Gladis pov.
"Bunda, hari ini Ravel sekolahkan ?"
Tanya Ravel kepadaku lirih. Wajahnya selalu nampak memprihatikan jika meminta sesuatu dariku. Namun aku seperti ibu yang kejam tak punya hati baginya, karena tidak pernah mengacuhkan permintaan anakku sendiri.
"Iya sayang hari ini kamu ikut homeschooling lagi seperti biasa." ujarku sambil memakaikan kemeja di tubuh kecilnya.
"Kenapa bunda harus homeschooling terus? Kenapa tidak sekolah seperti anak-anak yang lain saja Bunda?"
Aku terdiam dari gerakku yang sedang mengancingkan satu persatu kancing kemeja Ravel. Entah apa lagi yang harus ku katakan pada Ravel agar dia mengerti dengan maksudku. Penyakit yang di deranya, sungguh merenggut masa kanak-kanak yang harusnya jadi moment bahagia di usia nya saat ini.
"Ravel, Bunda mohon, jangan buat Bunda marah nak, Bunda lakukan ini hanya untuk kamu, sayang!"
Hampir saja aku kehilangan Kontrol, aku hampir membentak Ravel. Jika di bilang stres, memang aku stres menghadapi semua yang terjadi dalam hidupku. Ravel nampak cemberut ketika aku marah padanya. Ku angkat dagunya dengan buku jari-jari tanganku. Aku mencolek hidung mungilnya dan menarik kedua sudut bibirnya.
"Smile !"
Akhirnya Ravel pun tersenyum kembali, setelah aku menarik kedua sudut bibirnya. Ravel melingkarkan tangannya di leherku dan mencium pipiku. Dia memang anak yang sangat gampang di bujuk, juga penurut kepada kedua orang tua. Perlahaan Ravel melepaskan pelukannya dariku dan memandang wajahku.
"Bunda, siapa laki-laki yang waktu itu keluar dari kamar Bunda?" tanya Ravel mengejutkan diriku
Aku yakin yang Ravel tanyakan adalah Pak Victor, karena hanya Pak Victor lah yang keluar dari kamarku saat itu. apa yang harus ku jawab kepada Ravel? Anak sekecil ini tidak boleh mengetahui apapun yang terjadi pada ibunya, apa lagi hal buruk yang menimpa diri ibunya ini.
"O..., itu teman Bunda sayang, teman Bunda ingin menayakan soal pekerjaan, ayo sudahlah gak usah di bahas lagi! Cepat siap-siap sayang, Pak Edwin gurumu akan segera datang!"
Aku coba bohong, dan mengalihkan perhatiannya. Kini suara bel rumahku sudah terdengar nyaring bunyinya, tanda kalau guru Ravel sudah datang. Akupun menggendong Ravel untuk turun ke bawah menemui Pak Edwin.
_________________
"Hallo Pak! Maaf nunggu lama ya?"
"Oo.. Tidak sama sekali bu Gladis."
Akupun coba menurunkan Ravel dari gendonganku, dan ku dudukkan di sofa ruang tamu, yang sudah biasa menjadi ruang belajar untuk Ravel dan Gurunya.
"Ok.. Ravel sudah siap untuk belajar?" tanya Guru
"Siap Pak!" jawab Ravel dengan menyunggingkan senyuman manisnya.
"Baiklah pak, kalau begitu saya titip Ravel kepada bapak! Sekarang saya pergi ke kantor dulu untuk bekerja!" ujarku
"Ravel, Bunda kerja dulu ya sayang, jangan nakal jangan capek-capek ya!"
Ku cium kuncup kepala Ravel beserta kening dan pipinya, lalu ku usap pelan rambutnya, dan mulai ku tinggalkan untuk bekerja. Aku yakin pak Edwin pasti bisa mengajar dan menjaga Ravel dengan baik.
*****
Author pov.
Gladis mulai merasakan jantungnya berdegup dengan kencang, dia tidak bisa menahan rasa yang aneh itu Jika ia di pertemukan dengan pria yang selalu ada untuk dirinya. Ya, dia adalah Bram. Gladis berpapasan dengan Bram ketika dia baru sampai di kantor.
YOU ARE READING
I'm Not a Whore
RomanceGladis,... seorang singgle parent yang cantik, dia janda satu anak, Ravel anak Gladis menderita sirosis hati akut, dan hanya bisa di tolong jika Transplantasi atau cangkok hati di laksnakan sesegera mungkin. Victor adalah boss yang sedikit arrogant...
