Part 2

13.1K 505 0
                                        

Gladis Pov.

Akhirnya aku bisa bernafas lega sementara ini, berkat uang pinjaman dari bosku Victor, Ravel bisa di tangani oleh dokter secepatnya dan mampu melewati masa kritisnya, kini Ravel sudah di perbolehkan untuk pulang sementara waktu, namun harus tetap cekup rutin ke Rumah Sakit untuk melakukan kemoterapi lagi.

Sebenarnya hatiku tidak sepenuhnya senang dan tenang, aku masih was-was dan takut kalau aku tidak bisa mendapatkan pendonor hati, kondisi sirosis hati atau kanker hati ganas yang di dera oleh Ravel sudah akut, dan harus secepatnya melakukan Transplantasi atau cangkok hati . walau kelak ada pendonor hati yang datang, Apakah aku sanggup untuk membayar biaya operasinya?. Itu pasti akan mengenyam uang berlipat-lipat dari biaya perawatan sebelumnya.

Tidak mungkin untuk bisa meminjam uang kembali kepada Pak Victor, persyaratan yang ia minta saja belum aku lakukan, jujur aku tidak sanggup dengan persyaratan yang harus mempertaruhkan harga diriku sendiri, aku tidak bisa membayar hutang dengan tubuhku. Masih beruntung kemarin lalu aku masih bisa mengindar dari nafsu birahi pak Victor. Memang dia terkenal dengan sebutan playboy dan suka bermain-main dengan para wanita.

Aku tidak mungkin bisa berhubungan dengan lelaki seperti itu, apa lagi tanpa suatu ikatan apapun. Andai saja Kelvin suamiku ada saat ini bersamaku, mungkin dia tidak akan pernah membiarkan aku dan Ravel menderita seperti ini, Kelvin sosok suami dan ayah yang sempurna bagiku dan Ravel. Kenapa kecelakan maut itu harus menimpa dirinya? Andai saja aku dapat mengetahui siapa yang melakukan tabrak lari itu, tak akan ku biarkan dia bisa berpijak riang di bumi ini!

Kring..kring..kring..kring..!

Suara alarm dari jam tanganku menyadarkan aku dari lamunanku, yang sejenak sedang mengenang kebersamaan dengan suamiku yang tidak mungkin kembali lagi padaku dan Ravel. Aku tengok jam sudah menunjukan pukul 12:00 siang, waktunya Ravel meminum obatnya. Tetapi kemana dia? Semenjak tadi aku belum melihatnya sama sekali.

"Ravel..Ravel.. Dimana kamu nak?"

Aku berteriak ringan memanggil Ravel, dia tidak menyahut panggilanku sama sekali, entah kemana Ravelku itu, sudah ku cari kesemua sudut ruangan, namun Ravel tidak ketemu juga, entah ada dimana dia sekarang? Aku tak henti-hentinya bergumam sendiri mencari Ravel. Perasaanku mengatakan kalau Ravel sedang ada di kamarnya! Aku coba menjejaki satu persatu anak tangga untuk menuju kamar Ravel.

Saat ku buka pintu kamar Ravel, aku bisa bernafas lega, karena Ravel ada di kamarnya sesuai instingku. Entah apa yang dia lihat di luar jendela kamarnya? Sampai dia tidak merasakan kehadiranku yang membuka pintu kamarnya.

"Ravel sayang, kamu sedang apa nak?"

Aku coba menyapanya dengan lembut, sambil menggenggam botol obat dan baju hangat di tanganku. Walau aku sudah bertanya dan menyapanya, Ravel sama sekali tidak menegokku yang berada di belakang tubuhnya yang mungil. Perlahan ku dekati dirinya dan coba mengikuti arah pandangannya menuju keluar jendela.

Ternyata Ravel sedang memandangi anak-anak sebayanya yang tengah bermain di luaran rumah, bukan aku tidak mengerti, bukan aku coba mengekang dirinya, bukan aku tidak sadar akan hal yang dinginkan Ravel untuk bisa bermain dengan anak seumurannya. Namun, aku sadar akan kondisi Ravel saat ini. Apa lagi mengingat perintah Dr.Dhaniel yang melarang keras Ravel untuk melakukan aktivitas yang akan membuatnya drop kembali.

Aku tidak mau itu terjadi, aku memang melarang Ravel untuk bermain sementara waktu sampai ada pendonor hati yang datang. Ternyata laranganku membuat Ravel sedih dan tidak bersemangat, tetapi ini adalah jalan yang terbaik untuk dirinya, karena Ravel tidak boleh kecapean sama sekali.

"Ada apa sayang?" tanyaku kembali

Ravel tetap tidak menjawab pertanyaanku dan malah memelukku erat yang kala itu tengah berlutut menyeimbangkan tinggi badan dengannya. Perlahan dia juga melepaskan pelukannya dan menatap ke arahku, nampak wajah pucat pasi yang sedang ku pandang balik, dengan tersirat belipat-lipat kesedihan didirinya.

"Bunda.., sampai kapan Bunda akan mengurung Ravel di kamar ini?"

Terdengar suara lirih, sedih menyapa gendang telingaku, suara dari seorang anak yang sedang meminta hak-nya untuk bermain bebas bersama anak sebayanya. Ku coba usap pelan kepalanya sambil menahan air mata yang hendak membanjiri luas pipiku.

"Sayang, nanti akan ada masanya Ravel akan bermain seperti itu nak!" aku coba untuk menghibur dirinya.

"Bunda, Ravel akan sembuhkan? Kenapa Tuhan memberi Ravel penyakit ini Bun?" pertanyaan Ravel membuat aku terenyuh dan ingin meneteskan air mata kesedihanku, namun air mata yang sudah terbendung di tenggorokanku, ku tekan dalam sekuat tenaga agar tidak keluar, aku takut Ravel melihat air mata itu.

"Kemari nak!"
Aku coba merangkulnya kedalam palukanku yang tengah berpindah posisi duduk di bibir ranjang. Aku cium ubun-ubunnya sepenuh hati dengan penuh kasih sayang yang berlimpah ruah untuknya.

"Ravel dengar Bunda, Tuhan memberi sakit ini untukmu, karena Tuhan memilihmu untuk menjadi anak yang paling di sayang oleh Tuhan nak! Dan suatu hari Tuhan akan memberi kebahagian yang berlimapah kepada Ravel, jika Ravel kuat melewati ujian ini !" ujarku memberi tahu dengan memakai kata bijak sebisaku.

Setelah mendengar kata-kataku, Ravel memeluk kuat diriku dengan melingkarkan tangannya di leherku, kembali aku mencium kepala dan ubun-ubunnya, tidak lupa aku mengingatkan Ravel untuk meminum obatnya.

"Sekarang Ravel minum obatnya ya, biar cepat sembuh!" perintahku

Ravel pun meminum obatnya, tidak lupa juga aku memakaikan sweater ke tubuhnya, agar bisa menjaganya tetap hangat. Kini Ravel mulai berbaring di ranjangnya untuk tidur siang. Aku tahu isi dari hati Ravel, dalam hatinya dia pasti berontak tidak mau meminum obat-obatan itu terus menerus selama 3tahun ini. Aku bisa mengetahuinya dari bahasa tubuh dan raut wajahnya yang selalu mendung jika ku sodorkan obat padanya.

Tak terasa akupun ikut tidur di samping Ravel di ranjang kecil miliknya, dengan memeluk tubuh yang mungil bak malikat anugerah dari Tuhan.

*****

Author pov.

Selepas merasakan kesedihan yang di dera Gladis terhadap Ravel anaknya. Di sisi lain ada Victor yang sedang duduk di ruangan kerjanya, dia sedang mengingat kejadian beberapa hari lalu di kamar hotel, ketika dia melakukan kemeseraan dengan Gladis, walau kemesraan itu hanya sejenak terjadi, ternyata mampu membuat laki-laki blasteran antara Prancis dan Indonesia ini mampu ketagihan.

Sesungguhnya, dia mampu membeli wanita yang lebih cantik dan sexy dari Gladis, tetapi menurutnya Gladislah yang mampu membayanginya siang dan malam, sikap dingin Gladis padanya, membuat Victor penasaran dan greget pada janda satu anak itu. Sebenarnya ada apa dengan Victor? saat 2tahun lalu Victor sendirilah yang menerima Gladis saat melamar pekerjaan ke perusahaannya, dan bukan Personalia ataupun Supervisor yang menerima, melainkan dirinyalah sendiri yang turun tangan langsung menerima Gladis dan menjabatkan posisi Sekretaris pribadinya pada Gladis.

Banyak Karyawan lain yang menggumamkan masalah itu,dan menurut Karyawan lain, tidak mungkin Victor hanya tertarik oleh kecantikan yang di miliki Gladis saja,pasti ada sesuatu lain yang di pendam Victor. Namun Victor yang memiliki kuasa penuh atas dirinya di perusahaan Pertambangan Batu Bara. Mampu membungkam ratusan mulut Karywannya dengan mempergunakan jabatan sebagai anak dari pemilik Perusahaan.

"Ah..aku sudah tidak sabar menantikan saat itu! Aku sudah sangat ingin mendekap dirinya, dan jika perlu, aku akan menikahinya, menjadikan dirinya titik akhir dalam ceritaku!"

Tiba-tiba saja Victor bergumam mustahil sambil memutar-mutar pena di tangannya, saat ini Gladis izin dari kantor beberapa hari, untuk mengurus anaknya yang baru saja keluar dari rumah sakit. Victor merasa tidak betah dan tidak nyaman kalau bekerja tanpa melihat wajah Gladis di kantornya.

Memang kedengarannya lebay atau semacamnya, namun, itulah yang di rasakan Victor saat ini. Karena rasa itu semakin kuat menggelayuti hatinya untuk sehari tidak bertemu dengan Gladis, akhirnya Victor memutuskan untuk pergi menemui Gladis ke rumahnya, tanpa berpikir panjang sebelumnya.

"Ok..sexy! Wait me, ill be there!"

Victor beranjak meninggalkan pekerjaannya demi menemui Gladis di rumahnya.

♥♥♥♥♥

Bersambung...

Hai guys...mohon vote and komentnya ya please di follow juga donk...

TY yang udah baca...

I'm Not a WhoreWhere stories live. Discover now