14. Anak terakhir

60 11 11
                                    

"Windy?" panggil Jeandra.

"Iya Om? Ada apa?" tanya Windy kemudian menghampiri Jeandra.

"Kembalilah ke Jakarta Nak. Tinggal lagi di sana."

Windy menggelengkan kepalanya. Untuk kesekian kalinya ia menolak bujukan dari keluarganya.

"Windy di sini saja. Bersama keluarga Windy. Windy takkan tinggal di Jakarta lagi. Kecuali Papi sudah merestui pernikahan Windy dan Mas Chakra. Tapi sepertinya tak mungkin."

"Kamu di sini sendiri tanpa ada sanak saudara yang lain. Pasti kesulitan dan pasti kamu kewalahan mengurusi Nata." Jeandra pelan-pelan membujuk keponakannya agar kembali tinggal di Jakarta.

"Om, selama Windy menikah dan memiliki 3 anak, Windy tak pernah kewalahan. Kami saling bekerjasama dan berkomitmen. Mas Chakra juga tak pernah membuat Windy kesusahan. Dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga."

"Windy tahu Om sangat perhatian dengan keluarga Windy. Om, apa yang Om anggap, tak sepenuhnya benar. Windy menjalani kehidupan Windy dengan tenang Om."

***

Sebelum pulang ke Jakarta, Jeandra dan keluarganya menyempatkan waktu untuk mengunjungi salah satu tempat wisata di Semarang yaitu, kota lama. Mereka ke sana dengan menaiki mobil Windy dan satu taksi online. Mereka juga mengajak Windy dan keluarganya ikut ke tempat wisata setelah itu barulah mereka pulang di sore harinya.

Tujuan mereka hanya ke kota lama Semarang. Berswafoto dan juga mencicipi kuliner di sana. Windy dan Chakra secara bergantian mendorong kursi roda Nata.

"Mama, Kak Reyhan tak mau membagi es krimnya." adu Ryo dengan nada merajuk.

"Es krim? Ryo bukannya tadi beli?" tanya Lina. Karena tadi ketiga cucunya itu membeli es krim bersamaan.

"Ryo es krimnya sudah habis Nek. Dia meminta es krim Reyhan." jawab Reyhan.

"Beli lagi saja sana. Hanya 5 ribu ini harganya." ucap Chakra. Senyum sumringah terpampang di wajah Ryo.

"Tak ada ya! Es krim cukup satu kali! Nanti batuk, sakit tenggorokan, pilek! Kamu juga Mas! Nanti anakmu sakit bagaimana?" Windy melarang anak bungsunya membeli es krim. Dan sedikit memarahi Chakra. Seketika wajah Ryo mayun.

"Ini bukan masalah harga es krim. Kalau nanti sakit anakmu bagaimana Mas?" Windy masih lanjut memarahi Chakra. Chakra hanya diam. Jika istrinya sudah marah seperti itu ia memilih diam dan mengikuti ucapan istrinya.

"Ryo es krimnya batal ya. Ganti yang lain saja." ucap Chakra.

"Kalian berdua ini. Tapi apa yang diucapkan Windy ada benarnya juga. Dengar ya Sulthan, aku juga terkadang membatasi Wira makan makanan ringan, minum minuman ringan, atau jajan sembarangan ya karena itu. Aku tak mau anakku sakit. Mana anakku hanya satu. Biaya pengobatan bisa-bisa melebihi harga jajanan." Selvi sedikit menyindir Sulthan, suaminya.

"Ya aku paham sekarang." Sulthan hanya membalas sekilas.

"Orang tua jaman sekarang kalau sudah protektif tak bisa diganggu gugat. Beda jaman beda pola asuh." ucap Lina.

Setelah jam menunjukkan pukul 12 siang mereka mencari masjid untuk melaksanakan shalat Dhuhur dan setelah itu mencari tempat makan untuk makan siang.

Setelah melaksanakan ibadah shalat Dhuhur, mereka kemudian mencari tempat makan untuk makan siang.

Mereka kemudian mampir di rumah makan yang menyediakan makanan khas Semarang, yaitu nasi koyor. Di sana juga menyediakan menu lainnya seperti gulai kambing, gulai ikan, soto sapi, dan lain-lain.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Stay With YouWhere stories live. Discover now