Chapter 4

1.5K 101 11
                                    

Sehun pov#

Aku disuruh eommaku menemani noonaku ke mall. Haishh.. sungguh bukan hari yang tepat. Aku melihat sekitar ruangan mall itu lalu aku terpandang seorang yeoja yang begitu ku kenal. Yeoja yang selama ini ku cari, yeoja yang begitu ku rindui. Adakah benar apa yang ku pandang tadi adalah yeoja itu?

Tiffany?
Sepertinya itu adalah dia. Aku coba melihatnya sebetul-betulnya walaupun sekarang dia telah mengalihkan pandangannya menatap ke tempat lain. Aku mengerutkan dahiku setelah dia pergi begitu saja.

Mungkin bukan dia.

Mana mungkin tiffany tidak mengenaliku? Tadi sempat ku lihat kalau dia menatapku cuman aku tidak berapa perasan dengan wajahnya. Tapi dari sudut hatiku yang paling dalam, aku mengharap kalau biarlah yeoja tadi adalah tiffany.

Tiffany. Aku merindukan mu. Datanglah bertemu dengan ku kembali. Maafin aku tiff. Aku janji aku akan menjaga dan merawat mu serta baby dalam kandunganmu itu dengan baik.

Sekarang. Sekarang aku percaya kalau itu adalah anakku. Aku percaya sekarang tiff. Baliklah padaku. Aku membutuhkanmu.

Hatiku tidak henti-hentinya mengingat pasal yeoja itu. Entah kenapa hatiku kosong sejak pemergiannya. Aku menatap noonaku yang sekarang sedang memilih baju untuk anaknya.

"Apa tidak bisa lama lagi?" Aku menatapnya dengan wajah sebal. Dia tidak menatapku tapi hanya mencari-cari baju untuk anaknya.

"Sebentar lagi. Aku tidak tahu mana yang bagus. Apa yang ini atau yang ini?" Noonaku menunjukkan dua helai baju di depanku. Aku menatap tidak menarik benda itu.

"Dua-dua jelek." Kataku seenaknya dan mendapat tatapan membunuh dari noonaku.

"Apa kau menghina taste ku? Aku lihat kalau dua-dua ini bagus dan bagaimana bisa kau bilang ia jelek eoh?!" Aku masih menaruh tampang datarku walaupun jujur aku sedikit takut dengan bentakannya.

"Sudahlah noona aku mahu pulang." Aku langsung meninggalkan noona ku sendiri di sana yang tidak habis-habisnya dia menjerit namaku. Dasar noona aneh -_-

Sehun pov end#

Tiffany pov#

Aku menaiki bus menuju ke kantor luhan. Aku membutuhnya sekarang. Aku mahu curhat padanya dan aku butuh pelukan hangatnya. Aku tahu sekarang dia sedang meeting dan aku juga tahu kalau dia sedang sibuk. Tapi untuk saat ini aku sungguh sangat membutuhkannya.

Aku turun dari bus lalu menuju ke kantor luhan. Aku sempat menghela nafasku sejenak sebelum masuk ke dalam. Sungguh kantor yang besar. Itulah menurutku yang baru pertama kali menjejak kaki ke kantor luhan.

Aku yang sudah berada di depan kantor luhan tidak masuk dan hanya ingin menunggu luhan di luar sebelum dia habis meeting. Aku tidak tahu berapa lama tapi aku hanya perlu menunggu.

"Tiffany?" Aku menolehkan pandanganku pada sumber suara di belakangku. Mujurlah luhan tidak lama meetingnya.

"Luhan." Aku langsung memeluknya. Dia kelihatan kaget lalu ingin melepaskan pelukanku. Aku menahannya dan memeluknya dengan erat.

"Kamu kenapa tiff?" Aku tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepalaku di dekapannya. Detik selanjutnya luhan membawaku masuk ke dalam kantornya dalam keadaan ku masih memeluknya. Walaupun aku sudah berada di dalam, aku masih tidak mahu melepaskan pelukannya sehingga dia meleraikan pelukan itu.

"Tiff cerita padaku kamu kenapa?" Terlihat dari sini kalau wajah luhan sedang menatapku dengan khawatir. Aku jadi tidak tega mengganggu kerjanya dengan kondisi aku sekarang ini.

"Tiff jawab aku. Kamu lepas nangis?" Aku menggelengkan kepalaku. Entah kenapa begitu sukar untuk ku ceritakan padanya apa yang telah ku lalui sebentar tadi.

"Ya ampun tiff, kamu kasi aku khawatir. Jangan hanya menggelengkan kepalamu dan ceritalah padaku." Luhan memegang wajahku dengan kedua belah tangannya. Aku menatap matanya yang khawatir lalu kembali memeluknya. Tapi kali ini dia tidak coba melepaskan pelukanku melainkan membalasnya.

"Ak.. aku kete..mu sam..a nam..ja yang ku.. benci.. han." Kataku terbata-bata kerna tangisanku yang semakin menjadi-jadi. Luhan menenangkanku dengan menggosok punggungku. Sungguh aku nyaman sekarang ini berada di dekapannya.

"Shuuut.. sekarang kamu berehat di sini sebentar sementara tunggu aku ketemu sama bos ku. Aku akan pamit pulang padanya."

"Apa tidak apa-apa kamu pamit pulang?" Jawabku takut kalau membebaninya. Dia tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

"Ani. Kamu tungguh bentar ya. Kalau kamu capek tidur saja di sofa itu ya. Aku akan datang secepat mungkin." Sebelum pergi luhan sempat membelai rambutku dengan sayang. Sungguh aku beruntung dapat memilikinya walaupun sekarang ini kami tidak mempunyai apa-apa ikatan.

TBC

My MistakeWhere stories live. Discover now