Chapter 2

1.8K 212 10
                                        

Tinggalkan jejak kalian dengan vote & komen👍🏻

Matahari pagi melemparkan rona emas di atas universitas, sinar matahari masuk melalui jendela-jendela tinggi di ruang kuliah. Di dalam, para siswa duduk dalam barisan yang rapi, mata mereka tertuju pada Profesor Han Dongmin saat ia memulai kuliahnya.

Namun Leehan, terombang-ambing dalam lautan pikirannya sendiri. Pikirannya yang kacau menolak untuk berlabuh pada saat ini. Penjelasan mata kuliah pagi itu melayang melewatinya seperti gema di kejauhan, maknanya hilang dalam kabut kelelahannya. Bukan karena dia ingin tidur, itu karena dia tidak bisa mempertahankan benang kesadarannya cukup lama untuk fokus.

Mata tajam Taesan mengamati ruangan, memperhatikan wajah penuh perhatian mahasiswa di kelasnya. Tapi kemudian pandangannya tertuju pada Leehan. Ekspresi kosongnya terlihat seperti kegelapan awan di langit cerah, sangat jelas bahwa anak itu tidak memperhatikannya.

Alis Taesan sedikit berkerut, sedikit rasa kesal terlihat di wajahnya. "Leehan!" seru Taesan,  suaranya menembus kesunyian seperti pisau.

“Bisakah kamu memberitahuku apa yang baru saja saya jelaskan?” Leehan tetap tidak bergerak, pikirannya berusaha memproses pertanyaan itu. Ruangan itu seolah-olah tertutup di sekelilingnya, beban ratusan mata menekannya. Bukannya membuka mulut, ia malah bersikap layaknya sebuah patung.

"Kim Leehan" ulang Taesan, nadanya lebih tegas.

"Silakan datang ke depan dan selesaikan soal ini" Jantung Leehan berdebar kencang saat dia bangkit dari tempat duduknya, dengan langkah berat dia berjalan ke depan kelas.

Bisikan teman-teman sekelasnya berdengung di telinganya. Dia bisa merasakan pandangan mereka tertuju padanya, beberapa penuh dengan rasa jijik, yang lain dengan rasa penasaran.

Leehan mengambil spidol dan mulai menyelesaikan soalnya. Gerakannya lambat namun pasti, setiap goresan spidol di papan tulis merupakan bukti potensi tersembunyinya. Setelah selesai, Leehan pun melangkah mundur, matanya menatap mata Taesan dengan tatapan rapuh.

Taesan memeriksa papan itu, ekspresinya tidak terbaca. "Benar" suaranya tanpa pujian. Mengejutkan semua orang yang berada di dalam kelas.

"Tapi kurangnya perhatianmu tidak bisa diterima. Kamu harus fokus jika ingin sukses" Beberapa siswa mencibir, tawa mereka mengingatkan akan posisi genting Leehan.

Tatapan Taesan tertuju pada mereka, matanya dingin "Tidak akan ada ejekan di kelasku karena rasa hormat adalah yang terpenting" katanya tajam.

Leehan kembali ke tempat duduknya, kepalanya tertunduk. Dia menjatuhkan diri, menyandarkan kepalanya pada lengannya, beban pagi hari menekannya. Jaehyun, Woonhak, Riwoo, dan Sungho bertukar pandangan khawatir, kepedulian mereka terhadapnya terlihat jelas.

Saat materi berlanjut, pikiran Leehan melayang sekali lagi. Penjelasan Taesan tidak bisa lagi ia tangkap. Masuk telinga kanan keluar telinga kiri, mungkin istilah itu yang cocok untuk menggambarkan keadaan Leehan saat ini. Ketika akhirnya kelas berakhir, dia merasakan gelombang kelegaan menyapu dirinya.

.

.

.

.

.

.

Kelompok kecil yang terdiri dari Leehan, Jaehyun, Sungho, Riwoo, dan Woonhak itu berkumpul di bawah pohon besar, keteduhan memberikan istirahat yang menyenangkan dari sinar matahari tengah hari.

Jaehyun menyerahkan sandwich kepada Leehan dengan ekspresi simpati "Pagi yang buruk ya?" Leehan mengangguk, menggigit sandwich itu tanpa terlalu antusias.

"Aku tidak bisa fokus" dia mengakui dengan suaranya yang frustrasi.

"Sepertinya otakku sedang kacau."

Woonhak menepuk punggungnya "Bertahanlah, kamu pasti bisa melewati ini" Riwoo dan Sungho mengangguk setuju, dukungan yang mereka berikan membuat sedikit kenyamanan dalam badai pikiran Leehan.

.

.

.

.

Sementara itu, Taesan duduk di kantornya sambil meninjau catatannya. Tapi pikirannya terus melayang kembali ke Leehan, mahasiswa bermasalah yang berhasil menyelesaikan soal yang ia berikan meskipun dia jelas tidak memperhatikan materi. Ada sesuatu dari Leehan yang membuat Taesan penasaran.

Saat kelas sore dimulai, Taesan memperhatikan Leehan lebih dekat. Dia memperhatikan bagaimana mata Leehan berkaca-kaca, bagaimana bahunya merosot karena beban-beban yang tak terlihat. Jelas ada yang tidak beres, dan karena itu rasa ingin tahu Taesan bertambah.

 Jelas ada yang tidak beres, dan karena itu rasa ingin tahu Taesan bertambah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hai-hai gimana kabar kalian??
Chapter ini tipis-tipis dulu aja ya...

Jangan lupa vote & komennya 🤗


TBC.

'Save Me' [END]Where stories live. Discover now