Bab 6

9 4 1
                                    

Cuma mau ngingetin kalo suka sama cerita ini jangan lupa untuk

VOTE

KOMEN

HAPPY READING

***

Gilang memegang tangan kanan Abian dengan erat hingga mampu membuat Abian meringis kesakitan.

Gilang menggoreskan serpihan kaca itu ke lengan tangan kecil milik Abian, tak ada penolakan dari Abian, ia tau bahwa ini akan terjadi, Gilang sangat sensitif terhadap hal hal yang mengerikan karna itu akan membangkitkan kepribadian lain dalam dirinya.

Abian menahan rasa sakit dan perih akibat goresan kaca yang dilakukan oleh Gilang, tapi ia tak akan pernah menyalahkan Gilang karna luka ini, "Abian yakin, mungkin kalo abang nggak sakit abang nggak mungkin ngelakuin ini ke Abian kan" lirihnya dengan senyum getir.

Hati Abian begitu tersayat akibat sakit yang diderita abangnya, bagaimana bisa anak seceria dan aktif seperti Gilang ini ternyata menyimpan begitu banyak luka.

Perlahan lahan Gilang melepaskan tangan Abian, bahkan Abian sendiri saja heran kenapa ia berhenti, apa jangan jangan Gilang sudah mulai sadar?.

Atau jangan jangan Gilang!, akan nelakukan hal yang lebih gila lagi?, pikir Abian tak tenang.

Tanpa pikir panjang lagi Abian memeluk Gilang dengan erat, "Abang jangan ngelukai diri lagi, Abian sedih abang kaya gini" ucapnya sambil menangis.

Jleb!

Dan benar saja apa yang ditakuti Abian pun terjadi, tanpa aba aba Gilang menusukkan kaca itu kepunggung Abian yang sedang memeluknya dengan erat.

"Hiks, Abian terlalu lemah ya abang, Abian nggak nangis karna luka ini, tapi hati Abian sakit banget ngeliat abang sendirian melawan rasa sakit ini sendiri" Abian tersenyum getir, ia merasakan luka yang sangat perih di area belakang punggungnya.

Setelah melancarkan aksinya, Gilang membuang kaca itu dengan kasar hingga membuat Abian terkejut, Gilang memeluk abian dengan sangat erat hingga membuat anaka itu hampir tidak bisa bernafas.

Gilang menangis sesegukan, entah ia sudah sadar entah belum yang pasti saat ini Gilang menangis sejadi jadinya.

Sedangkan disisi lain ada Mahen, Niko, Aksa yang sedari tadi mencari pelaku dalang dari kejadian tadi.

"Kita kemana lagi ini bang?, kita udah cari keliling keliling tapi nggak ada satu pun orang asing yang kita lihat, seakan akan orang itu menghilang tanpa jejak" ucap Aksa sambil sesekali menglap keringat yang bercucuran dari kepalanya.

"Iya nih bang udah capek dari tadi, tapi kok nggak ada siapa dalang dari ini semua" timpa Niko pada Mahen.

"Entah lah abang juga bingung, apa motif pelaku ini?, kenapa ia mau menganggu panti kita ini?" tanya Mahen bingung.

Tanpa diduga duga seseorang keluar dari balik semak semak tempat mereka berdiri, membuat mereka mematung dengan kedatangan seseorang itu.

"A-abi" ucap mereka serentak.

"Abi, kenapa dari situ" ucap Mahen sambil menunjuk semak semak dekat mereka.

Abi Dani sedikit terkejut dengan adanya mereka bertiga ini, "Kalian ngapain kesini?" tanya Abi Dani pada mereka dengan lembut.

"Tadi ada kejadian dipanti Abi, ada orang yang pecahin kaca pake batu besar" Mahen menjelaskan semuanya pada Abi Dani.

"Oh, mungkin orang iseng saja, sudah kalian cepat balik kepanti sana" ucap Abi Dani pada mereka.

"Abi belum jawab pertanyaan kami, Abi kenapa ada di sana" tanya mereka  lagi.

"Tadi Abi ada urusan dari sana, udah sekarang cepat balik kepanti" ucapnya sambil pergi meninggalkan mereka.

"Urusan?" ucap mereka bingung.

Mereka bertiga merasa ada yang aneh disini, tidak mungkin Abi yang melakukan semua ini kan? atau memang Abi Dani lah dalang dari semua ini?.

Tapi sebisa mungkin mereka menepis semua itu, "Udahlah yok, mungkin Abi memang ada urusan"

***

"Bian maafin abang udah buat Bian luka kaya gini" sesal Gilang pada Abian.

"Udah abang nggak papa kok, Bian tau kalo itu bukan abang, jadi bang Gilang nggak usah ngerasa bersalah ya"

"Adek maafin abang" ucapnya lagi.

"Udah, ayo keluar abang bisa bantu Bian buat ngeobatin lukanya?"

Gilang mengangguk, "iya abang bakal bantu Bian buat ngeobatin Bian"

Bian tersenyum, "Yuk bang"

***

Tak terasa waktu berlalu terlalu cepat, kini matahari telah menampakkan dirinya dan memancarkan sinarnya pagi ini.

Kini semua anak anak panti telah berada di dalam aula mereka, kini adalah jadwal sarapan pagi mereka sebelum berangkat sekolah.

Seperti biasa Ummi Syinta akan membagikan makanan dan minuman sedangkan Abi Dani akan membagikan segelas susu kepada mereka semua.

Kini ritual sarapan mereka telah selesai, sekarang waktunya untuk mereka berangkat untuk menuntut ilmu.

Tak lupa mereka menyalimi kedua tangan Ummi Syinta dan Abi Dani.

"Lang, gimana keadaan kamu sekarang" tanya Aksa pada Gilang.

"Udah baikan, cuman gue ngerasa bersalah banget sama Abian Sa"

"Udah, Abian kan juga udah maafin kamu, dia juga ngerti tentang keadaan kamu"

"Andai semua ini nggak terjadi, pasti nggak akan ada yang tersakiti oleh gua kan Sa"

Aksa hanya diam, dia juga tidak tau harus berkata apa sekarang, "Udah, kamu jangan pikirin itu dulu fokus aja sama diri mu sendiri Lang"

"Sa"

"Kenapa?" tanya Aksa bingung.

"Lo bisa bantu gue"

"Bantu?, bantu apa Lang?"

"Tolong bantu gue, saat gue hilang kendali tolong tahan gue lo boleh pukul gue, sampe gue nyerah. Gue takut ngelukain kalian semua" lirih Gilang.

"Saya tidak bisa ngelakuin itu Lang jika harus memukul kamu sampai menyerah"

"Tapi saya bisa menahan kamu sampai kamu berhenti sendiri, intinya hanya kamu yang bisa melawannya sendiri"

"Apa gue sanggup Sa?"

"Saya tau, kamu kuat Lang, kamu bisa buktinya saja kamu masih bisa hingga saat ini kan?"

"Iya, itu berkat kalian semua"

"Itu berkat kamu sendiri Lang, kamu berhasil melawannya, kamu hebat"

Gilang tersenyum, "terima kasih udah ada buat gue Sa"

"Kita saudara, keluarga, memang seharusnya begitu bukan"

Gilang mengangguk "Iya Sa"

"Yuk, masuk kelas" ajak Aksa pada Gilang.







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The seven of us forever ? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang