51. Pikiran wanita.

39 33 0
                                    


51. Pikiran wanita.

****

"Mau pulang bareng gak?"

Juni yang awalnya berada di balik dinding bergerak ke muka pintu, menghadang Azoya yang kini baru berniat ingin pulang. Perlakuan juni jelas membuat langkah cewek itu terhenti, tidak lupa ekspresi masam menghiasi wajahnya itu.

Azoya berpaling. "Gak mau. Pulang aja sendiri."

"Ayo, pulang. Yang lain udah pada bubar, berani sendiri?" ulang Juni.

"Dulu-dulu juga udah bisa! Gue bukan cewek manja. Pulang sendiri, mandi sendiri, nyapu berdiri gak jadi masalah." Azoya menyahut dengan nada tak santai, seolah mengajak Juni ribut untuk saat itu.

"Dikira sebelum loh ada, gue gak sanggup hidup apa?!" lanjutnya.

"Ais, bukan gitu maksud gue, Zo." Juni hendak menjelaskan.

"Maksud loh gue gue gak bisa apa-apa? Loh kira loh, doang, yang punya sikap dewasa?" sela Azoya ngegas.

Juni baru mulai kembali membuka mulutnya, cewek itu lebih dulu mendahului dengan begitu cueknya. Tidak lupa menabrak dirinya dengan ujung bahu Juni secepat sengaja, bentuk ke benciannya.

"Tuh, orang kenapa, sih?"

Padahal awal masalah mereka Juni yang marah, tapi entah sejak kapan merembet kemana-mana, Azoya yang kini bertingkah berlebih sok paling benci serta anti menghiraukan Juni lagi.

Juni sampai terus bertanya pada dirinya sendiri, memang apa kesalahannya sampai cewek itu begitu tak suka? Sungguh keadaan memang terbalik-balik saja sepertinya. Memahami pikiran wanita memang lebih susah sepetinya daripada membuat laporan keuangan satu negara.

"Kak Juni. Hari ini sibuk gak?"

Panggil itu membuat Juni kian menghentikan gerakannya yang berniat menahan Azoya, cowok ini menatap tanya Lucia yang baru sampai di depannya. Dengan wajah malu-malu cewek itu menyerahkan selembar tiket yang baru ia beli, lalu memperlihatkan juga tiket lain dari sakunya.

"Nonton sama aku, yah. Aku ke beli dua, mubazir soalnya," kata Lucia memelas.

"Loh bisa nonton dua kali. Seru juga," jawab Juni acuh.

"Tapi aku pengen nonton sama Kaka. Cuma kak Juni temen aku disini." Lucia mengapai tangannya Juni, menampilkan wajah memohon. "Aku gak punya siapa-siapa disini. Mereka semua bersikap gak baik sama aku."

"Gue gak suka nonton," tolak Juni tetap pada pendiriannya.

"Ya, udah kalau gitu." Cewek itu merunduk sambil memainkan sepatunya. "Bisa nganterin aku pulang gak? Di suruh papa."

Juni menarik nafasnya agak malas. "Ayo."

Juni berjalan mendahului tanpa memperdulikan cewek yang kini tengah semringan saking senangnya. Berlari kecil mengejar langkah lebar Juni yang memang sengaja ingin meninggalkannya.

"Makasih banget kak Juni. Udah mau punya temen kayak aku. Ini pertama kali aku punya temen cowok," cerocos Lucia.

"Kebanyakan cowok juga suka ganggu. Udah jelek banyak omong lagi. Dasar ngerusak mood emang."

Juni sebenarnya agak gerah dengan kehadiran cewek satu ini yang terus berada di dekatnya, ia jelas terganggu dari aspek apapun itu. Namun, yang baru Juni ketahui beberapa hari lalu saat acara pertemuan sesama rekan bisnis Ayahnya, Lucia anak salah satu investor penting di perusahaannya.

Jelas sebagai anak lelaki yang menurut kemampuan ayahnya Juni harus bersikap baik ke Lucia.

Seenggaknya tidak menyinggung perasaan cewek karna ucapan kalau tidak ingin kacau sampai ke konsep yang serius.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن