Lie: 10' Bekas Cakaran

85 54 15
                                    

Pada sore hari tepatnya usai sepulang sekolah, Sean dan teman-temannya terpaksa pergi ke makam untuk mengikuti proses pemakaman Aji. Alih-alih langsung pulang ke rumah untuk mandi dan beristirahat.

Sebelum proses pemakaman, sempat dilakukan autopsi begitu Yoshiro langsung melaporkan penemuannya ke pihak kepolisian setempat. Proses autopsi tersebut selesai pada siang hari.

Usai prosesi pemakaman, Sean, Shan, Ray, Friday, dan Mahesa menemui Dr. Orchids untuk menggali informasi mengenai hasil autopsi tersebut. Sedangkan sisanya memilih untuk pulang ke rumah masing-masing.

"Saya sudah memberitahukan hasilnya ke pihak keluarga Almarhum, tapi nggak apa-apa sih kalau kalian mau tahu sendiri," ujar Dr. Orchids basa-basi.

"Jadi gimana, Paman?"

"Ketika diautopsi, saya menemukan mayatnya dalam kondisi tanpa bola mata. Juga dengan tangan kanan yang terpisah dari tubuhnya, alias telah dimutilasi."

"Loh, bola matanya lari ke mana, Dokter?" tanya Shan penasaran.

"Hilang, Shan. Selama proses autopsi, saya nggak menemukan bola matanya. Satu-satunya bukti yang ditemukan cuma sebuah pisau lipat. Tapi ketika dicek, hanya ada jejak sidik jari Aji di pisau itu, anehnya lagi nggak ada bekas darah," jelas Dr. Orchids dengan detail. "Saya sudah mencoba berbagai cara. Tapi si pelaku memutilasi dengan sangat rapi, benar-benar nggak meninggalkan jejak apapun. Kecuali bekas cakaran di sekitar mata Aji," imbuhnya.

Friday tertegun, kedua alisnya praktis bertaut. "Bekas cakaran apa? Hewan, kah?"

Dr. Orchids menganggukkan kepalanya. "Dan bekas cakaran itu lumayan dalam."

Mereka cukup terkejut mendengar pernyataan tersebut. Alasan kematian Arjun saja belum terungkap jelas, sekarang kematian Aji justru terdengar lebih pelik. Namun ternyata, ada tiga orang dari mereka berlima yang diam-diam saling melempar tatapan misterius.

"Kapan terakhir kali kalian bertemu atau komunikasi dengan Aji?" tanya Dr. Orchids.

"Semalem sekitar jam sebelas, saya sempet chat-an sama Aji. Dia bilang mau ke Indomaret beli Baygon buat tugas hari ini, kebetulan saya juga nitip, hehe," jawab Mahesa sambil menunjukkan cengirannya. "Ternyata dia nggak berangkat, tugas saya jadi nggak kelar."

Ray spontan menampar lengan Mahesa di sebelahnya. "Aduh, nggak sengaja."

"Sesuai dugaan saya, dia dibunuh pada tengah malam. Soalnya darah yang tercecer di sekitar tubuhnya sudah kering." Dr. Orchids kembali memaparkan hasil penyelidikannya.

"Yoshiro aja baru ngasih kabar pas jam istirahat, sekitar jam sembilan tadi. Anehnya kenapa sebelumnya nggak ada yang nyadar ada mayat di situ," ujar Ray seraya melipat kedua tangan di depan dada.

"Tapi biasanya gang itu memang sepi nggak sih?" sahut Sean.

"Iya, Se. Tapi tetep aja aneh, kan?"

Kemudian Friday menimpali. "Antara aneh dan enggak sih, Ray. Selain sepi, gang itu juga jarang dilewati orang." Dia beralih menatap Dr. Orchids, berniat menanyakan hal yang masih membuatnya penasaran. "Ada tanda-tanda perlawanan nggak, Paman?"

Dr. Orchids menggeleng. "Dia dimutilasi ketika sudah tewas. Karena saya menemukan sebuah peluru di jantungnya," jawab pria itu.

***

Usai berbincang-bincang dengan Dr. Orchids, mereka berlima memutuskan untuk segera pulang. Mengingat cahaya oranye sang baskara yang mulai tenggelam, menyisakan langit menjelang malam yang gelap.

"Kesimpulannya si polisi nggak cuma nembak, dia juga memutilasi Aji," celetuk Mahesa. "Tapi kenapa ada bekas cakaran juga?" tanyanya keheranan. Karena faktanya jarak hutan dengan lokasi kejadian terbilang cukup jauh.

The Dead Friendship - 00LWhere stories live. Discover now