81. Nasehat dari Mama

Start from the beginning
                                    

"Ini Lean mau tidur di sini. Benar 'kan, Sayang?" Kata Aryanti sambil membungkukkan tubuhnya lalu ia berbisik di telinga bocah itu. "Kamu iyain semua, nanti Oma belikan mainan yang banyak."

Lean menganggukkan kepalanya. Namun anggukan kepala Lean membuat Gadis semakin berpikir bahwa ada yang tidak beres di sini. Apalagi saat ia melihat bagaimana cara Mamanya berbisik di telinga Lean yang akhirnya membuat anak itu menganggukkan kepalanya. 

"Lean sudah ngantuk?" Tanya Gadis sambil berjalan mendekati sang Mama. Ia sengaja menggendong Lean begitu sampai di hadapan anak itu. Gadis tak akan membiarkan Mamanya menang banyak malam ini.

"Sedikit, Bunda."

"Kalo begitu kita ke bawah. Sebentar lagi Ayah sudah selesai nyetrika baju Lean."

Aryanti segera berjalan mendahului Gadis dan menutup pintu kamar. Hal ini sukses membuat Gadis bertanya-tanya tentang sikap yang Mamanya ambil. Seharusnya ia yang marah dengan apa yang Mamanya lakukan, tapi kenapa justru kini Mamanya yang menganggap ia telah melakukan kesalahan besar hingga tak mengijinkan dirinya keluar dari kamar ini? Jika Mamanya berpikir bisa menguncinya di kamar ini agar ia tidak kembali ke hotel, maka Mamanya telah salah besar. Dengan senang hati Gadis akan menelepon Gavriel yang ada di bawah untuk membukakan pintu kamar ini dengan kunci cadangan yang ada di laci dekat ruang keluarga.

"Ma, kalo mau lanjutin perdebatan kita jangan sekarang. Ada Lean sama Gavriel di rumah kita."

"Pa, tolong bawa Lean ke kamar Banyu. Mama mau kasih paham anak Papa yang paling susah dikasih tahu ini dulu."

Gadis tahu bahwa Papanya tentu akan menjalankan perintah yang Mamanya berikan. Mereka selalu satu suara jika berhadapan dengan sang anak. Saat Sudibyo mengambil alih Lean dari gendongan Gadis, Gadis hanya memberikan pesan agar Lean menunggunya di kamar Banyu. Setelah tinggal dirinya dan Aryanti di dalam kamar ini, Gadis memilih untuk duduk di pinggiran ranjang tempat tidurnya. Ia biarkan Aryanti yang memulai lebih dulu. Toh semua ini keinginan Mamanya yang tidak sabaran menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan semua masalah ini. 

"Dis, kamu sadar enggak apa yang kamu lakukan tadi bisa membuat Gavriel sakit hati dan memilih pergi dari sisi kamu?"

"Perlakuan yang mana, Ma? Aku sama dia biasa aja."

"Mama menguping pembicaraan kalian di belakang. Kamu bilang kalo kamu butuh waktu untuk mengenal keluarganya dahulu sebelum melangkah lebih jauh. Kamu ini maunya apa sih, Dis? Apa kurang pengorbanan Gavriel buat kamu selama ini? Dia rela jauh-jauh ke Bontang, temani kamu liburan bahkan sampai rela ijin dari kantor sekedar untuk jadi saksi perceraian kamu dan Dipta."

"Ma, aku ini masih harus menjalani masa iddah itu lamanya sampai 90 harian. Mama juga tahu kalo aku ini mau liburan ke beberapa negara setelah putusan cerai. Enggak mungkin 'kan aku enggak berangkat begitu aja cuma karena pasanganku enggak kasih ijin aku pergi sendirian."

"Siapa yang larang kamu buat berangkat? Enggak ada, Dis. Silahkan berangkat dan hamburkan uang kamu sampai tak tersisa daripada uang itu jadi rebutan kamu dan Dipta. Tapi tolong jangan jadikan perasaan orang sebagai mainan hanya karena status kamu saat ini yang masih abu-abu. Jangan jadi perempuan egois kamu, Dis mentang-mentang Gavriel kelihatan baik-baik saja menjalani semua ini terus kamu bisa mempermainkan dia seperti bermain layangan."

Gadis tak menyangka jika ia justru meneteskan air matanya kala mendengar perkataan Mamanya. Meskipun terdengar blak-blakan dan sedikit menyakitkan, namun kata-kata yang meluncur dari bibir Mamanya benar-benar bisa menancap di hati Gadis. Terlebih saat Mamanya mengumpamakan perlakuannya kepada Gavriel seperti bermain layangan. Memang Gadis menyadari ia terkadang menarik ulur hubungannya dengan Gavriel. Tentu saja ia tidak mau menambah keruwetan hidupnya dengan berperilaku seperti Pradipta yang menghadirkan orang ketiga ketika mereka masih terikat dalam sebuah pernikahan.

"Aku takut, Ma kalo aku terikat dengan laki-laki dan harus menjalani hubungan jarak jauh, kejadian kemarin akan terulang. Aku pernah sekantor sama Gavriel, sedikit banyak aku juga tahu dia gimana orangnya. Di lain sisi, aku juga butuh waktu untuk menenangkan diri dan pelan-pelan berdamai dengan ketakutan-ketakutan yang ada di dalam diri aku sebelum aku melangkah lebih jauh."

"Berapa lama waktu yang kamu butuhkan?"

"Aku enggak tahu, Ma."

"Kamu menjawab begitu karena Gavriel belum mengajak kamu bertemu keluarganya?"

Melihat Gadis yang diam saja, Aryanti hanya bisa menghela napas panjang. Sungguh anaknya ini terlalu naif. Kenyataannya Pradipta yang dulu terlihat menyayangi kedua orangtuanya justru sanggup meminta istrinya untuk menjaga mereka seorang diri saja sedangkan ia menikmati kehidupan bak lajang di Bontang sambil asyik berselingkuh di belakang istrinya.

"Dis, setiap orang itu kondisinya berbeda, jangan kamu sama ratakan. Mama tahu kalo tidak bisa jadi sebuah jaminan bila laki-laki yang baik dalam memperlakukan keluarganya akan melakukan hal yang sama kepada pasangannya setelah menikah, tapi setidaknya orang yang pernah mengalami betapa pahitnya hidup sebagai anak korban perceraian orangtua, dia tidak ingin anak-anaknya kelak merasakan hal yang sama dengan apa yang dia alami."

"Itu juga bukan sebuah jaminan kalo dia akan tetap setia sama pasangannya setelah menikah. Cobaan dalam pernikahan itu bukan cuma perselingkuhan. Laki-laki yang tidak memiliki jiwa kepemimpinan, mengayomi dan bisa menjadi pelindung untuk keluarga kecilnya justru akan menorehkan luka batin yang sulit tergambarkan, Ma."

Aryanti kini memilih duduk di samping Gadis. Ia mengelus punggung anaknya ini naik turun. "Mama tahu kamu sudah berpengalaman dalam pernikahan, bahkan cobaan hidup kamu juga tidak mudah selama menikah dengan Dipta. Mulai dari kakak-kakak Dipta yang banyak memberikan interupsi serta koreksi atas semua yang kamu lakukan, dibohongi sampai diselingkuhi. Tapi ada hal yang perlu kamu ingat, Dis. Selama pasangan kamu tidak berselingkuh, tidak malas bekerja, tidak melakukan kekerasan baik fisik, mental apalagi finansial. Tidak ada alasan bagi kamu untuk berpisah dari dia. Semua masalah bisa dibicarakan dengan kepala dingin. Karena terkadang bukan hanya permasalahan ekonomi, perselingkuhan dan kekerasan yang menyebabkan orang bercerai. Kurangnya komunikasi dalam sebuah hubungan juga bisa jadi faktor penyebabnya karena banyak terjadi salah paham apalagi kalo tidak segera dibicarakan akan menjadi bom waktu dalam hubungan kalian."

"Iya, Ma. Aku bersyukur karena tidak sampai empat tahunan aku berumahtangga sama Mas Dipta, semua boroknya sudah terbongar. Aku enggak bisa bayangkan kalo sampai seperti kakak iparnya Om Dimas, sudah 30 tahun lebih menikah tapi akhirnya bercerai juga."

"Nah 'kan, selalu ada hikmah dibalik semua yang terjadi. Yang penting jangan pernah merasa menjadi orang yang paling menderita di dunia ini hanya karena kita sedang berada di titik terbawah. Karena Tuhan itu kalo mau mengangkat derajat umat-Nya tentunya menggunakan cobaan demi cobaan. Apakah kamu mampu melewatinya? Kalo mampu nanti dikasih cobaan yang baru."

Gadis tersenyum mendengar penjelasan sang Mama. "Benar juga ya, Ma. Selama kita masih bernapas, masalah dan cobaan enggak pernah akan berakhir. Tergantung bagaimana kita menyikapinya saja."

"Benar, Dis dan jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup hanya karena merasa kita sudah tidak memiliki harapan akan hari baik di depan kelak. Karena panjangnya malam yang dingin pun akan berganti dengan hangatnya sinar matahari pagi."

Gadis menganggukkan kepalanya saat mendengar perkataan sang Mama. Ia bersyukur karena dirinya tak pernah terpikir untuk mengakhiri kehidupannya di dunia ini hanya karena mengethui kenyataan jika suaminya berselingkuh. Yang ada justru ia ingin Pradipta merasakan rasa sakit yang ia rasakan. Meskipun belum setimpal tapi dengan status Dipta yang sempat menjadi tersangka, dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja dan kondisi kesehatan kedua orangtuanya yang menurun sudah cukup menjadi karma jalur instan pengiriman yang Tuhan berikan di hidup Pradipta. Dan Gadis merasa beruntung karena masih memiliki kesempatan untuk melihat hal ini terjadi. 

"Ya sudah, Ma. Aku mau balik ke hotel. Kayanya Gavriel juga udah selesai setrika juga."

Aryanti menganggukkan kepalanya. Sepertinya dirinya harus mengalah dengan tidak memaksa Gadis untuk menginap di rumah malam ini. Apalagi ia sudah mengetahui jadwal tour Gadis besok pagi hingga sore dari ibu RT yang ternyata cukup padat. Aryanti hanya berharap jika Leander tidak akan kelelahan setelah mengikuti semua kegiatan ini.

***

From Bully to Love Me (Tamat)Where stories live. Discover now