Sebelas

69 11 3
                                    

Seperti yang dikatakan oleh Lily tadi malam, Lily benar-benar menjemput Gio pukul lima pagi, bahkan lebih awal lagi dari biasanya. Gio tak menyangka kalau gadis itu berani datang pagi-pagi buta menjemputnya, bersyukur di sekitaran rumah Gio, pukul lima pagi sudah mulai ramai dengan orang-orang yang akan ke pasar atau dengan aktifitas lainnya.

Tak mau membuat Lily lama menunggunya, Gio langsung masuk ke mobil Lily, duduk di kursi penumpang samping kemudi. Pria itu sebenarnya tak enak hati pada Lily karena Lily yang mengemudikan mobil bukan dia padahal dia seorang laki-laki. Hanya saja, Gio sama sekali tak bisa mengemudikan mobil.

"Kalau kamu kedinginan, di belakang ada selimut, ambil aja," kata Lily ketika mendengar suara Gio berdesis seperti kedinginan.

Mungkin karena Lily menyalakan AC di mobilnya, sehingga Gio merasa kedinginan. Berbeda dengan Lily, dia sama sekali tak merasa dingin, bahkan menikmati rasa sejuk yang dihasilkan oleh AC mobil.

"Boleh, Mbak?" tanya Gio.

Pria itu sama sekali tak kepikiran kalau Lily akan menyalakan AC mobilnya, dia juga hanya memakai kaos lengan panjang berwarna putih polos juga celana jeans, sama sekali tak memakai jaket.

"Boleh, kok. Tapi maafin saya, ACnya gak bisa saya matiin, gerah banget," jawab Lily seraya menjelaskan pada Gio alasan dia tak mau mematikan AC mobil.

Gio pun langsung mengambil selimut di kursi penumpang tepat di belakang kursi yang dia duduki, memakai selimut yang wanginya khas Lily.

"Hangat ya?" tanya Lily.

Gio mengangguk, kemudian melihat pada Lily yang tengah sibuk menatap jalan raya. Jalanan masih cukup sepi, tapi Lily begitu fokus pada jalanan. Namun, sekali pun penerangan di mobil Lily kurang, Gio dapat melihat semburan merah di pipi Lily, juga melihat senyum tipis Lily.

"Pantainya itu sama sekali gak ada orang di sana, mungkin cuma kita berdua, soalnya jarang didatangi," tutur Lily masih berusaha mengajak Gio untuk mengobrol.

"Kenapa lihat sunrise di pantai? Kenapa gak di kafe aja? Di sana kan ada rooftop, Mbak."

Pria itu memilih bertanya, dia heran dengan Lily yang ingin melihat sunrise di pantai, padahal rooftop di kafe milik Lily bisa dimanfaatkan dengan baik untuk melihat sunrise.

Kurang lebih lima belas menit di perjalanan, mereka pun sampai di pantai. Seperti yang Lily katakan, benar saja tempatnya sepi, Gio tak tahu kalau ada pantai yang sepi di sini.

Lily langsung turun, diikuti oleh Gio yang juga ikut turun, dan mengekori Lily yang membawanya ke dermaga kecil yang terbuat dari kayu.

"Ini tempat saya biasa lihat sunrise dan sunset," ungkap Lily.

Gio yang mendengar itu mengerjap beberapa kali, seakan tak percaya dengan apa yang Lily katakan, tetapi melihat Lily yang begitu berani keluar seorang diri di pagi-pagi buta untuk menjemputnya, Gio mau tak mau percaya pada apa yang dikatakan Lily. Gio melihat sendiri bagaimana keberanian Lily menjemputnya pukul lima pagi, waktu di mana biasanya masih banyak orang-orang jahat berkeliaran di jalanan.

"Kenapa Mbak Lily ke sini?"

"Saya suka sunrise sama sunset, saya selalu tenang kalau selesai lihat sunrise atau sunset," jawab Lily.

"Terus kenapa ajak saya, Mbak?"

"Saya mau ngasih lihat kamu indahnya sunrise," jawab Lily.

Mata keduanya memandang pada tempat terbitnya matahari, melihat keindahan matahari yang terbit. Tangan Lily menarik tangan Gio, digenggam erat, membuat Gio langsung menoleh pada atasannya itu. Awalnya Gio ingin menolak, tetapi melihat Lily yang terlihat begitu bahagia, dia tak sampai hati untuk menolak Lily. Alhasil, pria itu balas menggenggam tangan Lily.

Namun, Lily juga menoleh, melihat pada Gio. Mata Lily tak lepas menatap Gio, begitu pula Gio yang menatap Lily. Tanpa tahu malu, Lily majukan wajahnya, mengecup bibir Gio cukup lama bersamaan dengan matahari yang terbit, membuat Gio diam mematung lantaran apa yang sudah dilakukan oleh Lily padanya.

Gio mengkhianati Asti, Gio menyakiti Asti tanpa sadar, Gio sudah mengingkari janjinya pada Asti, Gio sudah melukai hati Asti.

Sadar kalau dia sudah sangat menyakiti Asti, Gio mendorong pelan Lily, mengusap bibirnya kasar, berharap bekas dari Lily bisa secepatnya hilang. Sementara Lily, langsung menunduk malu, dia tak tahu kenapa tiba-tiba seperti itu, tak tahu kenapa dia tiba-tiba mengecup Gio. Jantung gadis itu berdetak kencang, napasnya memburu.

"Mbak Lily udah kelewatan," ucap Gio.

"Tapi kamu menikmatinya, kan?"

Menikmati apanya? Gio bahkan langsung teringat dengan Asti, kalau tahu seperti ini, Gio tak akan menerima ajakan Lily.

"Mbak Lily gak lupa kalau saya punya pacar, kan?" tanya Gio seakan tak percaya dengan apa yang dilakukan Lily padanya barusan.

"Saya nyaman sama kamu, Gio. Kamu orang yang mengerti saya, kamu orang yang tolong saya di saat saya sedang merasa semuanya sedang gak baik-baik aja," ungkap Lily.

"Sekali pun Mbak Lily nyaman sama saya, saya tetap gak bisa balas perasaan Mbak Lily," balas Gio mengusap wajahnya kasar.

"Maaf," kata Lily lirih.

"Saya mau pulang, kalau Mbak Lily belum mau pulang, saya bisa pulang sendiri."

Lily menghela napasnya, dia telah berbuat kesalahan pada Gio. Gadis itu berkata, "Ayo kita pulang."

Lily pun mengajak Gio pulang, tetapi selama di perjalanan, Gio sama sekali tak bersuara, begitu juga Lily.

***

Uhuyyyy aku up lagi

Siapa yang kesal dengan Lily?

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Promise Where stories live. Discover now