semesta ; 15

249 51 10
                                    

"Terkadang banyak hal yang kita ingin kan tapi lupa untuk mempersiapkan kehilangan."

semesta ; 15

Di sebuah ruangan baca keluarga Sekala itulah Artik, Atlana, dan Syasya berada. Mereka baru saja menerima kabar bahwa Adelio Daniel Prakasa tengah dalam perjalanan kembali ke Jakarta. Ke tiganya tahu bahwa cepat atau lambat perang ini akan segera dimulai. Syasya sudah menyiapkan pengacara dan barang bukti untuk mendapatkan hak asuh Araya kembali dengan bantuan Artik dan Atlana serta putra sulung mereka, Jagat.

"Kali ini aku bener-bener nggak bakal ngalah lagi. Aku mau Araya kembali ke hak asuh aku sebagai ibu kandungnya apapun yang terjadi," kata Syasya.

"Aku sama Artik bakal terus dampingi kamu selesaiin masalah ini, Sya. Kamu jangan gegabah kita perjuangin hak asuh Araya sekali lagi," balas Atlana dengan merangkul pundak sahabatnya.

Damar – Asisten Artik datang membuat semua yang ada di ruangan memusatkan perhatian padanya.

"Ada apa?" tanya Artik. Meskipun kini Damar bekerja dengan Artik lelaki itu tidak pernah menganggap hubungan mereka seperti atasan dan bawahan. Justru Artik tetap menganggap Damar sebagai sahabatnya bahkan saudaranya.

"Barusan ada kabar kalau Daniel mendadak membatalkan penerbangannya tapi yang gue lihat itu karena ada pertemuan sama salah satu koleganya yang kalau nggak salah Mr. Kharim dari Mexico," ucap Damar.

"Karim? Mafia penyelendupan senjata illegal dan salah satu investor senjata illegal di India?" balas Artik yang diangguki Damar.

Artik pun menganggukan kepalanya dan dengan wajah tenangnya seperti biasa lelaki yang sudah menginjakan kepala empat itu kembali berucap, "Makasih informasinya, Mar. Kalau gitu kita nggak punya waktu banyak untuk merebut kembali hati Araya dan meyakinkan dia untuk kembali ke kita."

Ucapan Artik tersebut mengakhiri obrolan pada hari itu tanpa mereka sadari meskipun terlihat tenang tapi otaknya sejak dulu tak berhenti bekerja. Artik tahu harusnya sejak awal semua ini sudah ia akhiri di gedung tua kala itu. Pikirannya kini hanya tertuju pada dua hal, keluarga kecilnya dan PASCAL.

****

Setelah pulang dari rumah keduanya yaitu Markas Utama PASCAL, Jagat memilih berkeliling kota sendiri menggunakan vespa matik merah milik ayahnya yang katanya dulu menjadi saksi kisah cintanya bersama bunda. Entah apa yang ada pikirannya membuat akhirnya Jagat memilih jalan melewati perumahan Araya. Memberhentikan motornya sejenak di area tak jauh dari rumah besar itu dan hanya menatap jendela kamar yang lampunya masih menyala. Sepertinya Araya belum tidur.

Jagat pun kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku jaket kebanggaannya. Jaket yang menjadi identitas utama anggota PASCAL setelah kalung hitam dengan bandul berbentuk ujung tombak yang hanya dimiliki oleh anggota PASCAL saja.

Berdering dan menunggu beberapa saat panggilan tersebut akhirnya diterima oleh seseorang di balik jendela kamar yang sedang Jagat pandangi sedari tadi.

"Halo. Kenapa? Gue kan udah bilang jangan hubungin gue se-"

"Cari ronde, yuk."

Terjadi keheningan untuk beberapa saat sebelum Jagat kembali berucap, "Gue tunggu lima menit. Gue udah di depan."

"Iya, tunggu sebentar." Mendengar jawaban dari Araya sebelum panggilan itu tertutup membuat Jagat bernapas lega.

Mungkin Araya tak menyadari tapi Jagat sadar bahwa tak lama lagi waktu kebersamaan keduanya tak akan banyak. Terlebih ketika paman cewek itu kembali hadir serta Rajendra yang mungkin akan lebih banyak memiliki waktu dengan Araya karena memiliki kepercayaan untuk menjaga perempuan kesayangan Jagat setelah bunda dan Lava.

JAGAT RAYAWhere stories live. Discover now