⚠ Warning bxb area!
(Taesan x Leehan)
Status : Tamat
Leehan mahasiswa yang selalu terlihat tak bersemangat itu membuat Taesan penasaran. Ada beban dan keresahan di matanya yang membuat Taesan tergerak untuk menolong anak bimbingnya itu. Akankah in...
Saat Leehan membuka pintu, dia bertemu dengan tatapan tajam Taesan. Kepanikan melanda dirinya, dan dia secara naluriah mencoba menutup pintu, tetapi tangan Taesan terulur, menghentikannya.
Dia melangkah masuk, kehadirannya memenuhi apartemen kecil itu. Leehan menggelengkan kepalanya, keringat mengucur di dahinya. Dia mundur selangkah, lalu selangkah lagi saat Taesan maju.
"Tolong, aku tidak melakukan apa pun," gumam Leehan, suaranya bergetar.
"Aku tidak akan berani melakukan hal itu. Aku bukan jalangmu. Aku bukan, aku tidak-bukan aku. Aku minta maaf telah merusak reputasimu. Aku akan pe- bukan maksudku pindah. Ya aku akan pindah" Air mata mengalir di wajahnya, kata-katanya merupakan permohonan putus asa.
Apartemen di sekitar mereka berantakan, tumpukan pakaian berantakan, buku-buku berserakan, dapur penuh dengan piring-piring yang belum dicuci, dan cangkir-cangkir yang tak terhitung jumlahnya berserakan di setiap sudut. Itu adalah cerminan dari keadaan Leehan yang kacau.
Hati Taesan sakit melihatnya. Dia melihat meja di belakang Leehan memungkinkan potensi bahaya. Tanpa pikir panjang, dia meraih pinggang Leehan dan menariknya mendekat, mencegahnya semakin mundur ke arah meja. Kepanikan Leehan semakin bertambah, kata-katanya menjadi campur aduk.
"Tidak! Aku bukan jalangmu! Dan kau bukanlah sugardaddy ku hiks... aku bukan... tidak akan, tidak mungkin. Pergi! Kumohon pergilah... hiks... Jangan memelukku! Biarkan aku sendiri..." racau Leehan.
"Lihat aku Leehan" Mata Leehan membelalak ketakutan, napasnya terengah-engah. Taesan mencondongkan tubuh, bibirnya membawa bibir Leehan ke dalam ciuman sepihak.
Leehan langsung bereaksi dengan mendorong dada yang lebih tua menjauh, namun kekuatannya melemah. Dia tidak membalas ciumannya, tapi dia juga tidak menolak. Ketika Taesan akhirnya melepaskan ciumannya. Leehan terjatuh lemah tanpa kekuatan dengan air mata yang mengalir di pipinya. Hati Taesan hancur saat melihatnya.
Dia memperhatikan banyak pil yang berserakan dan menyadari betapa besar penderitaan Leehan. Dia duduk di sampingnya, menariknya ke pelukan hangat.
"Tidak apa-apa" gumam Taesan, suaranya lembut seperti lagu pengantar tidur.
"Kamu aman. Aku di sini" isak tangis Leehan berangsur-angsur mereda, tubuhnya rileks dalam pelukan Taesan. Setelah dia tenang, Taesan membantunya duduk.
"Kamu perlu makan sesuatu" katanya sambil berjalan menuju dapur. Dia segera menyiapkan makanan sederhana, membawanya ke Leehan.
"Makan" desak Taesan, nadanya tidak menyisakan ruang untuk berdebat. Leehan ragu-ragu tetapi akhirnya menurutinya, mengambil gigitan kecil.
Setelah beberapa kunyahan, dia mendongak, matanya dipenuhi kelelahan "Aku ingin tidur" bisik Leehan, suaranya nyaris tak terdengar.
"Tapi aku tidak bisa" Taesan mengangguk, mengerti.
"Ayo" katanya sambil mengangkat Leehan ke dalam gendongannya. Kaki Leehan menggantung pada kedua sisi pinggang yang lebih tua, kepalanya ia sandarkan pada dada bidang Taesan.
Taesan dengan mudah membawanya ke tempat tidur, membaringkannya dengan lembut. Tangannya ia arahkan untuk mengelus rambut yang lebih muda sambil menyanyikan lagu lullaby.
Mata Leehan terpejam, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia tertidur dengan nyaman. Taesan mengawasinya selama beberapa jam, kembali mengelus rambut atau dahi Leehan yang tiba-tiba berkerut tanda gelisah. Menenangkannya kembali hingga Leehan bisa tidur dengan nyenyak.
Pukul lima dini hari, Taesan berdiri dan mulai membersihkan apartemen. Dia mencuci piring, merapikan ruang tamu, menata buku, bahkan mencuci pakaian. Dia juga menyiapkan beberapa makanan dan menaruhnya di lemari es.
Saat matahari menembus melalui celah jendela, apartemen itu sudah bersih. Taesan membuat sarapan lalu kembali ke sisi Leehan, berbaring di sampingnya.
Sudah waktunya masuk universitas, tapi dia tidak membangunkan Leehan. Sebaliknya, dia memperhatikannya tidur, senyuman kecil terlihat di bibirnya.
Leehan bergerak sedikit, menggumamkan sesuatu dalam tidurnya. Senyuman Taesan melebar sambil membelai lembut rambut Leehan.
Saat Leehan akhirnya terbangun dengan matanya yang membelalak panik. Taesan dengan cepat menghiburnya, membaringkannya kembali dan membisikkan kalimat menenangkan.
"Tidak ada yang salah" kata Taesan lembut.
"Rumornya akan segera mereda. Fokus saja untuk menjadi lebih baik"
Leehan mengangguk, ingatannya melayang pada kejadian semalam, mau tidak mau ia memikirkan tentang ciuman itu. Dia melirik bibir Taesan, lalu menyentuh bibirnya sendiri, ada pertanyaan di matanya. Tapi Taesan tidak berkata apa-apa, malah mendesaknya untuk segera menyegarkan diri dan sarapan.
"Sudah hampir terlambat ke universitas" kata Taesan.
"Tapi kamu perlu makan" lanjutnya.
Setelah sarapan, Leehan memandang Taesan dengan ekspresi serius "Kita harus pergi sendiri-sendiri" katanya.
"Aku tidak ingin rumor lagi tentang kita"
Taesan mengangguk mengerti "Baiklah. Tapi ingat, aku di sini untukmu. Selalu."
Di universitas, suasananya tegang. Ujian kedua dimulai dengan tekanan yang semakin meningkat. Leehan fokus pada ujiannya, bertekad untuk membuktikan dirinya.
Taesan mengawasinya, memberikan dukungan kapan pun dia bisa. Perjalanan ke depannya masih penuh dengan tantangan, namun untuk pertama kalinya, Leehan merasa tidak menghadapinya sendirian. Karena ada Taesan, terlepas dari ketakutan dan keputusasaan Leehan siap untuk berdiri di sisi Leehan apa pun yang terjadi.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.