Lie: 6' Nyawa Tak Bersalah

135 58 54
                                    

Keesokan paginya, mereka semua masih berangkat sekolah seperti biasa. Sampai saat ini, belum ada keanehan yang terjadi.

"Lihat, nggak ada yang aneh, kan? Apa gue bilang," ujar Friday yang baru saja mendudukkan dirinya di bangku.

"Iya deh. Lo paling top, yang lain mah beng-beng," komentar Mahesa.

"Jangan seneng dulu, mending lo berdua cek grup," celetuk seseorang yang baru datang. Dia adalah Jeano.

Anak Perunggu

Mahesa
Siapa yang ngubah nih? Gue sangat berterima kasih.

Friday
Gue.

Mahesa
Makasih, Supri. 🥰

Friday
Najis.

Heaven
Anak emas nggak sih harusnya?

>> Matahari telah terbit.

>> Warga Arjun telah digantung semalam.

Shan
Maap, ntar gue beliin permen kaki.

Jeano
Mampus.

Brak!

Tiba-tiba Jeano menggebrak mejanya. "Katanya peran penting jangan kerja dulu? Terus gimana sama si polisi?!" Dia bertanya dengan murka.

"Tapi kan polisi cuma ngecek, nggak bunuh." Harsa membela peran polisi tersebut. Felix yang ada di sebelahnya pun mengangguk setuju.

"Kok lo ngebelain? Lo polisinya, Ar?"

Harsa mengernyitkan dahinya bingung. "Gue nggak bermaksud membela pihak manapun. Dokter juga peran penting dan semalem kerja. Lo nggak protes?" tanyanya.

"Karena dokter nyembuhin gue semalem, gue hampir dibunuh sama si gila."

Friday tampak terkejut sehingga bangkit dari duduknya. "Hampir dibunuh? Tapi bukannya gila nentuin target lebih dulu dari dokter?"

Jeano mengangguk. "Memang. Bahkan meskipun jam dua belas gue hampir dieksekusi, itu nggak mempan karena sebelumnya dokter udah mengklaim gue sebagai targetnya," jelas cowok blasteran tersebut.

"Widih, kira-kira siapa dokternya?"

Jeano menjawabnya dengan gelengan kepala. "Nggak tahu, Ar. Yang pasti bukan orang yang menentang opini gue." Ucapan sarkasnya mampu membuat Friday dan Shan sedikit tersindir. Namun mereka berdua tidak peduli.

"Dih, udah disembuhin nggak tahu terima kasih." Shan mencibir pelan yang hanya bisa didengar oleh Sean dan Nathan di belakang bangkunya.

Detik itu, Nathan sempat menerka-nerka. Apa jangan-jangan Shan adalah dokter? Namun di sisi lain, dia juga menyangkalnya. Cowok bermarga Bluebell itu bahkan kurang setuju dengan opini Jeano, mustahil jika Shan mau menyembuhkannya.

"Lo mau dieksekusi, No?" tanya Shan.

"Iya. Gue udah bilang kan kemarin, kita ini bakal bunuh-bunuhan beneran. Lo dibilangin batu."

"Si gila itu mau bunuh lo dengan cara apa?"

Jeano mengangkat sebelah alisnya. "Nanya mulu, detektif lo? Atau mafia?"

Shan memutar kedua bola matanya jengah. "Gue nanya, kok lo nanya balik?"

"Gue ketiduran jam sebelas, dan gue menyadari itu pas tengah malam. Alih-alih pakai pisau, si gila itu malah pakai pistol. Tapi sayangnya meleset dan cuma ngerusakin jendela kamar. Dia langsung pergi pas gue bangun," jelas Jeano sedetail mungkin. "Kurang nggak?" tanyanya kemudian.

The Dead Friendship - 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang