Bagian 56. SEPERTI SEBUAH KUTUKAN

1.1K 341 54
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bismillahirrahmanirrahim.

Pagi ini, jangankan sarapan, minum kopi saja belum. Tapi saya harus mengawali hari dengan melihat staf tata usaha rumah sakit berkata : ”Aduh...” [ lengkap dengan wajah kesal.

Kenapa? Karena saya mencicil tunggakan. Saya hanya bisa menarik napas samar dan menunggu berkas-berkas nya diurus. Berdiri lama karena diselingi beliau ini ngobrol dulu dengan temannya.

Bukan masalah staf yang punya sikap tidak mengenakkan. Banyak sekali staf dan perangkat medis lain yang memperlakukan kami dengan baik. Pagi ini saya hanya bertemu oknum saja.

26.700.000 lagi teman-teman. Dan tagihan ruang ICU sudah saya bayarkan pagi ini. Saya mau ngebut untuk tagihan berikutnya. Tolong tetap bantu saya dan kedua orang tua yang sedang patah hati ini. Mereka bukan orang-orang malas kok. Bapak Arrasid tetap mengojek dengan rajin dan ibunya dengan modal sedikit yang saya berikan, berjualan nasi kepal sambil gendong bayi.

Aaah...hidup berlomba-lomba membangun kesenangan dunia yang banyak macamnya. Semoga teman-teman tetap mau membersamai kami sampai entah kapan. Mencari kebahagiaan kekal di yaumil akhir kelak dengan menjadi orang-orang yang bermanfaat untuk orang lain. Doakan Arrasid ya. Donasi kalian dengan nominal terkecil pun semoga sanggup menggebrak langit sebagai doa qobul hajat. Aamiin. Bantu kami di [ 6281263649 BCA a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Sehat-sehat teman-teman. Ingatkan saya untuk double update hari ini. Boleh WA, boleh DM Instagram. Terima kasih banyak 🙏

Selamat membaca teman-teman. Semoga hari kalian menyenangkan ♥️

*


Hujan belum juga reda dan langit kembali gelap ketika Gempar keluar dari kamarnya dengan jaket dan mengantongi kunci mobilnya. Dia berjalan ke arah aula dan melongok ke ruang tamu lalu menghampiri kamar Brielle dan mengetuknya pelan. Dia menunggu sebentar dan menautkan alis ketika tidak mendengar jawaban apapun dari dalam.

"Rumah ini terlalu besar.” Gempar mengeluh dalam hati dan meneruskan langkahnya.

Gempar kembali ke aula dan bertemu Andi yang baru saja menuruni anak tangga.

”Apa tidak sebaiknya tunggu hujan reda Mas? Mbak Brielle ada di balai kesenian.”

”Heh? Sendirian? Ada jadwal muda mudi hari ini?”

”Sama Mbah Samidjan dan tidak ada jadwal. Mbak Brielle sedang asik membersihkan gamelan. Mas...”

Gempar menoleh. Adiknya terlihat kerepotan membawa dua cangkir dan laptop di tangannya. Dia meraih cangkir di tangan Andi dan mereka berjalan ke arah dapur. Suasana rumah benar-benar sepi. Dan seperti layaknya penghuni rumah yang baru saja melaksanakan hajat berhari-hari, sepertinya semua orang tengah merasakan kelelahan itu sekarang.

”Jangan terburu-buru, Mas.”

”Aku harus menemui Ariyani itu sekarang, Ndi.”

Gempar menoleh dan melihat Andi menggeleng. ”Jangan sekarang, Mas. Percaya padaku.”

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now