07. Semakin valid?

66 45 43
                                        

Hallo, Jey di sini. aku harap kalian baik yaaa.
.
.
.
.

Semoga di bab kali ini kalian enjoy. jangan lupa apresiasi melalui vote dan komen.
.
.
.
.

Happy reading

"itu di luar, mobil siapa, nak?" suara bapak terdengar saat baru masuk ke dalam rumah. Di belakang, mas Nemuel mengikuti dengan langkah tenang, sorot matanya menyapu ruangan.

Laut, yang sejak tadi duduk diam di atas kursi kayu, menoleh dengan penuh tanya. Dalam pemikirannya, dari mana bapak dan mas Nemuel sampai pulang selarut ini? Tak memperdulikan pikirannya, ia memilih menjawab pertanyaan bapak.

"Ah, itu mobil temen Laut, pak. Mereka menginap satu malam di sini, soalnya belum dapat homestay," jawab Laut sambil menatap bapak yang hanya mengangguk sebelum melangkah masuk ke kamar tanpa berkata apa-apa lagi.

Mendengar kata 'temannya', Nemuel mendekat dengan raut tak percaya. Sejauh yang ia tahu, Laut jarang sekali memiliki teman, apalagi sampai membawa mereka ke rumah. Alisnya terangkat. "Temen yang mana? setahu mas, enggak ada satu pun temenmu yang pernah main ke rumah," ujarnya dengan nada menyelidik.

Laut menarik tangan Nemuel agar duduk di dekatnya. "Ini ceritanya panjang, mas..." katannya, kemudian Laut menceritakan semuanya. Ia mengisahkan pertemuannya dengan dua anak kota itu, tentang bagaimana mereka bisa sampai menginap, dan terutama tentang satu sosok yang diam-diam membuat dadanya berdebar cepat, Alula.

Mas Nemuel menyimak dengan seksama, meski keningnya sedikit berkerut. "Jadi?" tanyanya masih bingung.

Laut menunduk, menarik napas panjang, lalu kembali menatap kakak tertuanya. "Kayaknya... Laut jatuh cinta deh, mas," ujarnya lirih sekali.

sejenak, ada keheningan yang menyelimuti di antara mereka, sebelum akhirnya Nemuel meledak dalam tawa. Gelak tawa itu memenuhi ruangan, mematahkan keheningan, seolah apa yang Laut katakan adalah lelucon. "Mas enggak yakin kamu beneran jatuh hati sama anak kota itu," katanya sambil masih terisak akibat tawa. Ia menepuk bahu Laut sebelum melenggang pergi, membiarkan Laut larut dalam kebingungan.

Laut termenung, ia tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan dirinya. Apakah ini benar-benar cinta? Ataukah hanya sebuah kekaguman sesaat yang akan hilang seiring berjalannya waktu?

Bayangan Alula kembali terlintas dalam pikiran, senyumnya yang lembut, bagaimana cara dia berbicara, menampilkan mata yang terasa begitu hangat. Tapi mungkinkah ini semua hanya sebuah fatamorgana, ilusi perasaan yang ia ciptakan sendiri?

perasaan itu semakin mengusik. dengan gusar, ia mengacak rambut kasar. "Aaakkhh! kenapa sih?" gerutunya.

Menyerah dengan pikirannya sendiri, Laut memilih bangkit ke kamar. Mengingat malam sudah semakin larut, dan matanya mulai terasa berat meminta untuk tidur.

Belum sempat kakinya melangkah menaiki anak tangga, Laut di kejutkan dengan Alula yang menuruni tangga. Gadis itu tampak santai, tapi ada sesuatu dalam cara langkahnya yang membuat Laut bertanya-tanya. Ini sudah larut malam, tapi kenapa gadis ini masih saja terjaga, itulah yang ada dalam pikiran Laut.

Laut mengernyit. "Kenapa belum tidur? Kamarnya enggak nyaman, ya?" tanyanya, penuh perhatian.

mendengar itu sontak, Alula menggeleng cepat. "Enggak, nyaman kok. Glenda malah pules banget," jawabnya.

DASAR, LAUT!! [ON GOING]Where stories live. Discover now