Prolog

26.4K 741 7
                                        

Ponselku tiba-tiba berdering ketika aku sedang menyiapkan file penting yang diminta bosku, ku tengok nama kontak yang meneleponku, aku sedikit was-was dan deg-degan ketika melihat nama kontak yang memanggilku, perlahan aku geser tombol hijau di ponsel touch screen-ku, dengan nada sedikit gemetar aku berusaha untuk menjawab telepon yang sudah tidak sabar untuk mendengar suaraku.

"Ha..hallo.." gemetar nada suaraku karena harus berbicara dengan pihak rumah sakit yang menangani penyakit anakku.

"Selamat pagi bu Gladis? Saya dari bagian administrasi rumah sakit yang menangani anak ibu, saya hanya ingin menayakan kapan ibu akan segera melunasi pembayaran Perawatan anak ibu? Karena ini sudah jatuh tempo sesuai dengan yang ibu janjikan, kalau ibu tidak segera melunasinya, maka kami dari pihak rumah sakit akan menghentikan perawatan untuk anak ibu!"

Suara itu sungguh membuat aku panik, karena perawatan yang sedang berjalan untuk anakku akan di hentikan, dan itu tidak boleh terjadi, aku tidak mau anakku merasakan sakit atau hilang dariku selamanya.

"Ba..baik, sa..saya akan lunasi secepatnya, setelah saya selesai bekerja, yang terpenting anak saya tetap mendapatkan perawatan yang intensif."

Teleponpun mulai di tutup ketika aku janjikan akan melunasinya segera, walau aku tidak tahu harus kemana mencari uang 200 juta untuk melunasi pengobatan anakku yang sudah menginap lama di Rumah sakit. Mencari jalan keluar tidak mungkin dengan waktu yang mepet seperti ini.

Telepon di meja kerjaku berbunyi membuyarkan lamunanku yang sedang mencari jalan keluar, dengan rasa yang masih was-was seusai mengangkat telepon dari rumah sakit, kini akupun megangkat kembali telepon kantor yang ada di meja kerjaku.

"Halo?"

"Segera bawa file itu keruanganku sekarang!"

Terdengar nada dingin dari balik telepon, akupun meletakan gagang telepon ketempat semula dan sesegera beranjak dari tempat dudukku untuk menuju ruangan bosku. Setelah nada ketukan pintu ketiga, pak Victor bosku menyuruhku untuk segera memasuki ruangannya.

Sesegera aku meletakan file penting itu di meja Big boss dari perusahan Batu Bara yang terkenal di Jakarta pusat ini. "Ini pak file yang bapak minta." pak Victorpun langsung membuka file itu, dan menelaah isi dari file tersebut. Namun aku heran, kenapa di saat dia sedang menelaah isi file tersebut, sesekali di mendelik ke arah diriku, dia memperhatikan buah dadaku yang sedikit terbuka.

Ya, memang busana kekantorku sebagai sekretaris, selalu memakai kemeja yang mengetat dan ku biarkan 2kancing atas kemejaku tetap terbuka, sehingga menampilkan sedikit belahan dadaku.

Sambil menunggu pak Victor selesai menandatangani file, aku berpikir sejenak, "bagaimana kalau aku pinjam saja kepada pak Victor uang untuk melunasi pembayaran rumah sakit itu?" tetapi aku tidak berani, karena pak Victor ini di kenal dengan ketegasan dan kedinginannya terhadap karyawan. Tetapi aku harus membuang rasa takut dan tidak beraniku untuk menepati janji kepada pihak rumah sakit, kalau tidak maka aku akan kehilangan Ravel anakku selamnya! Aku tidak ingin itu terjadi.

Baiklah! aku akan melakukannya demi anakku, aku harus berani. Ayo Gladis kau pasti bisa! Gumamku dalam hati. Memang aku harus melakukannya, karena tida ada cara lain lagi ataupun orang lain lagi yang mampu membantuku, karena aku hanyalah seorang janda beranak satu yang jauh dari kerabat.

Perlahaan aku menghela nafas panjang, dan mengumpulkan keberanian yang aku miliki, apapun jawaban pak Victor aku tidak perduli, yang terpenting aku sudah berusaha dan mencoba.

"Pak, sa..saya mau.." ucapanku terpotong ketika pak Victor melirik ke arahku, tatapannya begitu tajam memandangku, membuat aku terdiam dan tak bisa menuntaskan kalimatku yang gagap. "Kenapa?" tetapi suara pak Victor yang membelai telingaku merubah pikiranku untuk tetap berbicara meneruskan maksud dan tujuanku.

"Saya, saya mau pinjam uang kepada bapak!" ungkapku yang penuh perjuangan untuk mengumpulkan keberanian itu.

"Berapa?" tanya pak Victor dengan seringai sangsinya.

Aku terdiam sejenak ketika mendengar pertanyaan itu, aku takut pak Victor tidak sanggup memberiku pinjaman sebesar itu! Tetapi aku harus percaya diri dan optimis Tuhan akan membantuku siapapun orangnya.

"200juta!" ungkapku dengan penuh yakin dan optimis.

Namun, tidak ada expresi wajah kaget atau syok dari wajah pak Victor, ku perhatikan dia nampak tenang dan santai, perlahan dia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arahku dengan membawa expresi sangsinya. Dia memutari diriku dengan pandangan yanga naik turun memandangi diriku. Entah apa yang dia perhatikan dari diriku. Pak Victor membuatku deg-degan dan keheranan ketika dia terus memandangi buah dadaku yang bulat.

"Aku akan memberikan uang itu padamu, tetapi hanya dengan satu syarat!" ujarnya penuh teka teki

Dengan hati yang senang akan mendapatkan uang pinjaman, akupun menanyakan apa syaratnya dengan penuh semangat! "Apa syartnya pak?"

Pak Victor hanya tersenyum kecil ketika ku tanyai begitu, dia menengadah ke arahku,mendekatkan wajahnya dengan wajahku, sesaat aku merasa sesak tidak bisa bernafas ketika wajah tampan bermata coklat berhidung mancung itu wajahnya menengadah kearahku.

Aku menelan ludahku ketika mata itu terus memandang kedua bola mataku, beberapa detik saja pandangan itu mulai turun kebawah, ketika aku sadar dengan pandangannya yang mesum, langsung ku tarik rapat kedua sisi kemejaku untuk menghindari pandangan pak Victor yang mulai macam-macam.

Diapun mulai menghindariku dan berkata, "syartnya mudah!" lagi-lagi dia menggantung ucapanya membuat teka teki, dan menimbulkan rasa penasaran di hatiku. Aku diamkan sejenak dirinya sampai ia mau berucap sendiri.

"Syartnya adalah, kau harus mau jadi wanitaku !setiap aku meminta kau harus siap melayaniku, kapanpun dan dimana pun itu!"

*****************************************************

Hai guys..cerita baruku nie...
Mohon di vote and di koment ya..
Jangan lupa juga di follow terlebih dulu ya..TY buat yang always ngevote and koment premennya...

I'm Not a WhoreWhere stories live. Discover now