok itu, suaranya dingin dan tanpa emosi.

Sosok misterius itu menunjukkan rupanya, terlihat jelas di depan mata gadis itu. Dia adalah seseorang yang selalu bersamanya sejak dari dulu, melewati masa masa bersama, tapi apa yang di lihat nya sekarang seperti mimpi seolah saat ini dia berdiri di alam lain.

Sosok itu tertawa keras, suaranya bergema memenuhi seluruh ruangan gedung tua.
Tatapan nya selalu sama, tatapan dingin, tidak bisa di baca.

"Kau tahu, semua ini salahmu," kata sosok itu.

"Aku? Tapi..."

"Tidak ada tapi-tapian," potongnya. "Semua yang terjadi, semua penderitaan dan masalah karena dirimu."

Gadis itu terdiam, bingung dan ketakutan.

Tiba-tiba, kilatan cahaya. Suara letusan yang memekakkan telinga. Gadis itu terhuyung, merasakan sakit yang luar biasa.

Ia memegangi dadanya, darah mengalir di jari-jarinya. Pandangannya kabur, dunia di sekelilingnya berputar.

"Kenapa...?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.

Sosok itu hanya tersenyum dingin. "Selamat tinggal, sahabat lama."

Gadis itu jatuh. Tubuhnya tergeletak tak bernyawa di lantai tua yang dingin. Hujan masih mengguyur di luar, seolah ikut meratapi akhir dari segalanya.

 Hujan masih mengguyur di luar, seolah ikut meratapi akhir dari segalanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku akan menjadi orang pertama yang membunuh mu, sahabat."


25, september 2025

Takdir : 5 JiwaWhere stories live. Discover now