Bagian 10.

1.3K 354 46
                                    

Teman-teman, ananda Arrasid masih membutuhkan banyak uluran tangan ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Teman-teman, ananda Arrasid masih membutuhkan banyak uluran tangan ya. Ayo dibantu donasi dan doa. Semoga ada perkembangan baik dan bisa stabil keadaannya.

Nominal terkecil transfer akan sangat membantu. Mungkin tidak akan menjadi bukit karena selalu terpakai setiap minggunya. Tapi, InShaAllah bisa meringankan kebingungan kedua orangtuanya.

Apa yang bisa dirasakan ketika kita mengulurkan 10rb rupiah untuk yang benar-benar membutuhkan? Kalau saya, bahagia.

Yuk hari ini libur ngopi 30rb : [ BCA 6281263649 a/n NIKEN ARUM DHATI ]

Semoga Allah membalas dengan yang lebih luas. Dengan pintu-pintu rejeki yang terbuka lebar. Dan sisa umur yang barokah. Aamin allahuma aamiin.

Terima kasih banyak dan selamat membaca teman-teman ♥️

*

Mengabaikan tatapan dengan beragam isi kepala, Gempar duduk dengan tenang di kursinya dan menatap ke depan. Dia yang tidak asing berada di situasi seperti itu, hanya berdeham kecil dengan tatapan melamun ke arah panggung.

Tidak banyak pertunjukan yang akan dilaksanakan namun pihak SMA Langley nyatanya mempersiapkan semuanya dengan paripurna. Ditambah kenyataan bahwa SMA itu adalah SMA dengan kualitas plus, menjadikan semuanya terlihat wah.

Pertunjukan demi pertunjukan berlangsung dan Gempar menikmatinya. Begitu juga ketika Brielle mendapatkan giliran nya. Gadis itu jelas menguasai bermain piano. Walaupun tidak bisa disebut sebagai memiliki kemampuan lebih, tapi gadis itu melakukannya dengan baik.

Pertunjukan dan semua alur acara memakan waktu nyaris 2 jam. Gempar menatap jam tangannya dan sekarang sudah menjelang sore hari. Dia beranjak saat melihat Brielle dan gerombolannya keluar dari belakang panggung sambil tertawa-tawa. Temannya melakukan itu, namun Brielle diam saja dengan wajah tanpa ekspresi.

”Kau sudah makan, Sayang?”

Brielle menggeleng dengan canggung dan melirik sekilas tangan Gempar yang meraih pinggangnya. Gadis itu menelan ludah kelu.

”Kau mau bergabung, Bri?” Seorang gadis itu yang berambut tembaga dengan pita berwarna hitam mengajak Brielle.

”Oh...lain kali saja. Aku harus bertemu nenekku.”

”Aah...begitu? Kalian akan makan malam bersama nenekmu ya?”

”Ti...”

”...iya. Kami permisi dulu? Terima kasih sudah mengajak Brielle berkumpul. Kalian semua mempesona.” Gempar menyahut cepat dan menggenggam tangan Brielle. Gesture tubuh tegak dengan anggukan kepala sopan membuat teman-teman wanita Brielle menahan teriakannya. Mereka segera melambai-lambai penuh semangat ketika Gempar akhirnya mengajak Brielle untuk meninggalkan hall itu.

Genggaman tangan itu coba dilepaskan oleh Brielle ketika Gempar membantunya membuka pintu hall. Namun pemuda itu menahannya dan menariknya melangkah ke area parkir.

GEMPAR AND THE COFFEE THEORY Where stories live. Discover now