Nyari Perawan

32 2 0
                                    

  Gara-gara sakit Sela harus dipecat jadi pekerja sementara di cafe dan dia jadi punya utang dengan manajer cafe meski Wulan bilang dia yang akan lunasi tapi tetap saja Sela merasa ga enak hati selalu mengandalkan sahabatnya itu.
 
  Seminggu berlalu dan Sela belum bisa bayar biaya rumah sakit ayahnya, dia datang membesuk di jam jam sepi hingga bisa menyokong ngintip sebentar lalu pulang, belum ada perkembangan apa-apa dengan ayahnya.
 
  "Hey, kamu sudah dicariin beberapa hari dan baru muncul sekarang, ada yang harus saya berikan pada kamu dan kamu harus selesai kan administrasi dan tebus obat atau ayahmu akan dipindahkan ke ruangan lain dan buruknya bisa dikeluarkan dari rumah sakit ini!"
 
  soalnya, hari ini Sela dipergoki sedang mengintip kamar ayahnya, dia pikir aman kayak kemarin tapi nyatanya salah, seorang suster memergokinya, dan dia belum punya uang, dengan wajah memohon dan memelas dia minta pengertian suster.
 
  "sus, minta waktu sebentar lagi, saya masih usaha sus. saya mohon ayah saya dapat pelayanan terbaik, saya janji akan bayar secepatnya."
 
  bukannya percaya dengan wajah memelas Sela, tapi suster malah lebih fokus pada langkah kecil Sela yang pincang. dalam hati bertanya, bagaimana dia bisa kerja dan dapat uang kalau kakinya saja terluka tapi melihat Sela seperti ini sedikit nuraninya tergerak.
 
  "Kamu harus segera selesaikan atau ayahmu harus dikeluarkan dari rumah sakit, ini rumah sakit bukan panti sosial!" katanya melengos pergi meninggalkan Sela yang menarik nafas berat.
 
  setelah suster jauh, Sela menjambak rambut panjangnya. "Terus... darimana aku dapat uang!" saat bignung begini, ponselnya berdering.
 
 
  melihat nomor tak dikenal masuk, Sela harus siap lahir batin siapa yang menelponnya, berharap bantuan atau malah sebaliknya.
 
  'Hallo. pak Herman! ini sudah bulan keberapa, lu janji bayar utang segera! gue udah datangi rumah lu dan lu kabur! lu serius tantangi gue. gue tahu loh cara lacak lu dimana, mending lu Dateng ke gue dan kasih solusi karena kesabaran gue ada batasnya!'
 
  akh! Sela ingin teriak, ternyata itu dari sipenagih utang dan ayahnya mana bisa jawab atau bayar utang karena terbaring lemah di rumah sakit, hutang ayah itu banyak sekali dan semua itu warisan dari ibunya yang kabur. menyadari semua itu membuat Sela kasian pada ayahnya. dia menatap ayahnya yang terbaring lemah dari kaca kamar.
 
  "maaf pak. ini Sela anaknya pak Herman. ayah saya sakit jadi dia tidak bekerja sebulan ini, saya janji akan bayar utang tapi saya minta waktu."
 
  terdiam beberapa saat lalu suara di seberang sana terdengar lagi dengan nada berbeda, kali ini lebih ramah dan hangat.
 
  'oh, Herman sakit? ini Sela anak gadisnya ya. ya. ya. jadi gimana, sudah telat lama loh. kalau ga bisa bayar ga masalah tapi harus omong sama saya. nih saya punya banyak solusinya loh, kita bicarain aja bedua Sela. kamu datanglah ke markas saya, nanti saya kasih solusi bagus!'
 
  Sela bingung harus jawab apa.
 
  'kalau kamunya kooperatif saya jadi enak. soalnya utangnya ini ga sedikit loh! meski bapakmu cicil tiap bulan dari gajinya, itu bisa lunas sampai sepuluh taun loh. kamu apa ga kasian sama bapakmu. kamu kalau sayang cepat lah temui saya. saya kasih cara bagus biar cepet lunas.'
 
  "baik pak."
 
  'saya kirim orang supaya jemput kamu ya. kasih saya alamat kamu karena rumah kamu kosong.'
 
  Sela memijat dahinya supaya rasa pening dikepalanya berkurang. "saya yang akan kesana pak. saya minta alamat bapak saja."
 
  ini semua karena ibunya dan sekarang juragan Asheng terus mengejar-ngejar ayahnya. Sela bingung harus bagaimana dan dia ga yakin kalau dengan datang menemui Asheng maka solusi hutang akan kelar, masalah Asheng itu doyan kawin, sudah punya lima istri, perasaan Sela jadi buruk, tapi sekali lagi kalau dia lihat keadaan ayahnya yang berbaring lemah dan butuh berobat. sepertinya dia harus coba.
 
  meninggalkan rumah sakit, berjalan kaki biar bisa mengulur waktu, Sela menyusuri tepi jalan malam Minggu yang ramai, sesekali meringis karena sendi kakinya masih nyeri, setengah hatinya tidak mau ke rumah bos Asheng, setengah lagi harus pasrah. tiba di sebuah taman yang ramai dengan pasangan memadu kasih dari tiap sudut, Sela tak kebagian tempat duduk padahal nyeri dikakinya terus bertambah hingga menjalar mencapai bagian pangkal paha. dia memilih duduk di rerumputan sedikit jauh dari keramaian dan sorot lampu taman.
 
 
  pukul sepuluh malam Minggu. mungkin besok masih bisa menemui bos Asheng, jadi Sela akan beristirahat disini dulu karena lelah, belum lima menit ponselnya berdering dan itu panggilan dari Asheng yang terus memantau dirinya sudah sampai mana, karena bandot tua itu sepertinya sangat tidak sabar dan bergairah menunggu kedatangan Sela.
 
  semakin Asheng bawel semakin Sela malas dan mengulur waktu. berbohong dengan mengatakan kalau dia suda diperjalanan dan terjebak macet malam Minggu akhirnya Sela bisa dilepaskan sementara oleh Asheng.
 
  menjulurkan dua kaki dan memijat perlahan seadanya, berharap pegal dan nyeri bisa berkurang, Sela baru ingat kalau dia belum minum obat, pantas saja nyerinya makin menjadi-jadi. dia mengambil pil kecil dari saku celana dan meneguk pil itu tanpa minum. dia haus tapi tidak masalah baginya, menahan haus dan lapar sudah biasa bagi gadis itu.
 
  Sela masih melanjutkan sesi memijat kaki ketika seseorang ikut duduk di rerumputan dan dia adalah seorang pria berpakaian rapi, licin dan wajahnya yang membuat Sela tertegun, tampan! masih muda mungkin usia 30tahunan. orang tampan itu banyak dan Sela biasa menghadapi mereka, begitupun kali ini, begitu pikir Sela. dia menggeser sedikit posisi duduk supaya badan samping mereka tidak bertemu.
 
  "berapa usiamu?"
 
  Sela mengerutkan dahi mendengar pertanyaan itu. dia menoleh kiri kanan lalu tak menemukan siapapun selain mereka berdua. apa pria dengan parfum mahal ini bertanya padanya, sela bignung dan menunjuk wajahnya yang bignung.
 
  "aku?"
 
  pria itu menoleh lalu tersenyum tapi tidak ada kehangatan di wajahnya.
 
  "ya, kamu."
 
  "kenapa!" Sela tidak suka jadi dia berniat beranjak dari duduk hendak meninggalkan pria itu.
 
  "tunggu!" bodohnya Sela malah menuruti ucapan pria asing itu. pria itu mengulurkan kartu nama pada Sela.
 
  "Saya Vino, asisten perusahaan JB!" katanya memperkenalkan diri. "jawab pertanyaan saya, berapa umur kamu?"
 
  "21 tahun!" kata Sela malas lalu mengambil kartu nama pria bernama Vino.
 
  "apa kamu perawan?"
 
  kartu nama di tangan Sela terjatuh karena dia shock mendengar pertanyaan ga ngotak dari bibir Vino, tatapan mereka bertemu dan sela mengeratkan gigi kesal.
 
  emang ya para brengsek ini suka kebablasan! batin Sela ngamuk tapi dia malah senyum sinis.
 
  "kenapa? karena saya sendirian tanpa pasangan disini dan membuat anda risih? kalau anda butuh wanita di ranjang anda, anda salah besar! saya tidak menjual keperawanan saya pada anda!" Berbalik badan,Sela bersiap pergi dengan wajah murka.
 
  "Tunggu!" kali ini Sela ga mau dengerin ucapan Vino, dia terus berjalan cepat meski sulit.
 
  orang orang yang melihat mereka akan mengira mereka pasangan yang lagi marahan.
 
  sialan! kamus pria; makin ganteng makin brengsek! batin Sela makin ngamuk.
 
 
  "hey! aku beri 100.000 dolar kalau kamu mau tes keperawanan!"
 
  hah! ucapan Vino menjadi pusat perhatian, membuat kaki Sela kaku dan ga bisa melangkah. bisa-bisanya pria itu berseru di depan keramaian taman tentang hal yang ga masuk akal.
 
  Sela membalik kan badan sekali lagi. "anda!" tudingnya marah mengangkat telunjuk tapi posisi mereka berjarak tiga meteran, jadi sela harus kembali mendekati Vino, dia menunjuk kasar dada Vino. "heh berengsek jaga ucapan anda!"
 
  suara berat sela tidak begitu dipedulikan Vino. dia tetap tenang sama seperti sebelumnya, lalu pria itu mengambil telunjuk sela di dadanya, menggenggam dengan sangat erat hingga mata Sela melotot bulat.
 
  dia ngapain sih!
 
  kepala Vino turun hingga ujung hidung mereka bertemu. "aku beri 100.000 dolar kalau kamu mau tes keperawanan, tentang hasilnya itu tak masalah!"
 
 
  what!
 
  "maksud lu, gue Uda ga perawan gitu! bisa-bisanya lu ngomong gitu ke gue!" kalau bahasa okemnya Uda keluar, dia udah bener-bener hilang kesabaran. "untungnya apa buat gue!"
 
  "100.000 dolar!"
 
  "100.000$ tuh berapa ya?" tanya Sela bingung.
 
  "banyak!" jawab Vino. otak Sela loading dan ketika dia sadar dengan nilai fantastis itu, dia langsung menjawab tanpa ba-bi-bu lagi.
 
  "deal!" katanya menjulurkan tangan.
 
  Vino tersenyum. "deal!" dalam hati Vino melihat aura bercahaya wajah Sela.
 
  aku harap nasibnya jauh lebih baik dari gadis-gadis lainnya. baru kali ini dia peduli dengan targetnya. apalagi ketika dia menurunkan pandangan, kaki Sela yang terluka membuat jantungnya berdenyut.
 
  "kenapa kakimu?"
 
  "oh, luka kecil."
 
  "itu bekas gypsum?"
 
  "ya. tapi udah sembuh."
 
  Vino berjongkok dengan satu lutut jadi tumpuan. "biar kuperiksa!"
 
  sela reflek menarik kakinya. "ga, deh. jangan!" dia jadi canggung dengan orang baru yang ga kenal batasan ini.
 
  Vino mendongak membuat jantung Sela berdebar, posisi ini seperti seorang pria sedang melamar kekasihnya. angin malam bertiup menerbangkan ujung rambut panjang sela, helaian tipis menyangkut di bibir Sela yang terasa kering karena sedikit terbuka.
 
  kenapa pria ini sangat tampan dan sorot matanya sangat misterius!
 
  "tidak masalah. aku lulusan kedokteran!" kata Vino meyakinkan sela yang sekarang pasrah saat Vino menaikkan ujung celana panjangnya, dia mulai memeriksa luka di kaki Sela.
 
 
  bukankah Vino bertanggung jawab tentang kemulusan badan seorang gadis calon target tuan muda yang menyembah darah perawan?
 

Dikejar Mafia GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang